Minggu, 09 Februari 2014

Pedang Kayu Harum 72

Pedang Kayu Harum Jilid 072

<--kembali

Kok Sian-cu melotot. "Kaukira kami bodoh tidak mengetahui hal itu? Kami telah menyelidiki ke dusun dan kami tahu semuanya. Akan tetapi, semua itu tidak terjadi kalau engkau tidak menjadi biang keladinya, menjadi sebab timbulnya urusan-urusan itu. Pula, engkau telah bersekutu dengan Ang-kiam Bu-tek, engkau pemuda yang tak berakhlak, engkau menjadi kekasih iblis betina itu, siapakah yang tidak tahu? Engkau malah telah membiarkan semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong kepada iblis betina itu sehingga dia menjadi amat lihai, dan semua pusaka milik partai-partai besar telah terjatuh di tangannya! Ahhh, dosamu terlalu besar, Cia Keng Hong! Semua korban yang jatuh di fihak kami, memang benar bukan terjadi karena sengaja engkau yang membunuhnya dan mengingat akan dasar itu, boleh saja kami meniadakan tuntutan. Akan tetapi, engkau penyebab segala bencana dan yang paling hebat adalah turut lenyapnya pula pusaka Kong-thong-pai yang selama ini memang kami rahasiakan agar tak diketahui orang bahwa pusaka kami pun terjatuh ke tangan Sin-jiu Kiam-ong!" Setelah berkata demikian, Kok Sian-cu menggerakan tongkatnya menotok ke arah dada Keng Hong. Pemuda ini sama sekali tidak mengelak seperti yang dilakukan Yan Cu tadi, melainkan memasang dadanya untuk ditotok ujung tongkat yang menjadi sinar kehijauan saking cepatnya gerakan kakek itu.

"Dukkk!!" Totokan ujung tongkat itu tepat mengenai jalan darah di dada Keng Hong, akan tetapi yang ditotok tidak apa-apa, sebaliknya tongkat itu membalik dan Kok Sian-cu merasa betapa tangannya tergetar dan lengannya hampir lumpuh! Ia terkejut sekali dan meloncat mundur. Tiga orang sutenya sudah siap menerjang. Akan tetapi Keng Hong cepat mengangkat ke dua tangan ke atas sambil berkata,

"Sabarlah, para Locianpwe dari Kong-thong-pai yang terhormat! Dengarkan dulu kata-kata keteranganku. tidak benar kalau dikatakan bahw saya bersekutu dengan Bhe Cui Im si wanita jahat! Sebaliknya malah! Pusaka-pusaka peninggalan guruku itu bukan saya berikan kepadanya, melainkan dicurinya dariku! Dan dengan susah payah aku telah berhasil merampasnya kembali."

Empat orang tuso itu memandang penuh harapan dan Keng Hong cepat menghampiri Kon Sian-cu sambil bertanya, "Totiang, yang dimaksudkan dengan pusaka Kong-thong-pai yang telah diambil suhu dan dirahasiakan itu bukankah sepasang golok emas yang amat indah?"

Kok Sian-cu mengangguk-angguk, menelan ludah untuk menekan ketegangan hatinya sambil berkata, "Betul.....betul........"

Keng Hong merogoh baju dalamnya dan mengeluarkan sepasang golok emas, menyerahkan sepasang golok indah itu kepada Kok Sian-cu sambil berkata, "Inikah pusaka Kong-thong-pai? Kalau benar, nah, terimalah disertai permohonan maaf sebesarnya dari mendiang suhu Sin-jiu Kiam-ong!"

Begitu melihat sepasang golok emas itu empat orang tosu Kong-thong-pai terbelalak. Kok Sian-cu menerima dengan kedua tangan gemetar, tongkatnya terlepas dan begitu sepasang golok emas itu dipegangnya, kedua lututnya lalu ditekuk dan tiga orang sutenya pun menjatuhkan diri berlutut pula.

"Kong-thong Siang-sin-to (Sepasang Golok Sakti Kong-thong-pai)....." Terdengar mulut keempat orang tosu itu berkata penuh keharuan sambil memandang sepasang golok emas yang dipegang Kok Sian-cu dan diangkat tinggi-tinggi.

Keng Hong dan Yan Cu saling memandang dan mengertilah dua orang muda ini bahwa sepasang golok itu ternyata adalah pusaka yang amat dihormati oleh tokoh-tokoh Kong-thong-pai, maka pantaslah kalau mereka semenjak dahulu memusuhi Sin-jiu Kiam-ong dan menyimpan rahasia kehilangan sepasang golok itu karena hal ini akan menurunkan nama besar Kong-thong-pai! Dan Keng Hong dapat pula membayangkan betapa besar rasa syukur di hati empat orang tosu itu.

Akan tetapi tiba-tiba Kok Sian-cu meloncat bangun dan berseru marah, "Siapa telah menodai Siang-sin-to kami dengan darah??"

Tiga orang sutenya terkejut dan melompat bangun pula, mendekati Kok Sian-cu dan meneliti sepasang golok emas itu. Mereka semua kelihatan marah dan Kok Sian-cu segera membalikan tubuh menghadapi Keng Hong dan bertanya,

"Orang muda yang sudah berjasa besar mengembalikan Siang-sin-to, apakah engkau begitu keji menggunakan pusaka Kong-thong-pai yang suci ini untuk membunuh orang?"

Keng Hong menjawab tenang dan sabar, "Sepasang kim-to (golok emas) itu memang telah mencium darah orang, Totiang, akan tetapi bukan darah orang lain melainkan darahku sendiri! Setelah berhasil merampas semua pusaka dari Bhe Cui Im, saya bertemu dengan Ang-bin Kwi-bo dan saya ditangkap, pusaka-pusaka itu dirampasnya....."

"Ahhh.....!!" Empat orang kakek Kong-thong-pai itu kaget sekali mendengar disebutnya nama iblis betina yang menjadi datuk hitam itu.

"Sepasang golok emas pusaka Kong-thong-pai itu dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo untuk membuat saya tidak berdaya, yaitu dibengkokan menjadi kaitan dan dikaitkan tulang-tulang pundak saya. Untung kemudian pusaka-pusaka itu, termasuk sepasang kim-to dapat saya rampas kembali berkat pertolongan Subo dan Sumoi ini. Jangan khawatir, Totiang, golok pusaka yang suci itu tidak pernah dipergunakan membunuh manusia dan darah itu adalah darahku sendiri."

Empat orang tosu yang merasa girang dan bersyukur bisa memdapatkan kembali sepasang golok emas itu menjadi terharu dan ngeri mendengarkan pengalaman Keng Hong yang nyaris tewas mempertahankan pusaka-pusaka itu, termasuk pusaka Kong-thong-pai yang berhasil diselamatkan. Mereka bergidik kalau memikirkan betapa pusaka suci ini bisa terjatuh ke tangan seorang manusia iblis seperti Ang-bin Kwi-bo dan tentu akan kotor dan berubah menjadi pusaka maut yang haus akan darah manusia!

"Orang muda, jasamu tidak kecil dengan mengembalikan pusaka ini, dan biarlah kami membalas budimu dengan menghabiskan semua permusuhan yang pernah timbul. Kami dapat percaya bahwa dalam peristiwa-peristiwa itu, engkau tidak berdosa, atau setidaknya engkau tidak sengaja melakukan kejahatan. Betapapun juga, kami kira perbuatan-perbuatan yang telah engkau lakukan itu, bagaikan tanaman pohon, pasti akan berbuah pula. Siapa menanam dia akan memetik buahnya. Demikian pula dengan perbuatan baikmu mengembalikan pusaka kami ini, biarlah sekarang juga kami membalasmu dengan peringatan bahwa engkau sedang terancam bahaya dan sebaiknya sekarang juga segera pergi dari sini, jangan menuju ke kota raja."

Keng Hong mengerutkan alisnya, kemudian bertanya, "Kalau Totiang sudi menjelaskan, mengapa Totiang melarang saya ke kota raja dan bahaya apakah yang mengancam saya di kota raja?"

Empat orang tosu itu saling pandang, agaknya ragu-ragu, akan tetapi setelah kembali memandang sepasang golok emas di tangannya, Kok Sian-cu berkata, "Baru saja beberapa jam yang lalu ada dua orang mencarimu, Cia-sicu. Mereka itu mencarimu bukan dengan niat baik, melainkan hendak menangkap atau membunuhmu, dan...... dan mereka itu lihai bukan main...... mungkin engkau tidak akan dapat melawan mereka dan akan celaka kalau bertemu mereka. Mereka menuju ke kota raja mencarimu, maka demi membalas kebaikanmu yang telah mengembalikan pusaka kami ini, kami memperingatkan Sicu untuk cepat-cepat pergi dari sini menjauhi kota raja."

***

"Eh, Totiang!" Yan Cu tidak sabar lagi menjawab. "kami berdua memang hendak k kota raja dan kami berdua sama sekali tidak takut menghadapi ancaman mush yang manapun juga. Apakah dua orang yang mengancam Suheng itu bukan manusia?Kalau hanya manusia biasa seperti kami, hemmmm....... kami tidak takut sedikit pun juga!"

Baru sekarang empat orang tosu itu dapat memandang Yan Cu tanpa kemarahan di hati dan empat orang kakek ini diam-diam harus mengakui bahwa gadis itu amat ayu dan menggairahkan. Diam-diam mereka berpikir dari mana murid Sin-jui Kiam-ong ini mendapatkan seorang sumoi? Dan sampai di mana kehebatan ilmu kepandaian gadis yang begini cantik jelita seperti sekuntum bunga mawar? Mereka memandang kagum dan menduga-duga. Apakah dara jelita ini pun memiliki ilmu kepandaian luar biasa dan mengejutkan seperti yang dimiliki puteri Lam-hai Sin-ni dan sucinya yang aneh berpakaian merah itu?

"Mereka itu memang kelihatannya seperti manusia-manusia biasa, bahkan merupakan dua orang dara yang cantik, akan tetapi yang memiliki ilmu kepandaian seperti iblis!"

"Dua orang wanita muda?" Keng Hong memandang tajam. "Siapakah mereka, Totiang? Dan mengapa mengancam saya?"

"Mereka itu adalah dua orang gadis yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali. Kami tidak mengenal orang ke dua, akan tetapi yang pertama adalah puteri Lam-hai Sin-ni, nona Sie Biauw Eng......eh, Sicu.....!"

Akan tetapi Keng Hong tak mempedulikan panggilan itu karena dia telah menggandeng tangan Yan Cu dan sekali berkelebat kedua orang ini telah lenyap dari depan mata empat orang tosu yang melongo. Kemudian Kok Sian-cu menggeleng-geleng kepalanya dan berkata, "Hebat sekali....., berakan mereka begitu cepat...... hemmmmm, tentu akan terjadi geger kalau mereka berempat itu saling jumpa. Tak dapat dibayangkan betapa akan hebatnya pertandingan antara mereka!" Kemudian dia menghela napas dan berkata kepada tiga orang sutenya, "Kita telah ketinggalan jauh oleh orang-orang muda itu. Sebaiknya kalau mulai sekarang, kita mencurahkan lebih banyak perhatian kepada anak-anak murid Kong-thong-pai yang muda-muda agar mereka itu tekun berlatih dan dapat memperoleh kemajuan-kemajuan hebat seperti orang-orang muda ini........ karena hanya dengan adanya orang-orang muda yang pandai saja maka perkumpulan kita akan memperoleh kemajuan dan mereka kelak akan dapat menggantikan kita yang sudah makin tua dan makin mundur....."

Keng Hong begitu mendengar disebtunya nama Biauw Eng, sudah tidak dapat lagi menahan hatinya yang tiba-tiba berdebar keras saking girangnya. Tanpa pamit dia sudah meninggalkan empat orang tosu itu. Juga Yan Cu amat girang mendengar bahwa dua orang yang mencari Keng Hong dan baru beberapa jam lewat menuju ke kota raja itu adalah Biauw Eng dan seorang wanita lain. Memang mereka berdua sedang mencari Biauw Eng! Pertemuan dengan Biauw Eng amatlah penting bagi mereka berdua, karena pertemuan itu akan menentukan nasib mereka berdua dan akan menjadi keputusan apakah mereka akan melanjutkan ikatan jodoh yang diperintahkan dan dipaksakan subo mereka itu ataukah tidak! Maka ketika Keng Hong menarik tangannya, Yan Cu pun mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk berlari cepat sekali mengimbangi suhengnya.

Biauw Eng dan Hun Bwee melakukan perjalanan seenaknya. Kota raja sudah tidak begitu jauh lagi dan perjalanan mereka melalui dusun dan hutan yang tidak liar karena daerah dekat kota raja sudah mulai ramai. Hati Biauw Eng tenang dan lega bahwa Hun Bwee tidak kumat lagi gilanya. Diam-diam ia menaruh kasihan sekali kepada sucinya ini, dan mulailah ia mengutuk Keng Hong di dalam hatinya, sungguhpun tadinya ia merasa ragu-ragu apakah benar Keng Hong sampai hati melakukan perbuatan sekejit itu. Ia sering kali termenung dan menjadi bingung sendiri, apakah yang harus ia lakukan terhadap Keng Hong jika ia bertemu dengan pemuda yang dicarinya itu. Kalau ia bertemu dengan Cui Im yang dicarinya, memang sudah jelas akan ia serang mati-matian. Akan tetapi kalau ia bertemu dengan Keng Hong, bagaimana? Subonya menghendaki agar Keng Hong sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong ditangkap dan diseret di depan kaki Go-bi Thai-houw yang gila itu. Sucinya sendiri ingin membalas dendamnya karena pernah diperkosa oleh Keng Hong, hal yang memang sudah semestinya dan dia sendiri yang akan memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang sudah diperkosanya itu!

Akan tetapi bagaimana dengan dia sendiri? Ah, di antara dia dan Keng Hong memang tidak ada urusan apa-apa! Dia mencinta Keng Hong, dan pemuda itu juga menyatakan cinta kepadanya. Akan tetapi betapa dangkal dan palsu cinta kasih Keng Hong kepadanya! Tidak seperti cintanya, yang mendalam dan tulus ikhlas, cintanya tidak akan luntur oleh kejadian apa pun juga. Benar, sama sekali tidak pernah brubah. Kemarahannya karena kepalsuan Keng Hong menimbulkan benci seketika saja, namun tetap tidak mampu menghapus cinta kasihnya terhadap pemuda itu. Akan tetapi, apakah yang ia lakukan? Bagaimana kalau ia nanti berhadapan dengan Keng Hong? dapatkah ia menguasai hatinya untuk tidak menjadi lemah kalau berhadapan dengan pemuda itu? Ataukah ia tidak akan dapat menguasai kemarahan dan hatinya yang sakit karena cintanya di sia-siakan lalu turun tangan membunuh pemuda itu? Ah, tidak! Tidak! Dia harus dapat menguasai dan mengatasi perasaan pribadinya. Dia harus menangkap Keng Hong sesuai dengan perintah gurunya. Dia harus dapat memaksa Keng Hong untuk bertanggung jawab dan mengawini sucinya yang telah diperkosanya! Setelah itu........dia.......dia akan pergi. Jauh! Entah ke mana! Akan tetapi, sebuah ingatan menyelinap di dalam kepalanya, membuyarkan semua angan-angan tadi. Betapa ia memudahkan persoalan. Seolah-olah ia berani memastikan bahwa dia akan dapat memperlakukan Keng Hong sebagaimana yang dia kehendaki!

Seolah-olah Keng Hong merupakan sebuah boneka yang dapat ia bunuh atau tidak! Sejenak ia tadi lupa bahwa yang dia hadapi bukan Keng Hong yang telah menyia-nyiakan cintanya, Bukan hanya Keng Hong yang telah memprkosa Hun Bwee, akan tetapi juga Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Memang, dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, apalagi ada Hun Bwee disampingnya, ia tidak takut dan percaya akan dapat mengatasi Keng Hong, namun betapapun juga, dia tidak boleh merasa terlalu yakin akan dapat menangkap pemuda itu.

"Biauw Eng.....!!"

Otomatis Biauw Eng menahan kakinya, berdiri dengan muka pucat. Suara itu! Suara itu! Suara laki-laki yang akan ia kenal di antara suara seribu orang laki-laki lain! Suara Keng Hong! Apakah karena sejak tadi melamunkan Keng Hong, kini telinganya mendengar yang bukan-bukan?

"Biauw Eng........!!"

Biauw Eng meloncat dan membalikan tubuhnya sambil berbisik, "Keng Hong.....!"

Melihat sikap Biauw Eng dan mendengar bisikan itu Hun Bwee juga terkejut dan cepat membalikan tubugnya. Amatlah menarik untuk memperhatikan wajah dua orang gadis cantik ini ketika mereka membalikan tubuh dan melihat Keng Hong datang bersama seorang dara jelita.

***

Wajah Biauw Eng pucat sekali. Mula-mula sekali, begitu ia membalik dan matanya menangkap wajah dan tubuh Keng Hong, tampak sinar memancar keluar dari pandang matanya, sinar penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Namun sinar itu segera menyuram dan lenyap, terganti oleh sinar kilatan penuh cemburu ketika ia melihat dara yang amat cantik jelita di samping Keng Hong. Kilatan cemburu yang terpancar dari sepasang matanya itu pun sebentar saja dan segeraWajahnya yang pucat itu tidak membayangkan apa-apa, tetap dingin tidak membayangkan sesuatu, wajah dan matanya kosong memandang kepada Keng Hong dan Yan Cu yang datang berlari-lari menuju ke tempat mereka berdiri menanti, di dalam hutan yang sunyi itu.

Adapun wajah Hun Bwee brubah menjadi merah sekali. Sulit untuk menduga apa yang bergolak di hati dan pikiran gadis ini. Dia segera mengenal Keng Hong, terbelalak memandang pemuda itu, sama sekali tidak mempedulikan gadis jelita yang berlari di samping Keng Hong dan wajahnya menjadi merah sekali. Entah perasaan apa yang berkecamuk di dalam hatinya, akan tetapi yang sudah jelas sekali, gadis baju merah ini merasa malu dan jengah sekali bertemu dengan orang yang telah memperkosanya, orang yang dikagumi an dicintanya akan tetapi kemudian merusak hatinya. Mungkin saat itu pernyataan Biauw Eng untuk memaksa pemuda itu mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap dirinya itulah yang membuat ia menjadi malu dan bingung!

"Biauw Eng....!" Untuk ketiga kalinya Keng Hong menyerukan nama ini dan kini dia dan Yan Cu telah berdiri berhadapan dengan Biauw Eng dan Hun Bwee. Keng Hong hanya menunjukan pandang matanya kepada Biauw Eng, kepada wajah yang tak pernah dia lupakan barang sedetik pun, kepada mata yang membuat hatinya terharu, mata yang indah dan dingin, terbayang kedukaan amat hebat di dalamnya. Keng Hong memandang Biauw Eng, tidak melihat apa-apa lagi, tidak pula melihat Hun Bwee. Dadanya turun naik, terengah-engah, bukan karena kelelahan, melainkan karena menahan gejolak hatinya yang menggetarkan seluruh tubuhnya.

Yan Cu juga berdiri terengah dan gadis ini terengah karena kelelahan, karena ia tadi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengimbangi kecepatan lari suhengnya. Kini Yan Cu berdiri memandang dua orang gadis itu dengan penuh perhatian dan penyelidikan. Kedua orang gadis itu sama cantik, sama menarik dan sama gagah perkasa. Akan tetapi amat mudah bagi matanya yang tajam itu untuk menduga yang manakah Biauw Eng. Bukan hanya karena kecantikan Biauw Eng yang indah dingin bagaikan lautan salju di utara, melainkan juga ia dapat melihat ke manakah sasaran pandang mata suhengnya yang seperti orang kena pesona. Dia tidak heran mengapa suhengnya jatuh cinta kepada Biauw Eng yang memang cantik luar biasa itu, akan tetapi keningnya berkerut menyaksikan sikap Biauw Eng yang begitu dingin sehingga tidak wajar dan membuat bulu tengkuknya berdiri. Wanita sedingin ini, mana mungkin dapat dicairkan dengan panasnya api cinta?"

Baik Biauw Eng maupun Keng Hong belum dapat menemukan suara mereka kembali yang lenyap karena gelora hati yang membadai, yang timbul di saat mereka saling bertemu. Dua pasang mata itu bertemu dan seolah-olah bertanding mengadu kekuatan, ataukah saling peluk tak ingin dilepaskan kembali? Keduanya tidak berkedip, seperti terkena sihir.

"Apakah engkau yang bernama Sie Biauw Eng?" Tiba-tiba suara Yan Cu yang nyaring membuat Keng Hong dan Biauw Eng sadar dan gadis ini lalu memandang kepada Yan Cu. Sejenak pandang matanya mengeluarkan sinar kilat penuh cemburu sehingga mengejutkan Yan Cu. Akan tetapi dara ini tersenyum ketika melihat Biauw Eng mengangguk dan ia bertanya dengan suara wajar.

"Jadi kalau begitu Enci Biauw Eng dan Cici itu yang mencari-cari Suheng Cia Keng Hong?"

Kembali Biauw Eng mengangguk, tidak bernafsu untuk bicara dengan dara jelita yang entah menapa menyebut Keng Hong sebagai suhengnya itu.

Wajah Yan Cu berseri gembira. "Sungguh kebetulan sekali! Susah payah kami berdua mencari Enci Biauw Eng sampai ke mana-mana, sekarang dapat bertemu di sini sungguh amat menggirangkan hatiku."

"Hemmm......!" Biauw Eng mengeluarkan suara, sikapnya makin dingin. "Kami mencari dia ada sebab-sebabnya yang penting. Kalian mencari aku ada apakah?"

Heran, pikir Yan Cu. Gadis yang biarpun cantik akan tetapi sikapnya sdingin es dan agaknya amat galak ini bagaimana bisa menjatuhkan hati Keng Hong? Akan tetapi dia tetap tersenyum dan bertanya,

"Enci Biauw Eng, kami mencarimu hanya untuk bertanya apakah Enci Biauw Eng masih mencinta Suheng Keng Hong?"

"Sumoi.....!!" Wajah Keng Hong menjadi merah sekali. Sungguh sumoinya ini terlalu sekali, masa mengajukan pertanyaan seperti itu secara kasar dan langsung, seperti orang bertanya tentang hal sehari-hari yang biasa saja!

Juga Biauw Eng kaget bukan main. Pertanyaan itu datangnya begitu tiba-tiba dan sama sekali tidak pernah disangkanya sehingga merupakan serangan tusukan pedang yang langsung mengenai jantungnya. Wajahnya yang tadinya pucat itu menjadi merah sekali. Ia balas bertanya dengan suara membentak,

"Bocah lancang mulut! Apa sangkut pautnya denganmu?"

Yan Cu memutar bola matanya mengerling ke arah Biauw Eng. "Lebih baik aku bicara terang-terangan saja, Enci Biauw Eng. Ketahuilah bahwa subo kami telah memutuskan bahwa aku dan Suheng harus menjadi suami isteri. Kami berdua masih tidak dapat mengambil kepastian karena kami tidak tahu apakah kami saling mencinta, apalagi karena Suheng menyatakan bahwa dia mencintaimu. Karena itu, kami berdua sengaja mencarimu untuk bertanya dan kalau kalian berdua masih tetap saling mencinta tentu saja Suheng hanya dapat menikah dengan engkau. Sebaliknya, kalau engkau tidak mencintainya, tentu saja Suheng akan dapat mengambil keputusan apakah dia akan dapat menikah denganku atau tidak, sedangkan aku sendiri pun baru akan dapat memutuskan apakah aku mencinta dia atau tidak. Kalau dia mencinta orang lain, tentu saja aku tidak akan membiarkan hatiku mencintainya. Nah, sekali lagi aku bertanya, sebagai seorang wanita terhadap wanita lain, tanpa bermaksud menghinamu. Apakah Enci mencinta dia, ataukah tidak?"

Mau tidak mau, hati Biauw Eng tersentuh rasa gagum terhadap dara jelita ini. Seorang dara yang jujur, tegas dan tidak berpura-pura sehingga bertanya soal cinta secara begini terbuka. Sifat seperti ini memang cocok sekali dengan sifatnya sendiri, namun sekarang, setelah ia menderita racun cinta yang membuatnya bertahun-tahun merana, berduka dan akhir-akhir ini mengisi perasaannya dengan rasa kebencian, membuat hatinya mengeras dan menjawab ketus,

"Pertanyaanmu itu tidak perlu dijawab lagi karena sekarang, Cia Keng Hong tidak akan menikah siapapun juga, tidak dengan aku atau tidak pula dengan engkau, melainkan dia harus menjadi suami Suciku ini!"

"Aiiihhhhh, mana bisa begitu?" Yan Cu berteriak heran dan juga penasaran.

Keng Hong yang mendengar ucapan Biauw Eng, terkejut dan baru sekarang dia sadar bahwa di samping Biauw Eng ada seorang wanita lain yang memakai pakaian merah. Ia cepat mengalihkan pandang matanya, memandang Hun Bwee. Ia melihat wajah yang cantik dari gadis ini merah sekali akan tetapi kedua matanya mengeluarkan air mata.

"Apa artinya ini?" Keng Hong berkata perlahan, "Nona ini siapakah......?"

"Hemmmm.... Cia Keng Hong, apakah engkau benar sudah lupa kepada Suciku ini, ataukah memang berpura-pura lupa?" Biauw Eng berkata, suaranya penuh kepahitan dan kemarahan ditekan.

"Biauw Eng , aku..... aku merasa pernah melihat Nona ini, akan tetapi entah di mana dan kapan. Siapakah dia?"

***
lanjut ke Jilid 073-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar