Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 27

Pedang Kayu Harum Jilid 027

<--kembali

"Biarlah dia pergi, yang terpenting, bocah ini tak boleh terlepas begitu saja dari tangan kami!" kata Coa Kui. "Andai kata bukan dia yang membunuh, sudah jelas dia menghina urid wanita kami!" "Juga dua orang murid wanita kami!" kata Kok Sian Cu. "Benar, tak boleh bocah ini dilepas begitu saja !" Ouw Beng Kok. "Omitohud, Pinceng masih harus mendapat kitab-kitab Siauw -lim-pai dari bocah ini !" kata wakil ketua Siauw -lim-pai dan yang lain -lain juga ikut pula membuka suara. Keng Hong menjadi marah sekali. Tubuhnya sakit-sakit, dadanya terasa sesak, kepalanya pening oleh pukulan- pukulan yang diterimanya, ditambah pula kepergian Biauw Eng tiiba-tiba seperti membawa sebagian semangatnya. Pengakuan Biauw Eng yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu amat meragukan hatinya.Ia yakin bahwa gadis itu mengakui semua itu untuk meneria hukuman di atas pundaknya, dengan niat membebaskan Keng Hong. Maka dia menjadi ragu-ragu apakah benar gadis itu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan keji. Siauw Biauw Eng dan ucapan Lam-hai Sin-ni meragukan hatinya. Tentu ada rahasia di balik semua itu. Orang yang kelihaian jahat belum tentu selamanya akan melakukan perbuatan jahat. Sebaliknya orang yang kelihatannya baik-baik belum tentu pula selamanya benar. Buktinya Lian Ci Tojin. Bukankah tosu itu secara keji seperti binatang buas telah memperkosa Tan Hun Bwee, puteri Yan piauwsu? Padahal perbuatan itu sampai mati sekalipun tidak sudi dia melakukannya. Dan para tokoh besar ini. Tidak jelaskah tampak betapa tamak mereka ini, mengejar-ngejar dan berlumba-lumba memperebutkan pusaka gurunya?

Tiba-tiba dia meloncat bangun dan berkata, suaranya kasar dan nyaring, "Kalian ini orang-orang tua yang jahat dan tamak! Aku tidak sudi lagi menurut segala kata-kata kalian ! Apakah dosaku terhadap kalian, termasuk terhadap Kun-lun-pai ? Salahkah kalau aku menjadi murid Sin-jiu Kiam -oang ? Coba katakan, perbuatan apakah yang telah kulakukan terhadap kalian semua ? Akan tetapi kalian selalu mengejar-ngejar aku, memperebutkan Siang-bhok-kiam , ini hanya alasan karena sebenarnya kalian semua menginginkan pusaka peninggalan suhu! Tak tahu malu! Takkan ku berikan kepada siapapun juga! Akan kupelajari sendiri dan kelak kupergunakan untuk melawan kalian!" Semua orang memandang dengan mata terbelalak, termasuk Kiang Tojin, Thian Seng Cinjin berkata perlahan. "Siancai..., mulut tajam....!" Akan tetapi Ouw Beng Kok telah menerjang maju menghantam sabil membentak. "Bocah sombong!"

Berbarengan dengan pukulan Ouw Beng Kok ini, Lian Ci Tojin juga maju menghamtam dari kiri dengan pukulan dahsyat mengarah lambung Keng Hong.

Pemuda ini yang sudah dua kali merasai pukulan Ouw Beng Kok yang hebat, menjadi marah dan merendahkan diri setengah berjongkok, mengerahkan seluruh tenaganya memapaki pukulan ketua Tiat-ciang-pang ini dengan dorongan tangan yang mengandung sinkang warisan gurunya.

"Blekkkkkkkkk!!"

Tubuh Oue Beng Kok terjengkang dan ketua Tiat-ciang-pang ini roboh pingsan dengan mulut muntah darah! Akan tetapi Keng Hong juga roboh berguling-gulingan karena labungnya dihajar pukulan tangan Lian Ci Tojin."Sute, jangan bermain curang!" bentak Kiang Tojin marah, akan tetapi karena pukulan itu telah bersarang dan membuat Keng Hong roboh, dia hanya memandang cemas.

Keng Hong bangkit lagi, menekan lambungnya yang serasa hendak pecah. Ia lalu menyusuti darah yang mengalir dari mulutnya, tanpa disadari dia mencabut keluar saputangan ini teringat akan gadis itu dan menudingkan telunjuknya kepada Lian Ci Tojin sambil berkata. "Kiang Tojin! Sutemu ini selain curang juga keji sekali terhadap seoarng nona baju hijau..."

"Engkau yang keji, bisa menuduh orang, keparat!" Lian Ci Tojin sudah menerjang maju lagi, akan tetapi Keng Hong meloncat mundur, membalikkan tubuhnya dan lari secepatnya menuju Kiam-kok-san.

"Kejar!"

Entah siapa yang mengeluarkan ucapan ini, akan tetapi seperti sepasukan tentara enerima komando, semua orang segera mengejar, kecuali ketua Kun-lun-pai dan Kiang Tojin.

Diantara para tosu Kun-lun-pai, hanya Lian Ci tojin dan Sian Ti Tojin saja yang mengejar bersama para tokoh lainnya. Sedangkan para Kun-lun-pai lainnya hanya berdiri ragu-ragu dan menanti perintah, , memandang kepada Kiang Tojin.

"Bawa anak murid Kun-lun-pai dan lihat apa yang terjadi di sana. . jaga jangan sampai tempat suci itu dikotori orang," kata Thian Seng Cinjin kepada muridnya yang tertua itu. Kiang Tojin mengangguk lalu mengajak semua anak murid Kun-lun-pai, melakukan pengejaran dari jauh. Thian Seng Cinjin menghela napas panjang berulang kali, kemudian bersila bersamadhi untuk menenteramkan batinnya yang mengalami guncangan dalam peristiwa itu.

Keng Hong mengerahkan seluruh tenaganya yang ada untuk berlari cepat. Larinya masih cepat karena memang pemuda ini memiliki ginkang yang tidak lumrah diiliki seorang pemuda, dan pantasnya dimiliki seorang yang sudah berlatih puluhan tahun. Hal ini adalah berkat di terimanya pemindahan sinkang dari Sin-jiu Kiam-ong. Akan tetapi pada saat itu dia telah terluka cukup berat sehingga andaikata dia tidak memiliki sinkang yang luar biasa tentu dia telah roboh dan karenanya, ketika dia mengerahkan seluruh tenaganya, napasnya terengah-engah dan dadanya terasa sakit sekali.

Merasa betapa kepalanya pening sekali dan napasnya sesak hampir sukar bernapas, terpaksa Keng Hong memperlambat larinya dan begitu dia mengurangi kecepatannya empat orang kakek Ngo-thong-pai telah menyusulnya. Memang Kong-thong Ngo -lojin terkenal dengan ginkang mereka yang hebat sehingga ginkang mereka itu dapat berlari lebih cepat daripada tokoh lainnya.

"Bocah setan, engkau hendak lari kemana?"

Di natara para tokoh yang mengejar, yang merasa sakit hati kepada Keng Hong pribadi adalah tokoh-tokoh kong-thong-pai, Hoa-san-pai dan Tiat-ciang-pang. Adapun tokoh lainnya yang juga mengejar, seperti dari Siauw-lim-pai, Kiu-bwe Toanio, Sin-to Gi-hiap hanya ingin memperebutkan pusaka Sin-jiu Kiam-ong, tidak mempunyai dendam pribadi kepada pemuda itu, maka mereka ini tidak seperti tokoh-tokoh tiga partai besar pertama , tidak ingin membunuh Keng Hong, melainkan hanya ingin memaksanya menyerahkan pusaka gurunya.

Begitu Kong-thong Ngo-lojin yang tinggal empat orang itu dapat menyusul, serentak mereka mengirim pukulan-pukulan Ang-liong-jiauw-kang yang ampuh dari belakang. Keng Hong mendengar sambaran angin pukulan yang amat hebat ini dan dia meamng sudah siap mengadu nyawa dengan orang-orang yang memusuhinya, sudah marah dan nekat sekali dan mengambil keputusan untuk tidak menyerah sampai mati. Maka cepat dia membalikkan tubuhnya sabil merendahkan tubuh menekuk kedua lutut, sedangkan ke dua lengannya bergerak ke atas untuk menangkis.

***

Kekuatan sinkang yang dia kerahkan hebat bukan main dan dia dalam keadaan marah, maka otomatis daya sedat sinkangnya bekerja amat kuatnya sehingga begitu tangan Kok Seng Cu, Kok Liong Cu dan Kok Kim Cu tertangkis, tangan tiga orang yang mengandung tenaga pukulan Ang-liong-jiauw-kang itu menempel pada kedua lengan mereka dengan kuatnya. Tenaga Ang-lioang-jiauw-kang merupakan tenaga yang timbul dari pengerahan sinkang dan memang sangat hebat sehingga dengan jari-jari tangan mereka yang membentuk cakar, kakek-kakek dari Kong-thong-pai ini sanggup meremas hancur senjata tajam lawan! Maka kini yang mengalir seperti banjir memasuki tubuh Keng Hong melalui kedua lengan nya adalah tenaga sinkang yang amat dahsyat sehingga napasnya hampir berhenti. Ia megap-megap dan merasa betapa tenaga yang kuat dan hawa panas sekali memasuki tubuhnya, berputaran di sekitar pusarnya.

"Celaka .. Twa suheng...tolong...!" Kok Kim Cu berteriak kaget. Melihat betapa tiga orang sutenya terbelalak dan terengah-engah mencoba melepaskan tangan mereka yang mencekeram lengan pemuda itu, maklumlah Kok Sian Cu akan keadaan tiga orang sutenya.

"Terkutuk! Ilmu iblis..!" teriaknya dan tongkatnya segera bergerak menotok kedua siku lengan Keng Hong. Pemuda ini sedang dalam keadaan setengah kejang kaku, tak dapat bergerak karena derasnya hawa sinkang yang memasuki tubuhnya, maka biarpun dia maklum akan datangnya totokan, dia tidak mampu mengelak.

Andaikata Kok Sian Cu, betapapun kuatnya sebagai orang pertama Ngo-lojin, menyerang Keng Hong dengan tangan kosong, tentu begitu pukulannya mengenai tubuh peuda itu, sinkangnya akan tersedot pula. Namun kakek ini saat lihai dan maklum akan hal itu, maka dia menggunakan ujung bambu untuk menotok dan begiru mengenai sasaran, dengan gerakan "sendal pancing" dia menarik kebali tongkatnya.

Keng Hong merasa betapa keduanya lumpuh dan tiga buah tangan kakek yang tadi mencengkeramnya dapat terlepas, maka dia lalu membalikkan tubuh dan berlari lagi. Ia megap-megap dan dadanya makin sakit, akan tetapi larinya tidak lumrah manusia lagi, seolah-olah terbang saja dan kedua kakinya seperti tidak menyentuh bumi. Hal ini adalah karena tenaga sinkang dari tiga orang kakek pemilik ilmu pukulan Ang-jiauw -kang yang telah tersedot oleh tubuhnya tadi kuat bukan main sehingga tubuh Keng Hong penuh dengan tenaga sinkang yang berlebihan. Seperti sebuah balon karet terlalu banyak angin, tubuhnya ringan dan setiap kali meloncat ke depan, dapat mencapai jarak yang lima enam kali lebih jauh daripada kemampuannya yang luar biasa. Sudah beberapa kali keadaan terlalu penuh hawa sinkang seperti dialami Keng Hong. Tiap kali dia bingung bagaimana harus membuang tenaga berlebihan itu. Akan tetapi sekarang, karena dia mengerahkan seluruh tenaga untuk melarikan diri, maka tenaga kelebihan itu dapat dia salurkan untuk keperluan ini sehingga larinya seperti terbang dan makin cepat dia mengerahkan tenaga berlari, makin lapang rasa dadanya dan daya tarik-menarik di tubuhnya akibat penyedotan sinkang tiga orang kakek itu mulai berkurang, bahkan dapat dia selaraskan dengan pernapasan dan tenaganya sendiri.

Empat orang kakek kong-thong-pai melongo ketika menyaksikan betapa peuda itu berkelebat cepat laksana halilintar menyabar, sebentar saja sudah sampai di sebuah puncak! Hampir mereka tak dapat percaya akan pandangan mata sendiri, dan karena tiga orang diantara mereka sudah menjadi agak lemah karena sebagian besar sinkang mereka tersedot lenyap, terpaksa dengan hati penasaran mereka melanjutkan pengejaran perlahan-lahan sehingga tersusul oleh tokoh-tokoh lain.

Akan tetapi ketika para tokoh itu tiba di kaki batu pedang di Kiam-kok -san , mereka melihat tubuh Keng Hong dengan susah payah telah mendaki sampai setenghnya dari batu pedang yang tampak dari bawah. Jelas tampak betapa pemuda itu sudah terluka dan terengah-engah, akan tetapi dengan nekat pemuda itu merangkak terus ke atas. "Kejar...!!" Seru Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai sambil menggerakkan pedangnya. "Akan tetapi Kiang Tojin yang sudah tiba disitu bersama anak murid Kun-lun-pai, sudah cepat menghadang di depan batu pedang sambil berkata

"Maaf ,cu-wi sekalian ! kiam-kok-san adalah sebuah tepat keramat bagi Kun-lun-pai, sedangkan kami sendiri tidak ada yang boleh naik ke puncaknya, bagaimana kami dapat membolehkan orang lain naik? Pinto harap cu-wi sekalian maklum, dan kami percaya bahwa di tempat wilayah kekuasaan cu-wi masing-masing terdapat tempat keramat seperti Kiam-kok-san bagi kami." "Ah, tapi hal ini lain lagi, Toyu." Bantah kok Sian Cu. "Harus pinto akui kebenaran ucapan Kiang -toyu bahwa di tempat kami pun ada tempat keramat yang tidak boleh dilanggar lain orang. Kami pun tentu saja memandang muka para pimpinan Kun-lun-pai, akan tetapi sekali-kali berani melanggar tempat keramat Kun-lun-pai,akan tetapi sekali ini kami semua sama sekali bukanlah hendak melanggar. Kami hanya ingin mengejar dan menangkap bocah yang naik ke Kiam-kok-san itu. Biarpun merupakan tempat larangan, akan tetapi kalau ada alasan kuat dan bukan semata-mata sengaja hendak melanggar, kami kira sepatutnya kalau Toyu membiarkan kami mengejar dan menangkap bocah itu." "Omitohud...., benar sekali apa yang diucapkan sahabat Kok Sian Cu. Pinceng tentu saja pantang untuk melanggar tempat keramat Kun-lun-pai, akan tetapi mungkin sekali kitab-kitab pusaka pinceng berada di puncak Kiam Kok-san ini, apakah Kiang -toyu hendak mengukuhi larangan ini dan tidak hendak mengembalikan kitab kami?"

Selagi Kiang Tojin bingung karena merasa terdesak oleh oongan-omongan yang mempunyai dasar kuat itu, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak dan tahu-tahu disitu telah muncul tiga orang yang mengejutkan hati mereka karena tiga orang ini bukan lain adalah Ang-bin-kwi-bo, Pak-san kwi-ong dan Pat-jiu-sian-ong - tiga orang di antara tiga orang Bu-tek Su-kwi yang dahulu, lima tahun yang lalu juga telah datang di tempat itu membuat kocar-kacir para tokoh sakti dan hampir saja membunuh para tokoh itu kalau tidak di tolong oleh Sin-jiu Kiam -ong! Melihat munculnya tiga orang iblis ini, Thian Ti Hwesio tokoh Siauw-lim-pai yang tadi bicara cepat berkata sambil menggerakkan tongkat Liong-cu-pang di tangannya. "Omitohud...! Pinceng tidak akan mundur selangkah pun menghadapi ketiga orang Bu-tek Sam-kwi jika sekali ini Sam Kwi hendak merampas peninggalan Sin-jiu Kiam -ong, termasuk kitab-kitab pusaka kami!' "Kami pun tidak sudi bersekutu dengan Bu-tek Sam-kwi, musuh-musuh kami dari aliran yang bertentangan!" kata Kok Sian Cu. "Ha-ha-ha-ha-ha! Ada saatnya bermusuhan ada saatnya bersahabat. Kalau tidak ada alasan bersahabat berusuhan,mengapa tidak bersahabat? Kalau ada alasan kuat untuk bersekutu, mengapa bermusuhan? Bukankah Nabi Konghucu mengatakan bahwa di empat penjuru lautan ini semua manusia adalah bersaudara?" Berkata Pat-jiu kiam-ong yang suaranya halus sambil menggerak-gerakkan kebutannya dengan lagak seorang dewa memberi ceramah kebatinan !

***

"Kami adalah golongan bersih, lawan golonan sesat, kami kaum putih lawan kaum hitam tidak sudi bersahabat dengan Bu-tek Sam -kwi!" kata Coa Bu tokoh Hoa-san-pai. Memang semua tokoh kang-ouw membensi Bu-tek Sam-kwi, empat orang iblis yang selalu membikin kacau dunia kang-ouw dan hampir semua golongan kang-ouw pernah dibikin rugi oleh empat orang datuk hitam itu. "Hi-hi-hik, sombong amat orang Hoa-san-pai! Mengandalkan apanya sih ?" Ang-bin kwi-bo mengejek. "Mengapa bicara baik-baik dengan orang yang berhati dengki dan memandang orang lain penuh dosa dan diri sendiri yang paling bersih? Kalau kami merampas pusaka , kalian mau bisa berbuat apakah?" bentak Pak-san kwi-ong dan kakek tinggi besar berkulit hitam ini menggerak-gerakkan tubuhnya yang berbulu sehingga dua buah tengkorak di ujung rantai yang diikatkan di pinggangnya mengeluarkan suara berkelotakkan mengerikan. Akan tetapi Pat -jiu Sin-ong mengangkat tangan yang memegang kebutan sambil tersenyum dan terdengarlah suaranya yang halus seperti orang peramah penuh kasih sayang antara manusia.

"Damai, damai..! Tidak ada yang seindah perdamaian ! Kami datang untuk membantu cu-wi sekalian dalam perdebatan memperebutkan kebenaran dengan fihak Kun-lun-pai ! Harap cu-wi jangan salah faham." Setelah berkata demikian, Pat-jiu Sian-ong, memandang kepada ke dua orang kawannya. Memang di antara mereka bertiga Pat-jiu Sian-ong terhitung yang paling pandai bicara dan pandai pula bersiasat. Ia tahu bahwa dua orang kawannya itu, seperti juga dia sendiri , tentu saja tidak gentar menghadapi pengeroyokan para tokoh kang-ouw itu.

Akan tetapi di situ terdapat para tosu, Kun-lun-pai yang selain berjumlah banyak, juga di ntaranya terdapat para pimpinan Kun-lun-pai, tujuh orang tokoh murid Thian Seng Cinjin, terutama sekali kiang Tojin yang tidak boleh dipandang ringan. Apalagi kalau si tua Thian Seng Cinjin sendiri turun tangan. Tentu mereka bertiga takkan dapat bertahan. Maka kini dia menggunakan siasat memihak par tokoh kang-ouw menghadapi Kun-lun-pai! Kiang Tojin, engkau sebagai tokoh yang mewakili Kun-lun-pai, mengapa berpandangan sempit dan picik? Mengapa engkau melarang orang-orang gagah yang hendak naik ke puncak Kiam-kok-san?" dengan suara halus naun penuh nada menekan, Pat-jiu Sian-ong bertanya kepada Kiang Tojin. Tosu Kun-lun-pai ini maklum bahwa dengan munculnya Bu-tek Sam kwi, keadaan menjadi gawat. Akan tetapi dia bersikap tenang ketika menjawab. "Pat-jiu Siang-ong , agaknya jaman sekarang ini orang-orang kang-ouw tidak lagi mengindahkan peraturan sehingga melanggar wilayah orang lain sesuka hatinya dan seenak perutnya sendiri. Kiam-kok-san adalah wilayah kami, bagaimana mungkin kami memperbolehkan orang lain mendakinya ?"

"Ha-ha-ha-ha-ha-ha, alasan yang amat lemah, ya ...lemah sekali! Tadi sudah dikemukakan pendapat yang amat jitu dari sahabat Kok Sian Cu wakil kong-thong-pai dan sahabat Thian Ti Hwesio wakil Siauw-lim-pai. Mengejar orang jahat dan berusaha mengambil kitab pusaka sendiri sama sekali bukanlah sengaja hendak melanggar, Akan tetapi aku mempunyai alasan yang lebih kuat sekali, KiangTojin. Bukankah tadi kau katakan sendiri bahwa Kiam-kok-san adalah sebuah tepat keramat bagi Kun-lun-pai dan tak seorang pun boleh mendakinya, bahkan orang Kun-lun-pai sendiri pun di larang?" "Benar sekali!" Kiang Tojin berkata tegas. "Ha-ha-ha ! Kalau begitu mengapa sampai bertahun-tahun Sin-jiu Kiam-ong menjadi penghuni Kiam-kok-san padahal dia pun bukan seorang Kun-lun-pai? Dan sekarang, baru saja Cia Keng Hong mendaki kiam-kok-san, mengapa didiamkan saja, Kiang Tojin? Bukankah dengan demikian seolah-olah Kun-lun-pai melindungi bocah itu? Ataukah ada udang bersebunyi di balik batu, ada maksud lain terkandung dala mperaturan ini?" Mendengar ini, Kiang Tojin tidak mampu menjawab! Ya, bagaimana dia harus menjawab? Sin-jiu Kiam-ong dahulu setengah memaksa tinggal di Kiam-kok-san , dan karena tidak ada orang Kun-lun-pai yang dapat menundukkannya, bahkwn dia telah melepas budi kepada Kun-lun-pai, maka ketua Kun-kun-pai membiarkan saja dia tinggal dan bertapa di Kiam-kok-san.

Kemudian Keng Hong tinggal pula di sana ,akan tetapi hal itu merupakan kelanjutan dri perbuatan Sin-jiu Kiam-ong, bukan kehendak Keng Hong pribadi atau kehendak Kun-lun-pai. Betapapun juga, apa yang diucapkan oleh Pat-jiu Sian-ong memang benar terjadi! Kiang Tojin telah melihat semua tokoh kang-ouw yang tadi bersikap tak senang dan memusuhi ketiga orang Butek Sam-kwi, ini mengangguk-angguk mendengar ucapan Pat-jiu Sian-ong itu. Hal ini pun dilihat jelas oleh Pat jiu Sian-ong yang merasa "mendapat angin" , maka dia lalu melanjutkan kan desakan kepada Kiang Tojin. "Kiang Tojin, selamanya Kun-lun-pai terkenal sebagai partai besar yang kenamaan karena gagah perkasa dan menjujung tinggi kejujuran dan keadilan. Kalau sekarng ini Kun-lun-pai kukuh dengan peraturan hanya untuk mempertahankan sebongkah batu karang saja, akibatnya akan hebat sekali. Bayangkan saja, kalau para cu-wi disini tidak mau menerima peraturan kukuh yang mau menang sendiri itu tentu akan timbul bentrokan dan pertempuran yang akan membawa akibat hebat sekali. Bahkan amat berbahaya bagi Kun-lun-pai." Kakek yang bertubuh kecil kate akan tetapi berkepala sebasar gentong beras dengan muka ciut itu menggeleng-geleng kepalanya dan membelai lehernya dengan hudti (kebutan dewa). Dengan hati mendongkol Kiang Tojin maklum apa yang tersembunyi di balik kata-kata itu, yang tidak diucapkan akan tetapi yang sesungguhnya paling penting, yaitu bahwa kalau terjadi pertempuran, tentu Bu -tek Sam-kwi akan berfihak kepada para tokoh kang-ouw!

"Adapun bahaya ke dua yang merupakan akibat kekukuhan peraturan tidak adil ini adalah bahwa jika para sahabat yang perkasa di sini berhati mulia dan mengalah lalu mengundurkan diri, tentu Kun-lun-pai akan menjadi buah tertawaan dan buah ejekan seluruh dunia! Bayangkan saja, melindungi seorang bocah dengan dalih peraturan yang kaku, tua dan konyol, dengan pamrih bahwa apabila semua orang telah pergi, Kun-lun-pai tentu akan naik sendiri ke Kiam-kok-san , dan menguasai seluruh pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ! Bukankah Kun-lun-pai lalu dianggap sebagai perkupulan brengsek yang menggunakan akal bulus dan menganggap seua tokoh kang-ouw di sini seperti kanak-kanak saja?" "Pat-jiu Kiam-ong, omonganmu mengandung racun!" bentak Kiang Tojin dengan kedua tangan di kepal. Dia maklum betapa lihainya kakek yang menjadi datuk golongan hitam ini, namun untuk mempertahankan Kun-lun-pai , dia tidak takut menghadapinya. Ia menaksir bahwa dengan enam orang sutenya dan dibantu oleh puluhan anak murid Kun-lun-pai, dia tidak perlu takut menghadapi Bu-tek Sam kwi.Akan tetapi tiba-tiba terdengar Kok Sian Cu tokoh kong-thong-pai berkata. "Siancai..! Sekali ini, omongan pat-jiu Kiam-ong ada isinya dan harus diakui kebenarannya!" Ketika Kiang Tojin memandang, jelas tampak olehnya betapa semua tokoh kang-ouw membenarkan datuk hitam itu dengan pandang mata atau anggukan kepala. Maklumlah Kiang Tojin bajwa keadaan benar-benar makin gawat dan kalu dia bersikeras mempertahankan, tentu akan terjadi bentrokan hebat yang dia sangsikan apakah akan menguntungkan Kun-lun-pai. Selagi Kiang Tojin bibang tiba-tiba terdengar suara gurunya berkata lembut.

"Sat-jiu Sian -ong, keadaan menguntungkan bagi pihak Bu-tek Sam Kwi, Jelaskanlah, apa kehendakmu selanjutnya ? Pinto mendengarkan" Tahu-tahu di situ telah muncul kakek tua Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai yang berdiri dengan tongkat di tangannya.

"Bagus sekali, Ketua kun-lun-pai datang sendiri, segala sesuatu dapat diputuskan dengan singkat dan tepat. Thian Seng Cinjin, mengingat akan keadaan para sahabat kang-ouw yang menaruh dendam kepada murid Sin-jiu Kiam -ong dan mereka yang dahulunya diganggu Sin-jiu Kiam -ong , maka sebaiknya kalau kita bersama ramai-ramai mengejar ke puncak Kiam-kok-san. Kita bekerja sama dalam suasana persahabatan,tidak ada persaingan dan tidak ada perebutan. Kita tangkap bocah yang membikin kacau itu, dan kita ambil semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Para sahabat yang pusakanya yang dahulu dicuri oleh Sin-jiu kiam-ong tentu saja boleh mengambil pusaka masing-masing, adapun pusaka-pusaka lainnya yang tidak ada pemiliknya, kita bagi rata di antara kita.Adapun bocah itu sendiri, kita serahkan kepada mereka yang menaruh dendam kepadanya. Bagaimana, bukankah keputusan ini sudah adil sekali?"

Semua tokoh kang-ouw mengangguk-angguk menyatakan setuju dan terdengar ucapan "adil" dari beberapa buah murid Thian Ti Hwesio berkata, "Omitohud, Kami dari Siauw -lim-pai sama sekali tidak menginginkan pusaka lain orang dan kami sudah cukup senang kalau bisa menemukan kembali dua buah kitab pusaka kami."

"Kami hanya mengkehendaki kembalinya pedang pusaka dan ramuan obat dari Hoa-san-pai, kemudian nyawa anak itu sebagai hukuman atas penghinaan yang dia lakukan terhadap kami," kata Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai.

"Kami pun menghendaki nyawa anak itu sebagai pembalasan atas kematian banyak anak murid kami!" kata Kok Sian Cu dari Kong-thong-pai.

"Sin-jiu kiam-ong berdosa kepadaku kalau kini aku mendapatkan sebuah dua buah pusaka peninggalannya, itu sudah cukup adil," kata Sin-tio Gi-hiap.

"Juga peninggalan pusaka yang berharga sebagai pengganti nyawa Sin-jiu kiam-ong bagiku!" Semua orang menyatakan penasarannya dan hak mereka untuk mendapat sebagiam pusaka Sin-jiu Kiam -ong. Akhirnya Thian Seng Cinjin yang tersenyum tenang mendengarkan tuntutan mereka itu, berkata.

"Dan bagaimana dengan kalian bertiga, Bu-tek Sam-kwi? Kalian bertiga menuntut apakah ? Juga menghendaki pembagian pusaka Sin-jiu Kiam-ong?"

"Ha-ha, Thian Seng Cinjin. Segala macam benda permainan dan pelajaran kanak-kanak apakah gunanya bagi kami ? Kalau nanti ternyata ada yang berguna bagi kami tentu kami akan mengambil bagian kami sebagai imbalan atas usaha kami menciptakan perdamaian dan pemufakatan di sini, ha-ha-ha!"

Kiang Tojin menjadi muak dan mendongkol mendengarkan omongan semua orang itu dan diam-diam di dalam hatinya dia terpaksa membenarkan maki-makian Keng Hong tadi bahwa orang tua-orang tua ini amatlah tamak! Makin suka hatinya terhadap Keng Hong, akan tetapi karena maklum sekali ini Keng Hong takkan dapat terlepas dari bahaya maut kecuali kalau panddai terbang di udara, maka dia hanya berkata dengan menekan keharuan hatinya. "Keputusan terserah kepada Suhu, asal saja para sahabat yang mulia ini masih ingat bahwa merupakan pantangan besar bagi Kun-lun-pai untuk melihat pembunuhan dilakukan disini!"

"Suheng mengapa khawatir? Para Locinpwe tentu akan menangkap dan membawa pergi bocah setan itu, tidak akan membunuhnya di depan Kiang Tojin!" kata Lian Ci Tojin dengan hati girang. Tosu ini tadinya merasa gelisah sekali ketika Keng Hong memperlihatkan sapu tangan hijau dan mendengar omongan pemuda itu.Rahasianya telah diketahui orang dan celakanya, yang mengetahui adalah bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh Keng Hong atau melihat bocah ini terbunuh, baru akan aman rasa hatinya. Karena dia memang sudah mempunyai perasaan tidak suka kepada Kiang Tojin, maka dia mempergunakan kesempatan itu untuk memukul suhengnya ini dengan ucapan yang jelas penuh arti itu. Thian Seng Cinjin ketua kun-lun-pai juga maklum akan rasa sayang Kiang Tojin terhadap Keng Hong, hal yang tidak aneh kalau diingat bahwa Kiang Tojin adalah tosu yang menyelamatkan nyawa Keng Hong dan membawa Keng Hong ke Kun-lun-pai. Maka dia lalu berkata halus.

"Semua tosu di Kun-lun-pai menyayang Keng Hong. Dahulu dia seorang anak yang baik dan penurut, akan tetapi setelah menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong.. ah ,sudahlah. Bu-tek Sam-kwi dan sahabat sekalian, kalau mau mendaki Kiam-kok-san mencari Cia Keng Hong dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong silakan, kami menanti di bawah!"

Mendengar ijin yang diberikan ketua Kun-lun-pai ini, bagaikan serombongan anak-anak yang dituruti kemauannya orang-orang kang-ouw itu berebutan mendaki Kiam-kok-san yang terjal dan tidak mudah didaki. Mereka terpaksa harus mendaki seorang demi seorang dan tentu saja Bu-tek Sam-kwi berada paling depan.

"Suhu, mengapa kita tidak ikut? Bolehkah teecu ikut naik,,,,?"

"Tidak ! Kita harus menanti di sini. Apakah kita akan melanggar pantangan kita sendiri?" Thian Seng Cinjin membentak Lian Ci Tojin dengan suara marah. Memang, melihat perkembangan urusan itu, hati ketua Kun-lun-pai tidak lagi dapat mempertahankan ketenangannya dan dia marah sekali dalam hatinya. Sekali ini, Kun-lun-pai benar-benar menerima penghinaan dan tidak dipandang mata oleh para tokoh kang-ouw itu, hanya karena di situ dapat Bu-tek Sam kwi yang memelopori mereka. Diam-diam kakek ini mengancam untuk sewaktu-wakti membuat pembalasan kepada Bu-tek Sam-kwi.

Biarpun lambat, akhirnya semua tokoh kang-ouw dapat juga menembus awan atau halimun yang menutupi puncak batu pedang dan betapa kagum rasa hati mereka ketika menyaksikan keindahan tamasya alam dari puncak batu pedang yang bagian atasnya ternyata datar itu dan cukup luas.

Akan tetapi hanya sebantar saja mereka mengagumi pemandangan alam ini karena hati mereka berdebar ingin cepat menangkap Keng Hong dan terutama sekali menemukan simpanan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong yang selaa bertahun-tahun menjadi rebutan di antara tokoh-tokoh kang-ouw.

Mereka memandang ke kanan kiri mencari-cari sambil mengelilingi seluruh permukaan tanah datar di puncak Kiam-kok-san, akan tetapi mereka tidak menemukan Keng Hong. Bayangannya pun tidak ada, jejaknya juga tidak ada! Sunyi sepi di puncak Kiam-kok-san!

"Semua orang menjadi penasaran sekali. "Jangan-jangan ketika melihat kita mendaki naik, bocah setan itu lalu terjun dari atas membunuh diri!" kata Kiu-bwe Toanio dan semua orang juga membenarkan kemungkinan ini dengan hati kecewa.

"Tidak mungkin!" kata Ang-bin Kwi-bo, mukanya yang biasanya memang merah itu menjadi agak hitam saking marahnya. "Bocah itu cerdik sekali, tentu dia bersembunyi. Akan tetapi, biarpun dia terbang ke langit, tentu aakan dapat kutemukan dia!"

Mereka mencari terus tanpa hasil. Kemanakah perginya Keng Hong? Betapa mungkin dia dapat melarikan diri, sedangkan ketika mendaki tadi dia sedang menderita luka parah?

Memang Keng Hong terluka hebat ketika Mendaki tadi, luka dibelahan dalam tubuhnya oleh pukulan-pukulan sakti. Kalau sinkangnya tidak hebat tentu dia sudah tewas setelah berkali-kali bertemu dengan pukulan-pukulan sakti seperti Tiat-ciang- dari ketua Tiat-ciangpang, pukulan Ang -liong-jiauuw-kang dari tokoh-tokoh kong-thong-pai, bahkan totokan ujung bambu Kok Sian Cu yang lihai.

***

lanjut ke jilid 028

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar