Rabu, 19 Februari 2014

Petualang Asmara 62

Petualang Asmara Jilid 062

<--kembali

Sesuai dengan perintah nona gendut itu, enam orang tawanan itu dihadapkan seorang demi seorang. Betapa kecewa hati Kim Seng Siocia melihat laki-laki yang usianya sudah empat puluh tahun lebih dan yang hanya terdiri dari orang-orang kasar. Ketika dia menyuruh buka belenggu mereka seorang demi seorang dan memerintahkan Acui dan Amoi untuk menguji kepandaian mereka, tidak ada seorang pun di antara lima orang anak buah Marcus yang dapat bertahan melawan seorang di antara dua pelayan manis itu lebih dari sepuluh jurus! Dengan hati kecewa dan juga penasaran, Kim Seng Siocia menghadiahkan lima orang itu kepada anak buahnya dan terdangarlah sorak-sorai dan tawa ketika lima orang itu diseret-seret dan dijadikan perebutan di luar istana. Dari tempat sembunyinya di belakang tirai, Hong Ing hanya dapat mendangar lima orang itu berteriak-teriak di antara sorak-sorai itu dan dia bergidik. Kemudian dia melihat Marcus dihadapkan nona gendut.

“Siapa namamu?” tanya Kim Seng Siocia.

“Marcus,” jawab pemuda asing itu dengan suara aneh karena memang dia belum begitu pandai berbahasa pribumi. Kim Seng Siocia kelihatan tertarik dan dia menyuruh Amoi menguji kepandaian pemuda yang berkulit putih itu. Amoi maju dan tersenyum genit.

“Apa kau pandai main silat?” tanya Amoi.

Marcus mengangguk. “Sedikit-sedikit aku sudah mempelajari ilmu silat ketika aku menjadi anak buah tuan Legaspi Selado yang berilmu tinggi. Akan tetapi di negeriku aku terkenal sebagai seorang ahli tinju.”

“Tinju?” Amoi bertanya heran dan tidak mengerti.

Marcus mengepal kedua tangannya. “Ahli menggunakan ini untuk merobohkan lawan.”

“Aha! Ilmu silat bangsamu? Bagus, coba kaurobohkan aku dangan itu!”

Marcus menjerutkan alisnya dan menggeleng kepala. “Tidak pernah aku merobohkan wanita dangan tinju!” Dia tertawa. “Biasanya aku merobohkan wanita dengan cinta!”

Acui, Amoi dan para penjaga di situ tertawa dan Kim Seng Siocia sudah bangkit berdiri dari kursinya, melangkah maju dan mengamat-amati Marcus dari kepala sampai ke kaki.

“Marcus, jadi engkau ini ahli mencinta wanita?” tanyanya.

Didekati oleh wanita gendut yang agaknya menjadi ketua gerombolan wanita itu, Marcus kelihatan gelisah. Kalau disuruh merayu Acui atau Amoi, atau beberapa orang di antara para anak buah yang muda dan cantik, tentu saja dia akan merasa suka sekali. Akan tetapi wanita ini sungguh berbeda dangan yang lain. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya begitu penuh wibawa.

Dia tidek menjawab, hanya mengangguk.

“Heh-heh, kau menarik juga. Tentu saja aku tidak akan suka menjadi isteri orang asing yang berkulit putih bermata biru. Akan tetapi, kalau kau memenuhi seleraku, kalau kau menyenangkan dan mencocoki hatiku, kau akan menjadi selirku. Hi-hik!”

Marcus membelalakkan matanya. “Apa? Selir? Selir bagaimana?” Dia sudah pernah mendangar bahwa selir adalah seorang peliharaan, seorang isteri di luar pernikahan resmi. Akan tetapi biasanya adalah wanita yang menjadi selir pria, dan sekarang wanita gundul ini hendak mengambilnya sebagai selir!

“Bodoh!” Amoi berkata tertawa. “menjadi selir berarti menjadi kekasih Siocia.”

Marcus mengerutkan alisnya dan memandang wanita gendut itu. Memang bukan seorang wanita tua dan wajahnya pun tidak terlalu buruk, hanya terlalu gendut. Dia adalah seorang laki-laki, seorang petualang, mana mungkin dia tunduk saja dijadikan “selir” seorang wanita? Biarpun wanita ini agaknya menjadi kepala di sini, namun menjadi selir amatlah rendah!

“Kalau aku menolak?” tantangnya.

“Bagaimana caramu untuk menolak?” Kim Seng Siocia bertanya, matanya bersinar agak gembira, melihat bahwa pemuda asing ini lumayan juga, memiliki kejantanan.

“Dengan ini!” Marcus memperlihatkan kepalan tinjunya yang besar. “Biarpun aku tidak pernah menggunakan ini untuk menghadapi wanita, akan tetapi kalau aku dipaksa...”

“Heh-heh, bagus! Eh, Marcus, apakah kau lebih suka kuberikan kepada laba-laba?”

Marcus membelalakkan matanya yang biru. “Laba-laba?”

Amoi tertawa. “Hi-hik, laba-laba kecil yang banyak sekali lebih berbahaya dari laba-laba besar. Teman-temanmu yang lima orang kini sedang dikeroyok banyak laba-laba kecil!”

Marcus mendengarkan dan sayup-sayup dia masih mendengar suara cekikikan ketawa banyak wanita. Dia menjadi bingung dan kembali dia kelihatan gelisah. “Begini saja,” kata Kim Seng Siocia. “Kalau dalam waktu lima jurus aku belum dapat mengalahkan engkau, biarlah kau akan kuberi kebebasan. Akan tetapi kalau dalam waktu lima jurus kau roboh,bagaimana?”

“Tidak mungkin!!”

“Siocia bertanya, kaujawablah!” Acui membentak, kelihatan marah sekali sehingga suaranya ketus dan nyaring.

Marcus terkejut dan dia memandang wanita gendut itu penuh perhatian. Benarkah cerita teman-temannya yang lebih dahulu merantau ke tanah ini, bahwa di sini terdapat banyak orang sakti yang aneh, diantaranya ada pula wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?

“Nona,” katanya sambil menjura. “Aku akan menerima segala perintahmu, bahkan akan mengangkatmu sebagai guruku kalau benar-benar kau dapat mengalahkan aku dalam lima jurus!”

Kim Seng Siocia tertawa, kemudian berkata, “Bersiaplah kau. Akan kuserang kau sampai lima jurus dan hendak kulihat apakah kau benar-benar dapat bertahan.”

Marcus mulai menduga bahwa agaknya nona gendut ini memang memiliki kepandaian karena kalau tidak, tak mungkin berani bicara sesombong itu. Maka dia pun lalu memasang kuda-kuda, kedua tangan dikepal dan dia siap untuk menangkis segala serangan lawan. Dia masih merasa ragu untuk memukul wanita ini, maka dia mengambil keputusan asal dia dapat bertahan selama lima jurus cukuplah. Dan dia akan menangkis dengan pengerahan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri!

“Jurus pertama!” Kim Seng Siocia berkata, tangan kirinya menyambar dengan sebuah tamparan ke arah kepala Marcus. Gerakannya cepat dan mendatangkan sambaran angin dahsyat sehingga Marcus terkejut sekali. Cepat dia mengangkat lengan kanan ke atas dan mengerahkan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri terkena tangkisannya. Akan tetapi lengannya hanya menangkis angin kosong belaka dan tahu-tahu tangan wanita itu menyambar, turun melalui bawah tangannya yang menangkis dan sudah “menowel” jalan darah di ketiaknya sehingga tiba-tiba lengannya lumpuh dan tubuhnya terhuyung!

Selagi Marcus terheran-heran, nona gendut itu sudah tertawa dan berkata lagi. “Jurus ke dua!” Marcus cepat mempersiapkan diri lebih hati-hati daripada tadi. Kini kelihatan wanita itu menggerakkan kedua tangannya dari kanan kiri seperti hendak menyerangnya dangan dua tamparan, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah pinggangnya.

Marcus cepat mengikuti tangan itu dan begitu melihat berkelebatnya dua tangan dia cepat menyambar untuk menangkap. Girang hatinya ketika dia berhasil menangkap pergelangan kedua tangan Kinn Seng Siocia, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya dibabat oleh kaki lawan dan tubuhnya menjadi terguling roboh karena nona itu telah merenggutkan kedua lengannya terlepas.

“Bukkk!”

Marcus merayap bangun dan meringis karena pantatnya terasa nyeri ketika dia terbanting tadi. Mulai marahlah dia, juga malu sekali. Jelas bahwa dalam dua jurus tadi, dia sudah dua kali jatuh! Melihat laki-laki ini sudah memasang kuda-kuda lagi dengan mata menjadi agak kemerahan tanda marah, Kim Seng Siocia tertawa dan berkata, “Kau keras kepala juga, ha-ha. Jaga ini jurus ke tiga!”

Kembali Kim Seng Siocia yang hanya ingin main-main, secara sembarangan menggerakkan tangan kirinya menampar, bahkan yang menampar bukan tangan melainkan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. Sekali ini Marcus sudah tahu bahwa lawannya benar-benar lihai, maka dia menangkis dengan tangan kanan akan tetapi mendahului dengan tangan kirinya menghantam ke arah dagu wanita itu dangan sebuah pukulan “uppercut”.

“Plak-plak... desss...!”

Cepat sekali gerak tangan wanita itu sehingga tidak terlihat oleh Marcus yang menjadi keheranan akan tetapi segera dia mengaduh-aduh karena tahu-tahu dia telah terbanting lebih keras daripada tadi! Dia hanya merasa betapa lengannya yang memukul tadi disambar bagian sikunya dari samping, kemudian tubuhnya terbanting tanpa dapat ditahannya lagi. Dia merasa penasaran bukan main.

Benarkah dia, Marcus si jago tinju, sama sekali tidak berdaya menghadapi seorang wanita yang begini gendut? Benar-benar memalukan sekali! Dia mendengus, meloncat bangun dan memandang dengan mata merah, kedua tangannya terkepal dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan.

“Hi-hi-hik, kau masih berani? Baik, masih ada dua jurus lagi dan awas, aku akan menggunakan dua jurus itu. Siap!”

Tubuh yang gendut itu bergerak maju. Marcus sudah siap. Dia tidek mau membiarkan wanita itu mendahuluinya karena kini dia mengerti bahwa betapa pun gendutpya wanita itu dapat menggerakkan kedua kaki tangan dangan cepat sekali. Maka dia tidak menanti sampai diserang, melainkan mendahuluinya menyerang dangan pukulan dahsyat ke arah perut yang gendut itu. Dapat dibayangkan betapa herannya melihat wanita itu sama sekali tidak menangkis, bahkan tidak mengelak.

“Crotttt!” Marcus merasa betapa kepalannya bertemu dangan benda lunak dan kepalannya itu menancap sampai ke pergelangan tangannya. Celaka, pikirnya, aku telah membunuhnya ketika melihat kepalan tangannya “masuk” ke dalam perut gendut itu. Akan tetapi, Kim Seng Siocia tertawa dan Marcus yang kaget itu menarik kembali kepalannya. Namun sia-sia, kepalan tangannya yang menancap di perut itu tidak bisa dicabutnya kembali! Dia menjadi bingung, malu, marah, juga penasaran sekali. Tangan kirinya mencengkeram ke depan, ke arah muka wanita itu. Akan tetapi Kim Seng Siocia menangkap tangan kiri itu, kemudian berseru, “Naiklah!” dan... tubuh Marcus telah dilontarkan ke atas.

Markus memekik ngeri ketika tubuhnya meluncur seperti sebutir peluru pistol ke atas dan cepat dia merangkul balok melintang ketika tabuhnya menabrak itu. Dengan tubuh gemetar dia memandang ke bawah, melihat betapa Kim Seng Siocia tertawa dan berkata, “Hayo turunlah! Apakah kau masih belum mengaku kalah?”

Kini maklumlah Marcus bahwa wanita itu benar-benar hebat sekali kepandaiannya. Kiranya belum tentu kalah oleh Legaspi Selado sendiri. Betapa bodohnya telah melawan wanita sepandai itu.

”Aku... aku mengaku kalah...” katanya dangan ngeri melihat betapa tingginya tempat dia berada.

“Dan kau mau menjadi selirku?”

“Ya... ya, aku mau...”

“Dan mau juga menjadi muridku?”

“Aku mau, aku suka sekali...”

“Kalau begitu lekaslah meloncat turun. Mau apa lama-lama di situ?”

Tubuh Marcus gemetar. “Lon... loncat...? Kakiku bisa patah...”

“Haiii, manusia tolo!” Amoi memaki sambil menudingkan telunjuknya ke atas.

“Kau bilang mau menjadi selir dan murid mengapa tidak mentaati perintah? Kalau Siocia bilang turun, turunlah!”

Marcus maklum akan kekeliruannya. Wanita gendut yang lihai hendak mengambilnya menjadi kekasih dan murid, tentu saja kalau dapat melontarkannya ke atas, dapat pula melindunginya kalau dia meloncat turun. Maka sambil memejamkan matanya, dengan nekat dia meloncat ke bawah!

Ketika merasa bahwa tidak ada orang menyambutnya, Marcus membuka matanya dan dia berteriak ngeri melihat tubuhnya meluncur ke arah lantai marmer dangan kepala lebih dulu! Akan tetapi, ketika hidungnya yang panjang itu hampir menyentuh lantai, tiba-tiba tubuhnya terhenti dan, ternyata bahwa tangan kiri yang kuat dari Kim Seng Siocia telah mencengkeram baju di punggungnya, kemudian mendorongnya berdiri.

“Berlututlah, Marcus.”

Mendangar perintah ini Marcus lalu menjatuhkan diri berlutut di depan wanita gendut itu. Kim Seng Siocia tersenyum lebar dan memberi isyarat dengan tangannya kepada para penjaga untuk mengundurkan diri, kemudian berkata kepada Amoi dan Acui, “Sediakan air pencuci kaki lalu pergilah kalian keluar.”

Amoi dan Acui mengangguk, cepat menyediakan sebuah bokor emas berisi air hangat berikut kain bulu yang halus, menaruhnya di dekat kursi yang seperti pembaringan itu, lalu sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah Marcus yang masih berlutut itu mereka keluar dari kamar, menutupkan daun pintu ruangan itu dari luar.

“Marcus, kaucucilah kakiku,” kata Kim Seng Siocia sambil merebahkan diri di atas kursi yang panjang dan lebar itu.

Marcus tidak merasa terhina lagi. Apa pun yang diperintahkan wanita ini, tidak ada orang lain yang menyaksikannya. Pula, dia sudah yakin bahwa wanita ini, betapapun anehnya, adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, menjadi kekasihnya dan juga muridnya merupakan hal yang amat menguntungkan baginya. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengambil bokor air hangat, menghampiri nona gendut itu, menggunakan kain bulu yang dicelup di air untuk membersihkan kaki nona ini. Bukan itu saja, bahkan pemuda yang cerdik ini mulai menggunakan “kepandaiannya” merayu wanita, sambil membersihkan dia memijati dan membelai kaki itu yang biarpun bentuknya besar namun cukup bersih, padat dan menggairahkan sehingga Kim Seng Siocia merasa nikmat dan merem melek di atas kursinya.

“Aih, Marcus... kau menyenangkan hatiku. Mari... marilah kaulayani aku baik-baik, kau akan kuajari ilmu yang akan membuat kau benar-benar menjadi seorang jantan.” Wanita itu turun dari kursinya, menggandeng tangan Marcus diajak memasuki kamarnya yang mewah dan indah. Diam-diam Hong Ing yang mukanya menjadi merah saking jengah menyaksikan pemandangan tadi, menjadi lega hatinya melihat mereka memasuki kamar dan cepat keluar dari balik tirai dan pergi dari tempat itu. Makin ngeri dia memikirkan keadaan Kim Seng Siocia dan anak buahhya, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pria anak buah Marcus itu dikeroyok dan dipaksa bermain cinta oleh puluhan orang wanita yang sudah seperti gila itu! Dia bergidik, akan tetapi betapa pun muak hatinya, dia masih belum berani melarikan diri karena di situ terdapat Acui dan Amoi yang amat lihai.

Hong Ing memasuki ruangan tempat duduk Kim Seng Siocia dangan hati berdebar. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak ketika malam hari itu Kim Seng Siocka memanggilnya dan yang disuruh memanggil adalah Acui dan Amoi yang kini mengikutinya dari belakang. Ketika dia masuk ruangan dan melihat Marcus duduk di samping wanita gendut itu, Hong Ing menghentikan langkahnya. Akan tetapi Acui dan Amoi mendorongnya dari belakang. Hong Ing cepat menarik turun penutup kepalanya sehingga mukanya terlindung.

“Siocia memanggil pinni?” tanyanya sambil berdiri di depan wanita itu.

“Bukalah kerudungmu, perlihatkan mukamu” kata Kim Seng Siocia, suaranya berbeda dari biasanya, keren dan penuh wibawa.

“Tapi... tapi Siocia, ada seorang pria di sini,” Hong Ing membantah.

“Marcus? Hi-hik, dia adalah orang sendiri, bukan orang luar. Hayo bukalah!”

Karena maklum bahwa menolak amat berbahaya, Hong Ing terpaksa membuka kerudungnya dengan harapan agar Marcus sudah lupa kepadanya. Akan tetapi begitu kerudung dibuka, terdangar suara Marcus,

“Benar dia! Nikouw cantik yang menolong Yap Kun Liong! Dia mata-mata!”

Tentu saja Hong Ing terkejut bukan main. Andaikata Marcus tidak menjadi kekasih Kim Seng Siocia, hal itu masih mending karena tidak ada hubungannya dangan wanita gendut itu.

“Siocia, cocok sekali ceritaku. Dialah sekutu Yap Kun Liong dan kalau dia berada di sini, tentu dia tahu di mana adanya Kun Liong. Kita harus dapat menangkapnya,” kata pula Marcus.

“Hemm, aku tidak begitu tertarik oleh ceritamu tentang bokor emas yang dapat menunjukkan tempat harta pusaka. Aku sudah mempunyai cukup harta,” Kim Seng Siocia membantah.

“Tetapi, di samping harta, masih ada pusaka yang mengandung ilmu yang mujijat, begitu dikatakan orang, bahkan belum lama Tok-jiauw Lo-mo bersamaku berusaha menyelidiki.”

“Siapa? Tok-jiauw Lo-mo murid Thian-ong Lo-mo?” Wanita itu kelihatan kaget.

“Aihh, jadi Siocia mengenalnya?”

“Tidak, akan tetapi aku sudah mendengar akan nama Thian-ong Lo-mo di kaki pegunungan ini. Kalau kakek seperti dia juga memperebutkan bokor, agaknya memang patut diperhatikan.”

“Tentu saja dia juga ikut memperebutkan. Bahkan dia telah bersekutu dangan Kwi-eng Niocu yang telah tewas di tangan Yap Kun Liong itu...”

“Apa? Demikian lihai Yap Kun Liong itu?”

“Lihai sekali, Siocia. Dia bahkan kabarnya mengalahkan banyak tokoh, biarpun dia tidak pernah bersungguh-sungguh. Bocah itu aneh dan kami sudah berhasil menangkapnya dengan jalan meracuninya, akan tetapi dia diselamatkan oleh nikouw cantik ini!”

Kim Seng Siocia kini memandang Hong Ing penuh perhatian. “Benarkah ceritanya itu, Pek Nikouw?”

Hong Ing tak dapat membohong, maka dangan tenang dia menjawab, “Pinni tidak tahu-menahu tentang bokor dan sebagainya, yang pinni ketahui hanyalah bahwa pinni memang telah menolong seorang pemuda yang menjadi tawanan, pemuda yang terkena racun...”

“Di mana dia Yap Kun Liong itu?” Marcus membentak.

Tiba-tiba terdangar suara laki-laki yang nyaring sekali di luar istana, suara yang menggetar dan menggema di seluruh puncak. “Apakah di sini tempat tinggal Go-bi Sin-kouw? Aku minta agar Sin-kouw suka keluar dan kita bicara tentang Pek Hong Ing...”
Semua orang terkejut. Orang yang bicara itu telah berada di depan istana! Mana mungkin ada orang datang tanpa diketahui oleh para penjaga? Akan tetapi yang paling terkejut adalah Hong Ing. Terkejut dan juga girang mendangar suara itu, suara Kun Liong!

“Kun Liong...!” Dia berseru dan meloncat hendak keluar. Akan tetapi, Acui dan Amoi sudah menghadangnya dan dua orang pelayan yang lihai itu telah menggerakkan tangan untuk menangkapnya. Hong Ing sudah siap, ketika hendak meloncat tadi, dan karena maklum akan kelihaian dua orang itu, maka dia sudah mendahului, mengirim tendangan kilat dan menotok. Tendangan mengarah pusar Amoi sedangkan totokannya ditujukan ke arah pundak Acui. Gerakannya sungguh tidak terduga dan cepat sekali, maka Amoi hahya dapat miringkan tubuh dan pahanya masih kena tendangan, sedangkan jari tangan Hong Ing dapat menotok tepat di pundak Acui.

“Buukkk! Cuussss!”

Tubuh Amoi yang terkena tendangan itu hanya terhuyung sedikit, sedangkan Acui juga hanya melangkah mundur dan sama sekali tidak terpengaruh totokan yang hanya membuat tubuhnya tergetar. Namun detik ini sudah cukup bagi Hong Ing untuk meloncat dari tempat itu menuju keluar.

“Wuuuiiiit... brusss!” Tubuh Hong Ing tergelimpang kena disambar oleh angin pukulan dahsyat dari samping yang dilancarkan oleh tangan Kim Seng Siocia! Hong Ing terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu, Acui dan Amoi sudah menubruk dan menangkapnya.

“Ikat dia!” Kim Seng Siocia membentak dan Amoi segera mengikat kedua tangan Hong Ing ke belakang, menggunakan tali yang ulet itu, tali yang dapat mulur seperti karet.

“Kun Liong...!” Hong Ing berseru nyaring, akan tetapi hanya satu kali itu karena lehernya sudah ditotok oleh jari tangan Acui yang lihai sehingga dia menjadi gagu!

“Hong Ing...! Di mana kau...?” Kun Liong berteriak girang ketika mendangar suara dara yang dikhawatirkannya itu.

Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu dia sudah dikurung oleh puluhan orang gadis yang memegang bermacam-macam senjata! Kun Liong mencari akal, akan tetapi semua gadis itu tidak dikenalnya, bahkan Lauw Kim In yang disangkanya tentu akan muncul malah tidak nampak juga. Melihat sikap mereka yang penuh ancaman, dan mereka makin mengurung rapat, Kun Liong berseru,

“Haiiii! Kalian ini mau apa? Aku ingin berjumpa dengan Go-bi Sin-kouw untuk bicara tentang muridnya! Mundurlah kalian!”

Akan tetapi, para gadis itu tidak mundur bahkan kini makin banyak yang datang dan ada yang membawa obor sehingga keadaan di situ menjadi terang sekali. Acui dan Amoi muncul pula, diikuti oleh Marcus.

“Di sini tidak ada Go-bi Sin-kouw, yang ada hanya Siocia kami yang menantimu di dalam.” kata Amoi sambil tersenyum manis. “Hwesio muda yang tampan, kau menyerahlah untuk kami hadapkan kepada Siocia!”

“Amoi, hati-hati! Dia bukan hwesio dan dia lihai sekali!” kata Marcus.

Ketika Kun Liong mengangkat muka memandang, dia mengenal Marcus dan dia tertawa. “Ah, kiranya Tuan Marcus yang berdiri di balik ini semua. Dahulu engkau menggunakan tentara pemerintah, sekarang engkau menggunakan tentara wanita. Sungguh kau licik sekali, Marcus. Lebih baik kalian lekas bebaskan nona Pek Hong Ing yang suaranya kudengar tadi, dan kami berdua akan pergi dari sini dangan aman karena memang tidak ada permusuhan diantara kita.”

“Tangkap dia! Tetapi jangan membunuhnya!” Marcus berseru dan wanita-wanita itu yang maklum bahwa tentu perintah Marcus ini telah disetujui oleh Siocia, lalu mulai menyerbu ke depan. Apalagi yang disuruh tangkap adalah seorang pemuda tampan biarpun kepalanya gundul, maka mereka itu sudah menyarungkan senjata masing-masing, kemudian sambil terkekeh genit mereka menyerbu seperti berebut.

Melihat tangan yang berjari halus runcing itu, lengan yang bulat dan padat demikian banyaknya hendak meraihnya, Kun Liong bergidik. Betapa pun bagusnya tangan dan lengan itu, kalau terlalu banyak menimbulkan jijik dan ngeri juga! Dia lalu meloneat ke sana-sini untuk menghindar sambil berteriak-teriak, “Aku tidak sudi berkelahi dangan kalian! Aku tidak sudi berkelahi dangan wanita!”

Namun tentu saja teriakan-teriakannya tidak dihiraukan, bahkan kini para wanita itu makin penuh gairah mengejarnya ke manapun juga. Ditubruk sana sini, dirangkul dan dicengkeram sampai akhirnya ada beberapa jari tangan yang berhasil mengait bajunya dan baju itu robek di sana-sini.

“Kalian menjemukan! Pergilah!” Kun Liong berseru dan mengisi kedua lengannya dangan tenaga sin-kang lalu mendorong ke kanan kiri, dan... robohlah enam orang wanita, terpelanting seperti dilanda angin badai yang kuat. Mereka menjerit kaget dan kini Acui dan Amoi baru percaya akan ucapan Marcus tadi bahwa pemuda gundul ini lihai.

“Aihh, kiranya kau mempunyai juga sedikit kepandaian!” kata Acui dan dara ini meloncat maju, tubuhnya melambung tinggi dan dari atas tubuhnya menukik ke bawah, kedua tangan dibentuk seperti cakar setan, yang kiri mencengkeram ubun-ubun kepala gundul itu, yang kanan menotok jalan darah di pundak.

“Hemmm, ganas kau!” Kun Liong mencela dan cepat dia memutar lengannya ke atas sambil mengerahkan tenaga.

“Bruuukkk...!” Tubuh Acui terlempar dan hanya berkat keringanan tubuhnya yang lihai saja membuat Acui tidak sampai terbanting. Tentu saja dara ini terkejut bukan main, lalu dia menerjang lagi dibantu oleh Amoi. Melihat dua orang ini maju, maka para anak buah mereka hanya mengurung dangan ketat sambil berteriak-teriak dan tertawa-tawa karena mereka semua kagum dan suka kepada pemuda gundul yang lihai ini.

Kun Liong menjadi bingung dan gemas juga. Sebetulnya dia tidak senang harus menggunakan kekerasan, apalagi kalau disuruh berkelahi dangan wanita-wanita muda itu! Akan tetapi, melihat betapa pukulan dan cengkeraman dua orang gadis itu bukanlah serangan yang boleh dipandang ringan dan benar-benar berbahaya sekali, maka dia terpaksa mengelak dan kadang-kadang menangkis, bahkan di waktu menangkis, dia menggunakan tenaga sin-kang sehingga dua orang gadis itu berkali-kali terdorong mundur dan menjerit kesakitan ketika beradu lengan. Mereka makin kagum dan juga terkejut. Acui memberi isyarat dan keduanya mencelat ke belakang, Amoi di belakang dan Acui di depan pemuda itu. Keduanya sudah mengeluarkan tali hitam yang ulet dan paniang, dan di ujung tali-tali itu terdapat lingkaran lasso. Begitu kedua gadis itu menggerakkan tangan, terdangar bunyi bercuitan dan dua batang lasso itu meluncur seperti ular hidup menuju ke arah kepala Kun Liong!

Kun Liong maklum bahwa dia hendak ditangkap dangan lasso, maka kedua tangannya siap. Ketika merasa betapa angin telah meniup kepalanya, tanda bahwa dua tali itu sudah menyambar turun, secepat kilat kedua tangannya menangkap lasso dan dangan gerakan tiba-tiba dia menarik sambil mengerahkan tenaga.

“Aiihhh...!” Acui dan Amoi menjerit berbareng karena tubuh mereka sudah terbawa oleh tali yang mereka pegang erat-erat, terbawa oleh tarikan Kun Liong sehingga mereka melayang ke atas dan saling bertubrukan di atas. Baiknya keduanya lihai sekali, sambil melepaskan tali, mereka saling berpegang tangan, kemudian meminjam tenaga masing-masing, keduanya sudah melayang turun ke depan Kun Liong. Wajah mereka agak pucat dan Kun Liong tersenyum tenang menghadapi mereka, lalu berkata. “Nona-nona harap sabar. Aku datang bukan untuk berkelahi, melainkan untuk minta kepada siapa pun yang menahan Nona Pek Hong Ing agar supaya membebaskannya.”

“Pergunakan senjata!” Acui yang merasa marah dan penasaran membentak. “Sing-sing-sing! Wuuuttt!” Di antara sinar obor, tampak kilatan banyak senjata yang tercabut.

“Jangan...! Jangan bunuh dia... tangkap saja...!” Marcus berseru, akan tetapi agaknya seruannya tidak dihiraukan oleh Acui, Amoi, dan anak buah mereka.

Selagi para pengurung itu bergerak dangan senjata di tangan, mengelilingi Kun Liong yang makin bingung dan siap untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba pintu depan istana terbuka dan terdengar seruan halus, “Tahan dan mundur semua!”
Suara ini berpengaruh sekali karena semua wanita itu serentak mundur dan membiarkan Kun Liong menghadapi orang yang baru datang, seorang wanita gemuk yang bermuka ramah dan tersenyum.

Melihat wajah orang, Kun Liong menjadi lega dan cepat dia menjura. “Aku Yap Kun Liong mohon agar dapat bertemu dangan Nona Pek Hong Ing...”

lanjut ke Jilid 063-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar