Rabu, 12 Februari 2014

Pedang Kayu Harum 98

Pedang Kayu Harum Jilid 098

<--kembali

"Aihhh....." Dia mengeluh, duduk bersandar pohon, mengusap air matanya. "bagaimana aku dapat membunuh iblis itu? Ilmunya luar biasa tinggi, dan di sampingnya terdapat Biauw Eng yang membelanya. Aaaaaahhh........., mengapa Thian menyiksaku seperti ini? Di mana ada keadilan?"

Kalau pohon raksasa tua di mana Cong San bersandar itu dapat bergerak seperti manusia, tentu akan menggeleng kepala mendengar keluhan Cong San ini. Keluhan seorang manusia yang lajim terdengar di mana-mana, di seluruh pelosok dunia ini. Manusia selalu mengeluh kalau tertimpa sesuatu yang tidak berkenan di hatinya, kalau terjadi sesuatu yang berlawanan dengan kehendak hatinya, dengan bayangan dalam pikirannya. Lalu ia merasa menderita, merasa sengsara dan berduka. Lalu timbul rasa penasaran. Lebih celaka lagi, dia lalu mempersekutu Thian di dalam keadaan mabuk oleh iba diri. Cong San lupa akan pelajaran-pelajaran kebatinan yang telah diterimanya sejak kecil. Oleh rasa iba diri yang menimbulkan pertentangan mencipta kemarahan dan kebenciaan, dia lupa bahwa dia telah melakukan hal yang amat kotor. Dia ingin menarik Tuhan agar berpihak kepadanya untuk dapat membalas Keng Hong! Dia baru akan merasa puas, baru akan menganggap Tuhan Maha Adil kalau Tuhan suka membantunya membunuh Keng Hong! Betapa piciknya pendapatnya yang melahirkan perbuatan setelah dikuasai oleh rasa sayang diri dan iba diri. Perasaan Ke-akuan ini membuat setiap orang ingin agar segala sesuatu di alam mayapada ini, dari yang tampak sampai yang tidak tampak, dari segala setan iblis, dewa malaikat sampai kepada Tuhan, semua bergerak demi kepentingan dan keuntungan Aku.

Berbahagialah manusia yang dapat mengenal diri pribadi, dapat menunjukkan pandang mata dan mendengarkan telinga ke dalam, bukan selalu keluar. Dapat mengenal isi pikiran dan melihat betapa pikiran selalu membayangkan hal-hal lalu yang penuh kenikmatan dan kesenangan sehingga timbul keinginan-keinginan, dapat mendengar suara hati yang terdorong oleh nafsu-nafsu yang timbul dari kenangan dan bayangan, dapat berdiri di atas itu semua tanpa penentangan, tanpa pengekangan paksa, melainkan dengan penguasaan sehingga semua itu akan mencair dan musnah dengan sendirinya, tanpa paksaan, tanpa pertentangan, bergulung menjadi satu ke dalam cahaya Cinta Kasih Murni.

"Yap Cong San, seorang pendekar gagah perkasa seperti engkau, mengapa bersemangat lembek dan lemah!"

Cong San melompat bangun, membalik dan menghadapi Bhe Cui Im dengan mata berapi penuh kebencian dan kemarahan. wanita yang amat cantik jelita, yang berpakaian mewah dan indah, pakaian yang ketat membungkus tubuh yang mempunyai lekuk-lengkung yang menggairahkan, yang menghamburkan bau harum dari seluruh rambut dan pakaiannya, tersenyum-senyum manis memandangnya. Namun, bagi Cong San, kecantikan itu menyembunyikan bayangan iblis yang mengerikan.

"Iblis betina!" ia membentak dan cepat dia telah mencabut sepasang Im-yang-pit di tangannya, langsung menubruk dan meyerang ke depan, mengirim totokan-totokan maut secara bertubi-tubi.

Namun sambil tersenyum simpul dan dengan gerakan yang indah, Cui Im dapat menghindarkan diri dengan amat mudah sehingga semua totokan itu mengenai angin saja.

"Cong San, betapa bodohnya engkau. Kalau engkau melawan aku, engkau takkan menang dan betapa mudah bagiku membunuhmu. Akan tetapi aku tidak akan membunuhmu dan engkau pun tidak boleh menyerangku. Aku butuh engkau, dan engkau pun butuh aku, Cong San."

Dalam keadaan seperti itu, Cong San tak mampu berpikir panjang, maka ucapan ini dia hubungkan dengan sifat mata keranjang dan gila laki-laki dari iblis betina ini. Kemarahannya memuncak dan dia menerjang lagi lebih nekat!

"Plak-plak...... Cusss!" Dua batang pit itu bertemu dengan telapak tangan Cui Im. Cong San merasa seolah-olah dua batang senjatanya berikut tenaga sinkangnya amblas ke dalam benda lunak dan kehilangan tenaganya, kemudian sebuah totokan jari tangan yang halus runcing menyentuh pundak, membuat dia terguling dan seluruh tubuh atasnya menjadi lumpuh. Namun dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya, berhasil membuyarkan pengaruh totokan, melompat berdiri dan siap menerjang lagi.

"Cong San, aku tahu engkau gagah dan tidak takut mati. Akan tetapi, tidak sayangkah engkau mati di tanganku sebelum engkau mampu membunuh Keng Hong yang telah menghancurkan kebahagiaanmu?"

Cong San tertegun. Dia tidak ingin mati sebelum sempat membalas Keng Hong! Akan tetapi dia pun tidak sudi menyerah terhadap iblis betina ini, maka dia menghardik, "Urusanku dengan dia tidak ada sangkut pautnya denganmu!"

Cui Im tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang putih rata seperti mutiara. "Tidak ada sangkut pautnya, akan tetapi kita senasib! Keng Hong telah menghancurkan kebahagiaanmu, juga dia telah menghancurkan kebahagiaanku. Engkau mendendam dan hendak membunuhnya, aku pun demikian. Engkau tidak berhasil, aku pun demikian, karena dia memang amat lihai. Karena itu, mengapa kita saling serang sendiri? Tadi kukatakan bahwa kita saling membutuhkan. Kalau kita bekerja sama menghadapi laki-laki mata keranjang itu, tentu kita akan berhasil membalas dendam."

Cong San meragu, menunduk. Dia tahu bahwa wanita di depannya ini, yang jahat dan keji seperti iblis, memiliki ilmu kepandaian amat tinggi, bahkan wanita ini adalah sumoi dari Keng Hong. Wanita inilah satu-satunya orang yang ikut mempelajari kitab-kitab rahasia peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dan tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkat Keng Hong!

"Bhe Cui Im, engkau tahu bahwa aku tidak sudi bersahabat denganmu, bahwa aku tidak sudi menyerah dan tunduk kepadamu. Akan tetapi, mengenai urusan Cia Keng Hong, kalau engkau ada usul menghadapinya, katakanlah agar dapat kupertimbangkan."

Cui Im merasa girang sekali. Dia pun sudah mengenal watak pemuda ini dan dia tahu bahwa kecantikannya, rayuannya sebagai wanita tidak mungkin dapat menggugurkan batin Cong San. Satu-satunya jalan untuk menarik pemuda ini bekerja sama dengannya hanyalah memanfaatkan api cemburu yang sedang berkobar di dadanya.

"Yap Cong San, kita bekerja sama untuk menghancurkan musuh kita, bukan untuk bersahabat. Engkau tetap bebas, hanya kita rencanakan bersama untuk memancing Keng Hong dan membunuhnya. Dia merusak hidupku, dan dia juga mempermainkan isterimu secara tidak tahu malu, seolah-olah isterimu dianggapnya seorang pelacur......."

"Tutup mulutmu! Aku melarang engkau menyebut-nyebut isteriku!" Sepasang pit di tangan Cong San menggigil dan diam-diam Cui Im tersenyum mengejek karena dia tahu bahwa kata-katanya yang disengaja tadi telah berhasil baik membakar hati Cong San.

"Maaf, aku bukan bermaksud menghina. Dengarlah, aku kini tinggal di Sun-ke-bun, mengumpulkan kekuatan untuk melawan Keng Hong. marilah kau ikut bersamaku ke sana dan kita rundingkan rencana menghukum si mata keranjang itu bersama guruku, Go-bi Thai-houw. Dengan tenaga kita bertiga, ditambah pembantu-pembantuku yang cukup banyak, aku percaya akhirnya Keng Hong akan mampus di tangan kita."

Terjadi perang batin di dalam hati Cong San. Kalau saja racun cemburu tidak sedemikian hebatnya membakar seluruh dirinya, membuat setiap bulu di tubuhnya, setiap helai rambut di kepalanya, membenci dan bernafsu membunuh Keng Hong tentu dia tidak akan sudi bersekutu dengan Cui Im dan antek-anteknya.

"Baik! Akan tetapi ingat, kerja sama antara kita hanya untuk membunuh Cia Keng Hong, setelah itu, kita bersimpang dan mungkin kelah kita akan saling berhadapan sebagai musuh!"

Kembali wanita cantik itu tersenyum manis. "Urusan besar di depan mata masih belum beres, mengapa memikirkan masa depan yang tiada ketentuan? Biarlah kita kini bekerja sama untuk menghadapi Keng Hong dan Biauw Eng yang lihai, urusan kelak...... bagaiman nanti sajalah."

"Aku hanya membantumu menghadapi nyawa Keng Hong, tidak mau membantumu menghadapi Biauw Eng!"

Cui Im mengangguk. "Baiklah, kita tinggalkan Biauw Eng di luar. Betapapun juga, dia adalah sumoiku sendiri. Marilah kita berangkat."

Biarpun di sudut hatinya terdapat perasaan memberontak dan mencela perbuatannya sendiri yang mau bersekutu dengan seorang iblis betina seperti Cui Im, namun Cong San menghibur diri bahwa perbuatannya ini hanya dia lakukan karena semata-mata demi terlaksananya dendam di hatinya, khusus untuk menghadapi Keng Hong. Setelah itu, hemmm........... siapa tahu, mungkin dia akan melawan Cui Im! yang penting, Cia Keng Hong, laki-laki palsu, mata keranjang, berakhlak bejat itu, yang telah menghancurkan kebahagiaan rumah tangganya, harus dibunuh lebih dulu!

Dengan wajah murung dan mulut selalu tertutup, tak pernah mengeluarkan kata-kata kalau tidak perlu sekali, Cong San melakukan perjalanan bersama Bhe Cui Im yang cantik jelita dan yang terlalu cerdik untuk menutupi berahi yang selalu menyelubunginya sehingga tidak satu kalipun dia mencoba-coba untuk merayu Cong San sungguhpun kesempatan untuk itu banyak sekali. Tidak, Bhe Cui Im adalah seorang wanita yang sudah matang, penuh pengalaman dan cerdik luar biasa. Kalau mengingat kepandaian Cong San, murid Siauw-lim-pai ini tidak akan dapat menolong banyak kepadanya dalam menghadapi Keng Hong. Akan tetapi, bukan tingkat kepandaian Cong San yang ia butuhkan dan diam-diam otaknya sudah bekerja untuk menggunakan orang muda ini dalam siasatnya menjebak Keng Hong.

***

Tanpa mengenal lelah Yan Cu melakukan perjalanan mencari suaminya. Hatinya agak terhibur setelah ia pergi ke Siauw-lim-pai dan mendapat kenyataan bahwa puteranya, Kun Liong, ternyata berada di kuil itu! Cong San telah menitipkan putera mereka itu di kuil Siauw-lim-pai sebelum berangkat pergi mencari Keng Hong untuk dibunuhnya.

Mendengar penuturan Yan Cu tentang keadaan Cong San, Thian Kek Hwesio menganggap urusan itu gawat sekali, maka dia tidak melarang ketika Yan Cu mohon pergi menghadap Tiong Peh Hosiang. Kakek itu bekas ketua Siauw-lim-pai ini hanya menarik napas panjang, kemudian dengan singkat berkata,

"Omotohud, agaknya sudah nasib dan karma pinceng harus terseret-seret urusan dunia. Pergilah engkau lebih dulu, pinceng akan menyusul."

Menerima kesanggupan kakek itu, agak besarlah hati Yan Cu, maka dia lalu pergi mencari suaminya. Dia mempunyai dugaan pula bahwa yang menimbulkan kehancuran rumah tangganya tentulah Bhe Cui Im, si iblis betina itu, seperti yang telah ia dengar dari Keng Hong pula. Teringatlah ia akan semua pengalamannya pada hari pernikahannya di puncak Cin-ling-san ketika Bhe Cui Im muncul bersama Go-bi Thai-houw dan Mo-kiam Siauw-ong. Hemmm, Mo-kiam Siauw-ong! Terkenal sebagai raja kaum bajak sungai di lembah Fen-ho, murid Thian-te Sam-lo-mo. Agaknya dia akan bisa mendapatkan petunjuk tentang di mana adanya Cui Im kalau dia dapat bertemu dengan Mo-kiam Siauw-ong. Kalau dia tidak dapat menyusul suaminya, dia akan mencari Bhe Cui Im dan akan mengadu nyawa dengan iblis betina yang telah menghancurkan kebahagiaan rumah tangganya itu!

Keputusan hati yang nekat ini membuat Yan Cu melakukan perjalanan tanpa mengenal lelah dan beberapa pekan kemudian ia telah tiba di daerah lembah Sungai Fen-ho. Ketika ia bertanya-tanya kepada para nelayan dengan muda ia mendengar keterangan bahwa Mo-kiam Siauw-ong yang dicarinya itu kini telah menjadi seorang berpangkat dan berpengaruh, yaitu menjadi putera mantu Coa-taijin, kepala daerah kota Sun-ke-bun di lembah Fen-ho! Mendengar ini, Yan Cu cepat menuju ke kota Fen-ho.

Tidak sukar baginya untuk mencari rumah kepala daerah, di mana tinggal pula bekas raja bajak yang dicarinya. Tentu saja di depan pintu gerbang gedung pembesar itu ia dilarang masuk oleh para pengawal. yan Cu yang karena kedukaan dan kemarahannya sudah nekat, lalu berkata nyaring,

"Kalau aku tidak boleh masuk, hayo suruh bajak Mo-kiam Siauw-ong lekas keluar menemuiku! Kalau dia tidak mau keluar, terpaksa aku akan memaksa masuk!"

Seorang pengawal cepat berlari masuk untuk melapor. Pada saat itu, Mo-kiam Siauw-ong, Bhe Cui Im, go-bi Thai-houw yang bersikap tak acuh, sedang berunding dengan Yap Cong San yang sudah beberapa hari tinggal di situ pula. Dapat dibayangkan betapa kaget hati Cong San mendengar laporan pengawal bahwa di luar telah muncul isterinya! Agaknya isterinya dapat tahu bahwa dia berada di situ. Dia enggan bertemu dengan isterinya, sungguhpun jantungnya berdebar tegang dan penuh dengan kerinduan yang luar biasa!

"Bagus sekali kalau dia datang, memang kita membutuhkan dia!" Cui Im berkata, mencegah Mo-kiam Siauw-ong yang sudah bangkit. "Engkau bukan lawannya, biar aku menangkapnya."

Tiba-tiba Yap Cong San meloncat berdiri, mukanya pucat. "Bhe Cui Im! Apa yang akan kau lakukan ini? Aku melarang siapapun juga mengganggu isteriku!"

Cui Im tersenyum memandang orang muda itu. "Aku kagum kepadamu, Cong San. Setelah semua yang diperbuatnya terhadapmu, engkau masih membelanya dan mencintanya! Aku tahu akan perasaanmu itu, Cong San, maka harap kau jangan salah sangka. Aku tidak akan mengganggunya, hanya menangkapnya untuk memancing munculnya Cia Keng Hong. Kalau dia mendengar bahwa kekasihnya yang tercinta kutangkap, tentu dia akan muncul ke sini!"

Sebutan "kekasihnya yang tercinta" yang sengaja dikeluarkan oleh mulut Cui Im itu berhasil membakar lagi hati Cong San. Dia mengangguk dan berkata,

"Jangan lukai dia, dan perlakukan dengan baik. Jangan sampai dia tahu aku berada di sini."

Cui Im mengangguk dan melirik ke arah gurunya. "Aku tahu dan jangan khawatir, Cong San. Akan tetapi, isterimu itu bukanlah seorang yang lemah. Untuk menangkap tanpa melukainya, aku harus mendapatkan bantuan Subo. Subo, harapa bantu teecu menangkap Yan Cu."

Go-bi Thai-houw terkekeh. "heh-heh-heh, apa sih sukarnya menangkap bocah itu?" Akan tetapi ia bangkit juga dan mengikuti Cui Im keluar dari dalam gedung.

Dengan muka agak pucat Cong San lalu meloncat bangun, berindap keluar untuk mengintai betapa isterinya ditangkap, siap untuk membela isterinya yang betapapun juga amat dicintanya itu kalau-kalau akan terancam keselamatannya di bawah tangan Cui Im yang dia tahu amat kejam.

Sementara itu, Yan Cu yang menanti di luar, mengharapkan keluarnya Mo-kiam Siauw-ong agar dia dapat bertanya tentang tempat tinggal Bhe Cui Im. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia menyaksikan berkelebatnya dua bayangan orang dan tahu-tahu Bhe Cui Im sendiri bersama Go-bi Thai-houw telah berdiri di depannya!

"Kau...... kau iblis betina.........!" Yan Cu berseru, matanya memandang penuh kebencian. Biarpun dia belum mempunyai bukti bahwa wanita inilah yang mencelakakannya, namun begitu bertemu saja sudah bangkit kembali kebenciannya. Tanpa bukti, tentu saja dia tidak dapat menuduhnya begitu saja.

"Hi-hi-hik, engkau isteri yang tidak setia! Apakah kau datang untuk mencari kekasihmu Cia Keng Hong?"

Muka Yan Cu menjadi merah sekali, matanya terbelalak dan kalau tadinya ia masih ragu-ragu untuk menuduh karena tidak ada bukti, ucapan Cui Im itu meyakinkan hatinya bahwa iblis inilah yang mengaturnya. Saking marahnya sampai sukar ia mengeluarkan suara. Pula, di tempat ramai itu, perlu apa dia bicara tentang kehancuran rumah tangganya itu? Hanya akan menimbulkan aib dan malu saja! Maka Yan Cu cepat mencabut pedangnya dan menerjang Cui Im sambil membentak,

"Tutup mulutmu yang kotor, iblis bentina!"

Cui Im mengelak sambil mengebutkan ujung lengan bajunya, tertawa mengejek menghindarkan bacokan dan tusukan pedang yang bertubi-tubi. Dibandingkan dengan tingkat kepandaian Yan Cu, tentu saja Cui Im menang jauh sekali. Kalau dia menghendaki, dalam waktu belasan jurus saja dia tentu sanggup merobohkan Yan Cu. Akan tetapi, merobohkan tanpa melukainya bukanlah hal mudah, dan Cui Im yang cerdik dan dapat menduga bahawa Cong San tentu mengintai, tadi sengaja menyebut-nyebut nama Keng Hong utuk memanaskan hati Con San, namun ia tetap tidak berani untuk melukai Yan Cu karena hal ini akan merugikan saja, akan membuat ia kehilangan bantuan Cong San yang amat dia butuhkan.

"Subo, harap bantu teecu!" Cui Im sambil melompat jauh ke belakang berseru, Yan Cu yang menjadi marah dan penasaran cepat mengejar ke depan.

Sinar merah menyilaukan matanya. Cepat Yan Cu menangkis dengan pedangnya ke arah sinar merah yang menyambar dari kanannya itu. ia menahan teriakan ketika pedangnya bertemu benda lunak halus dan ternyata itu adalah ujung kebutan merah di tangan Go-bi Thai-houw yang terus membelit pedang. Yan Cu mengerahkan tenaga untuk menarik kembali pedangnya, namun sia-sia belaka. Dengan kebencian meluap Yan Cu menggerakan tangan kirinya meluncur ke depan, dua buah jari tangannya menusuk ke arah sepasang mata di wajah tua yang terkekeh dan menyeringai menjijikan itu.

***

Membayangkan ini semua, hati Cong San makin panas dan berkuranglah rasa kasihan di hatinya terhadap Yan Cu. Biarlah Cui Im mempergunakannya sebagai umpan untuk memancing datang Cia Keng Hong, pikirnya. Asalkan Yan Cu tidak dihina, tidak disiksa, karena kalau hal itu terjadi, tentu dia akan membelanya dengan taruhan nyawa. Betapapun jahatnya Yan Cu dalam pertimbangannya, tidaklah sejahat dan sekeji Cui Im si iblis betina!

Yan Cu ditahan dalam sebuah kamar yang cukup indah dan bersih. Kedua tangan dan kakinya terbelenggu, akan tetapi memakai rantai panjang sehingga wanita ini dapat bergerak leluasa, dapat makan dan tidur, akan tetapi tentu saja tidak leluasa bergerak untuk berkelahi! Jendela dan pintunya dari besi, memakai ruji besi yang kuat dan di luar jendela serta pintu terjaga ketat oleh pasukan pengawal. Cui Im menepati janjinya. Yan Cu diperlakukan baik tidak pernah diganggu dan mendapatkan makan yang cukup dan mewah. hal ini membuat Cong San berterima kasih dan lega hatinya, menambahkan kepercayaannya bahwa tidak terkandung niat buruk dalam hati Cui Im terhadap Yan Cu, melainkan semata-mata iblis betina itu mengajaknya bersekutu untuk menjatuhkan Keng Hong yang mereka benci bersama. Karena perlakuan Cui Im terhadap Yan Cu inilah yang membuat Cong San penurut dan dia menyetujui siasat perangkap yang dipasang oleh Cui Im apabila Keng Hong datang ke tempat itu, terpancing oleh umpan berita tertawannya Yan Cu. Cui Im sengaja menyebar orang-orangnya untuk mengabarkan bahwa Yan Cu tertawan olehnya di Sun-ke-bun!

Berita ini yang disebar itu sampai juga ke telinga Keng Hong dan Biauw Eng yang melakukan perjalanan, membawa puteri mereka. Kedua orang suami isteri pendekar sakti ini tidak merasa heran. Meraka memang telah menaruh dugaan bahwa Cui Im-lah orangnya yang bersembunyi di balik semua peristiwa yang menghancurkan kebahagiaan rumah tangga Cong San dan Yan Cu dan mereka sudah dapat mencari jejak musuh besar itu dan mendengar bahwa iblis betina itu tinggal di Sun-ke-bun bersama Mo-kiam Siauw-ong dan Go-bi Thai-houw. Maka begitu mendengar akan tertangkapnya Yan Cu di tempat itu, mereka tidak merasa heran dan bersicepat menuju ke kota itu. Mereka berhenti di luar kota, menanti sampai malam tiba dan Biauw Eng sambil mengerutkan alisnya dan menidurkan puterinya dalam pondongan berkata,

"Suamiku, kita harus berlaku hati-hati sekali. Aku menduga bahwa semua ini dilakukan oleh Cui Im untuk memancingmu. Semua perbuatannya yang ditujukan kepada Cong San dan Yan Cu kuras hanyalah untuk mencelakakan kita."

"Mengapa kau menduga begitu, isteriku?"

"Cui Im menaruh kebencian besar terhadap kita, terutama terhadapmu. Adapun Cong San dan Yan Cu sesungguhnya hanya terbawa-bawa saja karena mereka adalah sekutu kita dahulu. Mereka telah gagal menyerang kita ketika perayaan pernikahan kita, dan agaknya untuk mengganggu kita di Cing-ling-san, mereka tidak berani. Maka Cui Im dan sekutunya lalu menggunakan siasat, menghancurkan Cong San dan Yan Cu untuk memancing kita datang."

"Aku tidak takut!" Keng Hong berkata penuh geram mengingat akan kekejaman Cui Im yang sudah berkali-kali mencelakakannya dan masih belum bertobat biarpun telah diampuninya.

"Aku pun tidak takut, akan tetapi kalau malam ini kita menyerbu ke sana, dengan Giok Keng di gendonganku, hemmm...... kurang leluasa juga........."

"Ssttt....... ada orang!" Tubuh Keng Hong sudah mencelat ke belakang setelah dia membisikkan peringatan ini dan dia melayang turun di depan seorang laki-laki yang berdiri di balik pohon. Hanya beberapa detik saja selisihnya, Biauw Eng juga sudah berada di samping suaminya.

"Hemmmm, kau lagi!!" Biauw Eng membentak penuh kemengkalan hati ketika melihat bahwa yang berada di situ bukan lain adalah Yap Cong San. "Apakah kau masih hendak menantang?"

"Sabarlah, lihat, dia terluka." Keng Hong mendekati Cong San yang berdiri menunduk dan tampak darah pada baju orang muda itu di bagian pundak kiri. "Cong San, apakah yang terjadi? Engkau terluka........!"

Cong San tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Lukaku tidak berarti......., akan tetapi harap kalian sudi menolong Yan Cu. Dia tertawan di gedung kepala daerah, aku berusaha menolongnya akan tetapi gagal, malah terluka. Kalau tidak ditolong,celakalah dia malam ini......."

"Hemmm, siapa saja di sana?" tanya Keng Hong.

"Penjagaan amat kuat. Bhe Cui Im, Gobi Thai-houw, Mo-kiam Siauw-ong, beberapa orang kepala bajak yang lihai dan anak buah mereka yang banyak. Hanya kalian berdualah yang akan dapat menolong Yan Cu........, tolonglah........ sekarang juga......."

"Hemmmm, engkau masih ingat kepada isterimu? Setelah kau sakiti hatinya?" Biauw Eng mengejek.

"Tolonglah dia dulu, soal itu nanti kita bicarakan kelak berempat......." Cong San berkata lagi.

"Isteriku dia benar. Yang penting menolong Yan Cu........" kata Keng Hong. "Marilah!"

"Aku...... aku terluka, biarpun tidak berbahaya akan tetapi aku lemah tak dapat membantu........ kulihat kalian membawa anak, berbahaya kalau dibawa menyerbu. Kalau kalian masih ada kepercayaan kepadaku, tinggalkan anak kalian bersamaku, aku dapat menjaganya. Lebih aman daripada dibawa menyerbu ke tempat berbahaya itu......."

"Tidak!" Biauw Eng membentak. "Lebih baik kulindungi sendiri!"

"Eng-moi. Dia benar. Lebih baik kita titipkan kepada Cong San sementara kita menyerbu dan menolong Yan Cu."

"Aihhh! kau masih menaruh kepercayaan kepada orang ini yang hendak membunuhmu?"

"Jangan bicara begitu, Eng-moi. Kita tahu dan yakin, Cong San bukan orang jahat. Dia tentu akan melindungi Giok Keng dengan nyawanya. Serahkanlah, daripada anak kita terancam bahaya hebat kalau kita bawa menyerbu ke sana. engkau masih ingat akan kelihaian Go-bi Thai-houw, dan Cui Im tak boleh dipandang ringan pula."

Dengan alis berkerut Biauw Eng menyerahkan Giok Keng kepada Cong San sambil berkata, "Nah, terimalah dan jaga baik-baik. Awas, Yap Cong San, sedikit saja kau menggangu anakku, aku Sie Biauw Eng akan mencarimu biar sampai ke neraka sekalipun!"

"Eng-moi, jangan menuruti perasaan marah. Hayo kita cepat menolong Yan Cu. Cong san, kaujaga anak kami dan tunggu di sini!" Keng Hong lalu melompat dan diikuti oleh isterinya.

Sejenak Cong San bengong terlongong memandang anak perempuan mungil yang tidur pulas digendongnya itu. Ia menarik napas panjang dan mencium dahi anak itu. "Anak baik, kasihan engkau....... mempunyai ayah macam itu. Aku bersumpah akan melindungimu dan takkan membiarkan siapapun mengganggumu. Aku hanya benci kepada ayahmu dan maafkanlah, anak baik, aku terpaksa melakukan ini demi dendamku kepada ayahmu!" Setelah menengok ke kanan kiri, Cong San meloncat dan lenyap ke dalam kegelapan yang menyelubungi bumi.

Keng Hong dan isterinya mempergunakan ilmu kepandaian yang tinggi, melompati tembok kota dan langsung pergi mencari gedung besar tempat tinggal kepala daerrah. Sambil berloncatan cepat seperti dua ekor burung raksasa, Biauw Eng mencela suaminya. "Aku khawatir sekali. Orang yang sudah gila cemburu seperti dia itu, sukar untuk dapat dipercaya sepenuhnya dan kita telah menyerahkan anak kita ke tangannya!"

"Ahhhh, tidak melihatkan engkau betapa dia masih mencintai Yan Cu dan berusaha menolong isterinya sampai terluka Tidak aneh, mana dia mampu menandingi Cui Im dan kaki tangannya? Pula, andaikata dia gila oleh cemburu, tentu kepadakulah ditujukan dendam dan kebenciannya. Tidak mungkin dia menggangu Giok Keng."

Biarpun hatinya masih gelisah, akan tetapi kecurigaan Biauw Eng berkurang karena dia dapat membenarkan pendapat suaminya itu. Dengan hati-hati mereka lalu meloncat ke atas genteng rumah-rumah penduduk, melanjukan penyelidikan mereka ke gedung kepala daerah melalui jalan atas.

hati suami isteri perkasa ini makin curiga karena ternyata dengan mudah saja mereka tiba di atas gedung kepala daerah tanpa menghadapi perlawanan dan serangan penjaga. Keadaan sunyi saja seolah-olah para pengawal ditiadakan malam itu! Ketika mereka tiba di atas sebuah ruangan belakang yang luas dan mengintai, tahulah mereka bahwa Cui Im memang telah siap menanti kedatangan mereka! Mereka melihat Cui Im, Mo-kaim Siauw-ong dan Go-bi Thai-houw bersama lima orang laki-laki tinggi besar yang agaknya adalah teman-teman Mo-kaim Siauw-ong dari kalangan bajak, sedang duduk di ruangan luas itu menghadapi meja hidangan, makan minum sambil bercakap-cakap. Tiba-tiba percakapan dihentikan, dan terdengarlah suara Cui Im melengking nyaring,

"Keng Hong dan Biauw Eng, kalian sudah datang! Hi-hi-hi, jangan harap kalian akan dapat membebaskan Yan Cu sebelum kalian mengalahkan kami!"

"Cui Im manusia jahat, sekali ini aku tidak akan mengingat hubungan antara kita lagi!" Jawaban Keng Hong ini disusul melayangnya dua tubuh yang ringan dan gesit dari atas, meluncur memasuki ruangan yang luas itu.

"Wir-wir-wirrr!!" Dari empat penjuru ruangan itu menyambar anak panah beracun ke arah tubuh Keng Hong dan Biauw Eng, tiga puluh dua batang banyaknya, delapan batang dari setiap penjuru yang dilepas oleh empat sekali dua batang. Keng Hong yang lebih dulu turun, menggerakkan kedua tangannya sedangkan Biauw Eng yang turun beberapa detik berikutnya telah menggerakkan sabuk sutera putih. Dalam beberapa detik saja, Keng Hong telah berhasil mencengkeram enam belas batang anak panah, sedangkan ujung sabuk sutera isterinya juga telah membelit enam belas batang. Keng Hong berseru nyaring, empat kali tangannya bergerak dengan tubuh berputar ke empat penjuru. Terdengar jerit-jerit mengerikan dan dari atas tiang melintang di empat penjuru ruangan itu, jatuhlah enam belas orang pemanah yang dadanya termakan anak panah mereka sendiri. Tubuh mereka berkelojotan sebentar tak bergerak lagi.

Biauw eng memutar sabuk suteranya di atas kepala sambil tersenyum mengejek memandang ke arah Cui Im yang mengangkat kedua alisnya dengan marah, kemudian wanita muda yang jelita ini berseru, "Bhe Cui Im, terimalah sambutanmu sendiri!"

Sabuk sutera itu mengeluarkan suara bersiut dan enam belas batang anak panah itu meluncur seperti kilat menyambar ke arah meja di mana duduk Cui Im, Go-bi Thai-houw, Mo-kiam Siauw-ong dan lima orang pembantunya terkejut dan cepat melempar diri ke belakang, terjungkal bersama kursi mereka dalam pengelakan yang tergesa-gesa dan kaget, akan tetapi Cui Im mengangkat sumputnya menangkisi anak-anak panah itu, sedangkan Go-bi Thai-houw menggunakan mulutnya yang peot meniupi anak-anak panah itu sehingga menyeleweng dan tidak mengenai tubuhnya!

"Hi-hi-hik, Biauw Eng, engkau masih suka membela suamimu yang telah mengkhianati pernikahanmu? Suamimu datang untuk menolong kekasihnya, apa kau tidak tahu? Suamimu, laki-laki mata keranjang gila wanita ini, mencinta Yan Cu, apa kau berpura-pura tidak tahu?"

"Cui Im, tidak perlu banyak cakap lagi. Kami tahu siapa engkau dan dapat menduga apa yang telah kau lakukan terhadap Cong San dan Yan Cu. Kami datang untuk membasmi kau dan kaki tanganmu, dan sekali ini kami tidak mau bekerja kepalang tanggung!" Jawab Biauw Eng.

"Cui Im, sekali ini aku tidak akan sudi mengampunimu lagi!" kata pula Keng Hong.

"Eh, eh, eh, laki-laki tampan, apa kau lupa betapa kita bersama menikmati malam itu? Apa kau lupa bahwa akulah gurumu dalam soal asmara? hemmmm, jantungku masih berdebar dan semua bulu di tubuhku masih meremang karena berahi kalau kuingat malam kita dahulu itu. Engkau pun cinta kepadaku, cinta tubuhku, mana engkau akan tega membunuhku?"

"Cui Im, perempuan tak tahu malu! majulah menerima kematian!" Keng Hong berteriak marah sekali, mukanya menjadi merah karena dia diingatkan akan pengalamannya yang amat memalukan dahulu.

Cui Im memberi isyarat kepada Mo-kiam Siauw-ong. Mantu kepala daerah ini lalu mengangguk kepada lima orang pembantunya yang cepat meloncat bangun sambil mengeluarkan tanda dengan suitan. Dari kanan kiri muncullah dua puluh orang dari empat penjuru yang segera bergerak dengan teratur di bawah pimpinan lima orang itu, mengurung Keng Hong dan Biauw Eng dengan membentuk sebuah lingkaran luas dalam jarak enam meter dari kedua orang suami isteri sakti itu. Keng Hong dan Biauw Eng menggerakan kaki, berdiri mengadu punggung, bersikap tenang, bahkan Biauw Eng yang sudah memegang sabuk sutera putih di tangannya itu memandang kepada Cui Im sambil tersenyum mengejek, seolah-olah mentertawakan bekas sucinya itu yang menggunakan orang-orang yang dipandangnya rendah dan tiada gunanya itu. Keng Hong juga bersikap tenang, masih belum mencabut pedang Siang-bhok-kiam karena kalau hanya menghadapi pengurungan dua puluh lima orang itu saja, apalagi dia dibantu isterinya, kiranya tidak perlu mengeluarkan pedang pusakanya itu.

Lima orang itu memberi isyarat dengan tangan kepada dua puluh orang anak buah mereka yang berjalan mengitari Keng Hong dan isterinya. Tiba-tiba tampak sinar hitam menggelapkan cahaya lampu yang menerangi ruangan itu dan ternyata dua puluh lima orang itu kini semua telah mencabut sebatang cambuk hitam yang panjangnya tidak kurang dari lima meter! Tahulah Keng Hong dan Biauw Eng bahwa para pengeroyok itu hendak menyerang mereka dari jarak jauh, mengandalkan senjata mereka yang panjang. Diam-diam suami isteri ini tertawa. Betapa tololnya Cui Im! Biarpun kelihatannya cerdik, mengeroyok dari jarak jauh, dua puluh lima orang ini akan dapat berbuat apakah terhadap mereka? Dengan sikap tenang dan pandang mata mentertawakan, Keng Hong dan Biauw Eng tetap berdiri tanpa bergerak, bahkan kini Baiuw Eng dengan muka membayangkan kesebalan, menyelipkan sabuk suteranya di pinggang, seolah-olah ia hendak menunjukan kepada Cui Im bahwa dia tidak perlu lagi menggunakan senjata menghadapi ancaman dua puluh lima orang pengeroyok itu.

Serangan itu tiba-tiba seperti telah disangka oleh suami isteri ini. Didahului oleh ledakan-ledakan seperti suara halilintar menyambung-nyambung, lalu tampak sinar hitam meluncur dari sekeliling tubuh mereka, datanglah serangan ujung cambuk bertubi-tubi ke arah tubuh mereka.

Sikap Keng Hong dan Biauw Eng masih tenang, namun kedua tangan mereka sudah bergerak menyambut dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata. Tiba-tiba tampak cahaya putih bergulung di depan Biauw Eng, sedangkan Keng Hong menggerakan kedua tangan seperti seorang kanak-kanak menangkapi kupu-kupu dan...... sekian banyak cambuk itu sebagian tergulung oleh sabuk sutera Biauw Eng, dan sebagian besar lagi ujungnya sudah tergenggam di kedua tangan Keng Hong. hampir berbareng suami isteri ini membuat gerakan, gerakan yang berbeda, bahkan berlawanan karena kalau Biauw Eng menarik sabuk suteranya dengan pengerahan tenaga, sebaliknya Keng Hong melepaskan ujung-ujung sabuk yang menegang karena ditarik oleh pihak pengeroyok. Akan tetapi akibatnya hebat sekali. Mereka yang cambuknya tertarik oleh Biauw Eng, ada yang sampai terguling-guling dan terseret, ada yang putus cambuknya dan ada yang terpaksa melepaskan gagang cambuk karena kulit tangan mereka terkupas! Adapun mereka yang ujung cambuknya dilepas oleh Keng Hong, ada yang mengelak dari sambaran cambuk sendiri sampai jatuh bangu, akan tetapi ada pula yang terpukul cambuk sendiri pada mukanya sehingga kehilangan bukit hidung atau daun telinga. Teriakan-teriakan kesakitan terdengar dan tentu saja pengepungan dua puluh lima orang itu menjadi kacau-balau.

"Bhe Cui Im, majulah sendiri! Apa gunanya memaksa tikus-tikus tiada guna ini?" Biauw Eng berseru mengejek.

***

lanjut ke Jilid 099-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar