Rabu, 19 Februari 2014

Petualang Asmara 66

Petualang Asmara Jilid 066

<--kembali

Tentu saja Go-bi Sin-kouw terkejut mendengar nama ini dan dia memandang dengan penuh perhatian dan juga keheranan. Perempuan gendut ini pewaris Go-bi Thai-houw, yang kabarnya amat lihai itu? Betapapun juga, dia tidak berani sembarangan dan balas menegur “Mengapa kau menuduh aku bertindak sembarangan?”

“Mengapa kau hendak membunuh orang ini?” Kim Seng Siocia menudingkan telunjuknya yang besar ke arah Kun Liong.

“Hemm, dia telah membujuk muridku melarikan diri. Karena itu, dia harus mampus!”

“Enak saja bicara! Apakah muridmu dia itu?” Dia menuding ke arah Hong Ing.

“Benar.”

“Kalau begitu, kau ngawur! Laki-laki ini adalah suamiku dan dia lari karena terbujuk oleh Pek Hong Ing muridmu itu. Jadi sebetulnya, Pek Hong Ing itulah yang harus kubunuh dan aku datang untuk mengambil pulang suamiku.”

Go-bi Sin-kouw makin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya, memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya untuk memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan. Yaitu mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!

“Mau membunuh muridku? Akan kulihat dulu sampai di mana kemampuan!” Go-bi Sin-kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar hitam yang berkelebat cepat sekali.

“Wuuuutttt... taarrr!”

Tongkat itu tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing. Mereka saling pandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian memperebutkan kebenaran.

“Harap. Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!” Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan suara penuh wibawa.

Dua orang wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong, Betapapun juga, laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah menimbulkan segan di hati orang.

“Mengapa Ji-wi harus saling serang? Ada jalan yang amat mudah dan baik. Nona ini datang untuk minta kembali suaminya, pemuda gundul itu, dan Sin-kouw juga menuntut agar muridnya, Nona Pek Hong Ing kembali bersama dia. Nah, ada urusan apa lagi? Biarlah pemuda gundul itu pergi bersama Kim Seng Siocia, sebaliknya Nona Pek Hong Ing ikut bersama gurunya, bukankah beres sudah dan tidak perlu timbul pertandingan yang tiada gunanya?”

Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saling pandang kemudian keduanya mengangguk-angguk. Memang tidak ada perlunya mereka harus bertanding, pula memang di dalam hati masing-masing telah timbul perasaan jerih. Go-bi Sin-kouw maklum akan kelihaian wanita gendut itu, dan sebaliknya, Kim Seng Siocia juga maklum bahwa agaknya Go-bi Sin-kouw dibantu oleh Pangeran dan tentara kerajaan sehingga amatlah berbahaya kalau sampai dia bentrok dengan mereka.

“Hi-hi-hik, memang tepat sekali! Go-bi Sin-kouw, kita adalah tetangga, perlu apa mesti saling bermusuhan? Aku tidak membutuhkan muridmu, hanya menginginkan kembalinya suamiku.”

Hong Ing terbelalak. Hampir dia tidak dapat percaya. Yang dilihatnya tadi terlalu aneh. Gurunya dan Kim Seng Siocia, kedua orang yang sakti itu, terguling oleh gempuran Kun Liong hanya dalam segebrakan saja?

“Hong Ing, kau larilah...!” Kun Liong cepat berkata, sambil menyambar lengan dara itu dan ditariknya Hong Ing yang tadi berlutut itu sehingga berdiri.

Hong Ing masih bengong memandang kepadanya, lalu dara itu menggeleng kepala.

“Aku pergi dan kau...?”

“Wuuutt... tar-tarr...!”

Kun Liong mendorong tubuh Hong Ing sehingga dara ini terguling, sedangkan dia sendiri cepat meloncat ke samping menghindarkan diri dari sambaran cambuk di tangan Kim Seng Siocia. Namun ujung cambuk itu terus membalik dan mengejarnya ke manapun juga dia bergerak. Kun Liong menjadi repot juga dan tiba-tiba dia mengelak sambil melempar tubuh ke atas tanah ketika cambuk itu kembali menyambar. Sambil berguling dia genggam tanah bercampur pasir di tangannya, kemudian terus bergulingan mendekati Kim Seng Siocia. Ketika dia melirik dan melihat Go-bi Sin-kouw kembali sudah menghampiri Hong Ing yang kelihatan gentar dan tidak berani melawan, tiba-tiba Kun Liong memekik keras sekali, mengejutkan hati semua orang, kedua tangannya bergerak ketika tubuhnya mencelat ke atas dan... batu bercampur pasir meluncur ke arah Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw!

“Hayaaa...!” Kim Seng Siocia berseru dan cepat memutar cambuk memukul sinar itu. Juga Go-bi Sin-kouw terkejut menarik kembali tangannya yang tadi hendak memegang lengan muridnya dan dia dapat meloncat dan berjungkir balik menghindarkan diri dari sambaran sinar kehitaman itu. Mereka telah dapat menghindarkan diri dari sambaran tanah, akan tetapi debu masih mengebul, membuat mereka cepat mundur karena mengira babwa Kun Liong telah melepaskan benda mengandung racun. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Liong untuk mendekati Hong Ing dan dia berbisik,

“Pergilah. Aku dapat melawan mereka.”

“Mana mungkin?” Hong Ing berbisik dengan wajah penuh putus asa, “Kita sudah terkepung oleh tentara dan anak buah Kim Seng Siocia...”

“Pakai akal! Menyelinap di antara pasukan... yang lihai hanya mereka berdua...”

“Siuuuttt... tar-tar-tar...!” Kun Liong terkejut karena dia sedang mendorong tubuh Hong Ing ke arah pasukan tentara yang mengepung sehingga kurang cepat dia mengelak dan sambaran ke tiga dari cambuk itu telah mengenai pundaknya. Bajunya di bagian pundak itu robek dan sedikit kulit pundaknya tergigit robek oleh piauw yang diikat di ujung cambuk sehingga berdarah.

“Wirrr...!” Tongkat di tangan Go-bi Sin-kouw menyambar dan Kun Liong cepat meloncat ke kanan, mengelak. Di lain saat dia telah dikeroyok oleh dua orang wanita lihai itu sehingga dia harus berloncatan ke sana-sini untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi hatinya lega karena Hong Ing telah menurut permintaannya. Dara itu telah lenyap dan menyelinap di antara pasukan sehingga terjadilah kekacauan di antara pasukan yang berusaha menangkap dara itu. Namun bagi Hong Ing, mereka itu adalah makanan lunak sehingga dia dapat bergerak leluasa meloncat ke sana-sini dan keributan yang terjadi di sekelilingnya membuat gurunya dan juga Kim Seng Siocia tidak mungkin menghampirinya, apalagi karena dua orang wanita lihai itu sedang sibuk mengeroyok Kun Liong yang terlalu gesit bagi mereka.

Pangeran Han Wi Ong yang khawatir kehilangan calon isterinya yang dicintainya, cepat lari dan mengejar Hong Ing sambil mengerahkan para pengawalnya dan berkali-kali dia berteriak agar anak buahnya jangan melukai dara itu. Sementara itu, anak buah Kim Seng Siocia yang dipimpin oleh Acui dan Amoi, juga Marcus, sudah mengurung tempat itu dan melihat betapa Kim Seng Siocia sudah bertanding melawan Kun Liong, tanpa diperintah lagi mercka sudah maju, terutama sekali Acui dan Amoi yang merupakan bantuan berharga bagi Kim Seng Siocia.

Kun Liong merasa sibuk bukan main, menghadapi cambuk Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saja dia sudah merasa terancam, apalagi kini muncul Acui dan Amoi, sedangkan puluhan orang dara anak buah Kim Seng Siocia sudah mengepung dengan senjata di tangan. Kalau saja Kun Liong tidak berpendirian bahwa dia tidak akan melukai apalagi membunuh orang, kiranya dia akan dapat lolos dengan mudah sambil merobohkan beberapa orang di antara pengeroyok-pengeroyoknya. Akan tetapi karena dia hanya membela diri dan menyelamatkan diri, maka dia menjadi repot sekali dan beberapa kali dia sudah terkena gebukan tongkat Go-bi Sin-kouw yang membuat nenek itu berteriak kaget dan terbelalak karena setiap gebukannya tidak membuat pemuda gundul itu roboh, bahkan telapak tangannya sendiri terasa nyeri!

Kadang-kadang Kun Liong menoleh ke arah Hong Ing yang tadi menyelinap di antara pasukan pemerintah. Ketika melihat betapa di situ masih kacau tanda bahwa Hong Ing masih berada di antara pasukan pemerintah dan dikeroyok oleh pasukan, Kun Liong menjadi makin khawatir. Mengapa dara itu tidak lekas-lekas melarikan diri? Dia tidak mempedulikan keadaannya sendiri karena dia akan dapat dengah mudah membebaskan diri, akan tetapi dia amat khawatir kalau-kalau Hong Ing tertawan lagi dan dia amat sukar menyelamatkannya, mengingat betapa banyaknya lawan yang dihadapinya.

Maka dia lalu mengambil keputusan untuk mengeluarkan kepandaian dan membuat lawan tidak berdaya lebih dulu agar dia dapat melarikan Hong Ing. Ketika cambuk yang amat berbahaya dari Kim Seng Siocia menyambar lagi, disusul oleh hantaman tongkat oleh Go-bi Sin-kouw dan serangan kilat dengan pedang yang dilakukan oleh Acui dan Amoi, Kun Liong cepat menendang tongkat nenek itu dengan pengerahan tenaganya setelah berhasil mengelak dari sambaran cambuk, memukul jatuh pedang di tangan Acui dan menangkap pergelangan tangan Amoi yang memegang pedang.

“Lepaskan!” Amoi membentak dan menghantamkan tangan kirinya ke arah leher Kun Liong.

“Plak! Plak! Aihhh, lepaskan aku...!” Amoi menjerit-jerit ketika telapak tangan kirinya yang tepat menghantam leher itu melekat tak dapat ditarik kembali, bahkan kini lengan kiri Kun Liong sudah merangkul pinggangnya yang ramping dengan ketat dan gadis itu merasa betapa tenaga sin-kangnya menerobos keluar dihisap oleh tenaga mujijat yang keluar dari leher dan lengan pemuda itu.

Melihat keadaan Amoi, Acui cepat maju dan memukul punggung Kun Liong. “Bukk! Aihhh...!” Juga Acui menjerit-jerit dan meronta-ronta untuk membebaskan tangannya yang menempel di punggung Kun Liong. Namun, karena dia telah menjadi korban penghisapan Thi-khi-i-beng, makin hebat dia meronta, makin kuat dia mengerahkan sin-kang, makin kuat pula telapak tangannya melekat dan sin-kangnya terbetot dan terhisap makin banyak pula. Dua orang gadis itu menjerit-jerit dan mereka berdua meronta-ronta, berusaha memukul, menendang, bahkan menggigiti Kun Liong merasa kegelian juga sehingga beberapa kali dia melepaskan sin-kangnya dan akhirnya dua orang gadis itu kelihatan seperti sedang membelainya, yang seorang merangkul lehernya dari belakang dan yang ke dua memeluk pinggang dari depan. Melihat ini, Go-bi Sin-kouw lalu maju dan memegang lengan Amoi, menariknya dengan pengerahan sin-kang untuk membantu gadis itu terlepas. Biarpun dia tidak mengenal Amoi dan tidak peduli akan apa yang menimpa diri gadis ini, namun dia tahu bahwa kedua orang gadis itu adalah anak buah Kim Seng Siocia dan yang telah membantunya menghadapi pemuda gundul lihai itu, maka dianggapnya sebagai kawan juga, maka dia mencoba untuk menolongnya agar pihaknya kuat lagi. Akan tetapi dia pun terpekik penuh kekagetan ketika merasa betapa tangannya yang memegang lengan Amoi itu melekat dan ada daya sedot luar biasa yang menghisap tenaga sin-kangnya melalui lengan gadis yang dipegangnya itu! Dia berteriak dan mengerahkan sin-kangnya membetot, namun dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika sin-kang yang dikerahkannya itu seolah-olah membanjir memasuki lengan Amoi yang dipegangnya!

Memang hebat bukan main Thi-khi-i-beng. Sekali dikerahkan, daya sedotnya sedemikian kuatnya sehingga dapat menembus tubuh orang lain seolah-olah aliran listrik! Maka terjadilah hal yang amat lucu. Betot-membetot ini tidak hanya terjadi antara tiga orang itu, melainkan makin bertambah ketika anak buah Kim Seng Siocia ikut pula mengeroyok Kun Liong untuk membantu kedua orang pelayan kepala yang melekat kepada pemuda gundul itu. Namun, setiap orang gadis sekali bergerak memegang tubuh Acui, Amoi, Go-bi Sin-kouw atau tubuh Kun Liong sendiri, kontan melekat dan terhisap sin-kangnya! Hal ini malah membuat Kun Liong menjadi payah! Terlalu banyak tenaga sin-kang yang membanjiri tubuhnya. Biarpun dia sudah dapat menguasai Thi-khi-i-beng dan dapat menghentikan daya hisap itu sewaktu-waktu yang dikehendakinya, namun karena dia masih belum berpengalaman dalam menguasai ilmu mujijat ini, sekarang kebanjiran tenaga membuat dia seperti mabok, merasa tubuhnya seperti sebuah balon karet yang terus ditiup sampai sebesar-besarnya, merasa seolah-olah tubuhnya akan pecah meledak setiap saat, pemuda itu pun hanya dapat mengeluh, “Lepaskan aku..., lepaskan aku... jangan pegang...!” dan dia pun roboh telentang dan tujuh orang wanita yang melekat kepadanya itu ikut pula terbawa, roboh menindih tubuhnya! Memang lucu pemandangan ini, seolah-olah tujuh orang wanita, yang seorang nenek-nenek, sedang mengeroyok dan menggulat Kun Liong!

Kim Seng Siocia sudah mengerti apa yang terjadi. “Celaka, kalian menjadi korban Thi-khi-i-beng!” teriaknya dan dia memutar-mutar cambuknya akan tetapi tidak berani sembarangan mempergunakannya karena tubuh Kun Liong seolah-olah terlindung oleh tubuh tujuh orang itu.

Lebih sulit lagi, kini Acui dan Amoi yang merasa betapa hawa sin-kang mereka tersedot oleh Kun Liong dan betapa tubuh mereka menindih, merasakan kemesraan aneh seolah-olah mereka akan dibawa mati bersama-sama pemuda itu dan keduanya kini tidak mengeluh lagi, melainkan merintih perlahan dan menciumi muka pemuda gundul itu dengan mesra! Hal ini membuat Kun Liong makin gelagapan lagi, maka dia lalu mengerahkan seluruh tenaga dari pusarnya, mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menarik kembali tenaga hisap. Hal ini amat sukar dilakukan karena tubuhnya seperti membengkak, membuat dia sukar bergerak. Namun akhirnya dia berhasil. Dia tidak ingin membunuh tujuh orang wanita itu dan dia maklum bahwa kalau dia tidak cepat-cepat dapat menarik kembali daya hisap dari Thi-khi-i-beng, tentu mereka akan mati dalam keadaan lemas kehabisan tenaga.

“Aughhh...!” Berturut-turut tujuh orang wanita itu mengeluh ketika tiba-tiba daya hisap itu lenyap dan mereka dapat melepaskan diri dari pemuda itu. Go-bi Sin-kouw meloncat ke belakang dan terhuyung-huyung, mukanya pucat dan tangannya yang memegang tongkat menggigil, matanya memandang terbelalak penuh kengerian kepada Kun Liong dan bibirnya yang kebiruan itu berkata perlahan, “Thi-khi-i-beng...!”

“Tar-tar-tar...!” Kini ujung cambuk di tangan Kim Seng Siocia meledak-ledak di atas tubuh Kun Liong. Pemuda ini terkejut sekali dan menggulingkan tubuhnya ke kanan kiri untuk menghindar dari sambaran ujung cambuk itu.

“Hi-hi-hik! Aku tahu bahwa engkau telah menggunakan Thi-khi-i-beng semalam, akan tetapi aku sudah siap untuk ilmu itu! Cambukku inilah yang akan melumpuhkan Ilmu Thi-khi-i-beng dan akan mencabut nyawamu!”

Kun Liong merasa betapa tubuhnya digigit ujung cambuk yang dipasangi piauw tajam meruncing itu. Dia tahu pula bahwa ujung piauw itu beracun, akan tetapi untuk ini dia tidak khawatir karena tubuhnya sudah kebal akan racun. Akan tetapi rasa nyeri membuat dia harus melanjutkan satu-satunya jalan untuk membela diri, yaitu bergulingan di atas tanah. Gerakannya gesit sekali akan tetapi celakanya tubuh yang penuh hawa sin-kang kelebihan itu sukar sekali dikendalikan sehingga gerakannya bergulingan menjadi kacau, kadang-kadang terlampau cepat sampai dia menjadi pening sendiri!

“Tahan senjata! Bebaskan dia, kalau tidak, aku akan membunuh pangeran ini” Kim Seng Siocia menengok, demikian pula Go-bi Sin-kouw dan yang lain-lain. Ternyata yang berseru itu adalah Pek Hong Ing dan dara ini telah merampas sebatang pedang lawan dan kini dia telah menempelkan pedangnya di leher Pangeran Han Wi Ong, sedangkan tangan kirinya mencengkeram tengkuk pangeran itu. Wajah Pangeran Han Wi Ong menjadi pucat dan dia berkata dengan suara parau, “Lepaskan dia... lepaskan...!”

Kim Seng Siocia memandang ragu. Bagaimana dia mau melepaskan Kun Liong yang amat dibutuhkan itu hanya untuk menolong pangeran itu? Cambuknya sudah meledak-ledak lagi, akan tetapi Go-bi Sin-kouw dan para pasukan pemerintah sudah bergerak maju menghadangnya dengan sikap bermusuh!

“Kim Seng Siocia, yang terpenting adalah keselamatan Pangeran!” bentak Go-bi Sin-kouw garang. Biarpun nenek ini masih belum pulih, tubuhnya terasa lemah kepalanya pening karena terlampau banyak sin-kangnya terhisap oleh Kun Liong, namun dia siap untuk menyerang wanita gemuk itu demi keselamatan pangeran yang amat diharapkannya akan mengangkat tinggi derajatnya itu.

Selagi Kim Seng Siocia meragu, tiba-tiba tampak tubuh Kun Liong yang rebah di atas tanah itu mencelat tinggi sekali ke atas, seperti sebatang anak panah dan pemuda itu sendiri berseru kaget. Betapa dia tidak akan kaget karena ketika melihat kesempatan baik ini, dia bermaksud mencelat ke tempat Hong Ing menawan Sang Pangeran, akan tetapi dia lupa bahwa tubuhnya berada dalam keadaan yang tidak sewajarnya, maka begitu dia mengerahkan tenaganya meloncat, tubuhnya itu bukan melayang ke arah Hong Ing, melainkan mencelat ke atas seperti dilontarkan. Maka dia memekik kaget, akan tetapi tentu saja mereka yang menonton dari bawah, termasuk Kim Seng Siocia, tidak tahu bahwa teriakannya itu karena kaget. Mereka semua memandang dengan mata terbelalak penuh kagum dan gentar karena belum pernah mereka selama hidup mereka menyaksikan ada orang dapat meloncat seperti itu!

Kun Liong dapat menguasai tubuhnya, tidak sampai melayang turun seperti sebuah batu, melainkan dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan membiarkan tubuhnya melayang turun ke dekat Hong Ing. Dara ini memandang kepadanya dengan mata penuh kekaguman pula. Tadi Hong Ing telah menyaksikan semua dan dia seperti dalam mimpi. Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa pemuda gundul itu ternyata memiliki ilmu kepandaian sehebat itu! Bukan saja lebih lihai dari gurunya sendiri, juga lebih lihai dari Kim Seng Siocia dan bahkan dia merasa yakin bahwa kalau pemuda itu menghendaki biarpun dikeroyok oleh semua orang itu tidak akan kalah!

“Hong Ing, terima kasih atas pertolonganmu.”

Hong Ing merasa jantungnya seperti ditusuk. Bukan main pemuda ini! Sudah jelas pemuda ini yang berusaha menolongnya mati-matian, sekarang untuk bantuannya menawan Pangeran Han Wi Ong, bantuan yang tidak banyak artinya ini, Kun Liong serta merta menghaturkan terima kasih!

“Sekarang bagaimana, Kun Liong?” Dia bertanya sambil menempelkan pedang di leher Pangeran Liong, tentu saja dia tidak berani lagi memimpin dan membiarkan Kun Liong yang mengambil keputusan.

“Mari kita lari dari tempat ini.”

“Tapi... kita harus membawa pangeran ini sebagai sandera...”

“Jangan, Hong Ing. Kasihan dia. Sudah luput mendapatkan dirimu, masih dijadikan sandera lagi. Sekarang pun kita sudah terlalu banyak membuat dosa terhadap pemerintah. Marilah!” Dia menggandeng tangan Hong Ing, kemudian meloncat dan dara itu menjerit penuh kengerian. Siapa yang tidak merasa ngeri kalau melihat betapa tubuhnya tiba-tiba mencelat ke atas seperti diterbangkan seekor burung saja? Kun Liong sendiri terkejut. Dia lupa lagi! Akan tetapi dia tidak menjadi gugup, sambil memeluk pinggang Hong Ing dia mengatur tubuhnya sehingga mereka dapat meluncur turun jauh dari situ lalu keduanya melarikan diri secepatnya. Suara derap kaki banyak orang di belakang membuat mereka mengerti bahwa mereka berdua dikejar! Maka keduanya harus berlari. Kun Liong mengerahkan gin-kangnya dan karena Hong Ing kalah jauh, maka dara ini yang sudah mengerahkan gin-kangnya masih saja terseret dan seolah-olah kedua kakinya tidak menyentuh bumi karena dia seperti bergantung kepada lengan Kun Liong.

Beberapa hari kemudian Kun Liong dan Hong Ing tiba di luar tembok kota Guan-tin, tidak jauh dari kota raja, di sebelah barat kota raja. Mereka telah melarikan diri hampir dua pekan lamanya dan merasa lega bahwa mereka telah berhasil meninggalkan para pengejar mereka.

Memang mereka telah berhasil menghindarkan diri dari kejaran pasukan pengawal Pangeran Han Wi Ong dan anak buah Kim Seng Slocia. Hal ini terutama sekali karena pengejaran pasukan itu mengalami kelambatan dengan adanya kerja sama dengan anak buah dari Go-bi-san yang sebagian besar terdiri dari wanita-wanita muda yang cantik-cantik dan genit itu. Tidak dapat dicegah pula terjadinya permainan di antara mereka, yaitu antara para gadis anak buah Kim Seng Siocia dan para anggauta pasukan pengawal pangeran! Melihat hal ini, baik Kim Seng Siocia maupun Pangeran Han Wi Ong tidak dapat mencegah dan membiarkannya saja, bahkan peristiwa itu menambah erat perhubungan di antara mereka. Pangeran Han Wi Ong menghendaki bantuan wanita gemuk yang lihai ini dan sebaliknya, Kim Seng Siocia tentu saja merasa senang dapat bekerja sama dengan seorang pangeran yang mempunyai kedudukan tinggi di istana kaisar.

Akan tetapi Pangeran Han Wi Ong tentu saja tidak menghentikan usahanya melakukan pengejaran. Biarpun dia sendiri tidak melakukan pengejaran, namun dia tidak pernah dapat melupakan Hong Ing dan karenanya, selain minta kepada Go-bi Sin-kouw dan Kim Seng Siocia untuk terus mengejar, juga dia telah mengirim utusan-utusan berkuda ke kota raja dan di sepanjang jalan para utusan itu menyebar berita bahwa dua orang yang bernama Yap Kun Liong dan Pek Hong Ing menjadi orang buruan pemerintah! Bahkan pangeran yang pandai melukis ini telah melukiskan wajah kedua orang itu, dan tentu saja baik Kun Liong maupun Hong Ing dilukis sebagai seorang pemuda dan seorang gadis yang gundul kepalanya.

Kun Liong dan Hong Ing berjalan perlahan menuruni lereng pegunungan terakhir dari mana sudah tampak kota Guan-tin. Tiba-tiba mereka mendengar derap kuda dan keduanya cepat menyelinap dan bersembunyi. Serombongan tentara berkuda melewat cepat dan setelah rombongan tujuh orang itu pergi jauh menuju ke kota Guan-tin, barulah mereka keluar dari balik semak-semak.

“Ahh, betapa tidak enaknya hidup dikejar-kejar seperti ini...” Hong Ing mengeluh. “Seperti binatang buruan saja, atau... aku merasa seperti menjadi seorang penjahat besar yang takut melihat alat pemerintah!”

“Kita harus bersikap hati-hati. Belum tentu mereka itu mengejar kita. Sabarlah, Hong Ing. Setelah kita masuk kota di depan itu, dan di sana terdapat sebuah kuil Kwan-im-bio, engkau tentu akan memperoleh tempat yang aman dan tenteram.”

Keduanya berjalan lagi dan sampai lama tidak mengeluarkan suara, namun kata-kata terakhir yang keluar dari mulut Kun Liong itulah yang membuat mereka berdua diam dengan alis berkerut dan wajah keruh tanpa mereka sendiri sadari. Akhirnya Kun Liong menarik napas panjang seolah-olah menghibur diri sendiri dan terdengar dia berkata dengan suara datar, “Engkau memang memerlukan tempat yang tenang di mana engkau dapat hidup tanpa gangguan lagi. Subomu juga pangeran itu, tentu takkan tinggal diam dan akan terus mencarimu. Memang tidak enak hidup menjadi orang yang dikejar-kejar.”

“Dan engkau...?” Hong Ing bertanya, menghentikan langkahnya dan memandang pemuda itu.

Kun Liong juga menghentikan langkahnya, menoleh. Mereka saling berpandangan.

“Aku? Aku kenapa?”

“Engkau akan menjadi orang buruan, akan dikejar terus.”

Kun Liong tersenyum. “Jangan khawatir, Hong Ing. Pangeran itu tidak membutuhkan aku, sedangkan kalau Kim Seng Siocia mengejarku, hemm... lain kali aku akan memberi pengajaran kepadanya agar tidak dilanjutkan cara hidupnya yang busuk itu.”

“Kun Liong, karena aku berkali-kali engkau mengalami kesengsaraan dan terancam bahaya.”

“Ah, jangan berkata demikian. Dalam keadaan seperti kita sekarang ini, kita berdua sama saja entah aku yang menyeretmu ataukah engkau yang menyeretku. Betapapun juga, kita berdua masih dapat mengatasinya dan masih selamat sampai saat ini. Mari kita melanjutkan perjalanan kita. Mudah-mudahan sampai di kota depan itu saja.” Dan tiba-tiba wajah Kun Liong menjadi muram lagi. Kini dia merasa heran sekali dan tiba-tiba dia sadar bahwa dia sama sekali tidak menghendaki perjalanan bersama Hong Ing ini berakhir! Dia menginginkan agar mereka berdua terus melakukan perjalanan bersama. Biarpun menjadi orang-orang buronan, atau orang buruan, betapapun sengsaranya, kalau mereka berdua berdampingan, agaknya dia tidak akan merasa sengsara! Membayangkan betapa dia akan berpisah, meninggalkan Hong Ing di dalam kuil Kwan-im-bio dan dia seorang diri melanjutkan perjalanan, benar-benar amat memberatkan hatinya. Ada apakah dengan perasaan hatinya? Dia mengerling ke kiri dan melihat betapa wajah yang cantik itu pun muram seperti orang bersusah hati. Tentu saja, pikirnya. Betapa tidak akan susah hati dara ini yang dikejar-kejar oleh gurunya sendiri? Bagi Hong Ing, hidupnya sudah tidak ada harapan lagi. Tadinya hanya ada dua orang yang penting baginya, yaitu sucinya dan subonya. Kini subonya seperti memusuhinya, dan sucinya telah pergi jauh entah ke mana. Tentu saja Hong Ing bersusah hati, dan kesusahan hati dara itu sama sekali berbeda dengan kesusahan hatinya. Jauh sekali bedanya. Tentu saja Hong Ing tidak pernah menyusahkan perpisahan mereka. Kun Liong memaki diri sendiri.

Seorang dara seperti Hong Ing, cantik jelita tanpa cacat, seorang dara yang menolak pinangan seorang pangeran yang tampan dan gagah serta berkedudukan tinggi seperti Pangeran Han Wi Ong, seorang dara berwatak bersih seperti Hong Ing yang rela menjadi seorang nikouw daripada dipaksa menjadi isteri pangeran, sungguh tak mungkin sama sekali ingin berdampingan dengan orang macam dia! Seorang pemuda yang menderita penyakit kepala gundul, bodoh, miskin sehingga sebuah rambut pun tidak punya, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, siapa sudi kepadanya?

“Tolol!” Kun Liong memaki diri sendiri. Mengapa dia menjadi makin berduka mengenangkan semua ini? Biasanya, dia tidak begini. Biasanya dia tidak menyusahkan sesuatu, tidak memikirkan kemiskinan dan kebodohannya.

Untung mereka telah tiba di kota Guan-tin. Keramaian kota menghibur dan membuat Kun Liong 1upa akah kedukaannya. “Mari kita mencari warung nasi, perutku lapar sekali dan aku masih mempunyai bekal uang,” kata Kun Liong. “Setelah makan, baru kita mencari Kuil Kwan-im-bio. Kota ini cukup ramai, kurasa tentu ada Kwan-im-bio di sini.”

Hong Ing hanya mengangguk dan mereka mencari-cari sebuah warung nasi. Dari jauh sudah kelihatan sebuah warung nasi yang cukup ramai dan ke sanalah mereka menuju. Akan tetapi tiba-tiba Hong Ing menuding ke kiri. Kun Liong menoleh dan tertarik melihat sekelompok orang berkumpul di situ memandangi sesuatu yang ditempelkan di dinding.

“Apakah itu? Mari kita menengok sebentar,” Kun Liong berkata. Keduanya lalu menghampiri dan begitu melihat, mereka menjadi terkejut sekali. Kiranya yang menempel di atas dinding adalah gambar mereka berdua! Di atas gambar itu tertulis nama mereka yang disebut sebagai orang pelarian dan penjahat besar!

“Heiii, inilah mereka...!” Tiba-tiba seorang di antara mereka yang memandangi gambar itu berteriak. Kun Liong mendongkol sekali. Orang itu bermata juling. Mengapa justeru orang yang matanya juling malah yang pertama-tama mempergoki mereka? Karena maklum bahwa tentu akan terjadi keributan dan mercka tentu akan dikeroyok, Kun Liong cepat memegang tangan Hong Ing dan ditariknya dara itu untuk melarikan diri meninggalkan kota Guan-tin.

“Kejar...!”

“Tangkap...!”

Orang-orang yang mengharapkan hadiah dari pembesar setempat itu segera melakukan pengejaran, namun tentu saja tidak ada yang mampu menyusul larinya kedua orang yang memiliki kepandaian tinggi itu. Setelah jauh meninggalkan kota itu dan tidak ada lagi yang mengejar, barulah Kun Liong dan Hong Ing berhenti di tepi jalan yang sunyi.

“Gila benar pangeran itu,” Kun Liong bersungut-sungut. “Kiranya rombongan tentara berkuda itu adalah utusannya untuk menyebar gambar kita. Dengan begini kita secara resmi telah menjadi pemberontak dan orang buruan pemerintah. Amat berbahaya memasuki kota-kota besar, terutama kota raja!”

“Habis bagaimana kita dapat mencari sebuah kuil Kwan-im-bio?” Hong Ing bertanya.

“Tak mungkin mencari di kota. Andaikata bisa mendapatkan di kota, kiranya ketua kuil tidak akan berani menerimamu, Hong Ing. Tidak ada jalan lain, kita harus mencari sebuah kuil yang berada jauh dari kota ramai. Akan tetapi di mana ada kuil seperti itu, aku sendiri tidak tahu. Biarlah kita mencari perlahan-lahan, akhirnya kita tentu akan mendapatkannya juga.”

lanjut ke Jilid 067-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar