Minggu, 09 Februari 2014

Pedang Kayu Harum 69

Pedang Kayu Harum Jilid 069

<--kembali

Sesosok bayangan hitam berkelebat cepat sekali di atas wuwungan rumah gedung Kwan-taijin. Bayangan ini berhenti dan mendeka di balik wuwungan dengan matanya dia menyapu ke bawah dan mata itu bersinar gembira ketika ia melihat bahwa keadaan di situ amat sunyi. Maklum bahwa saat itu telah menjelang tengah malam. bayangan ini lalu bangkit dan berindap-indap ke wuwungan sebelah belakang, kemudian bagaikan seekor burung garuda terbang, dia meloncat ke bawah dan kedua kakinya saa sekali tidak mengeluarkan suara ketika menginjak lantai di ruangan belakang.

Bayangan hitam itu ternyata adalah seorang laki-laki yang berusia empat puluh tahun lebih akan tetapi masih kelihatan tampan dan gagah, tubuhnya tinggi besar dan pakaiannya serba mewah dan indah, di punggungnya tampak pedang yang gaganganya terukir indah. Dia adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek, penjahat cabul yang telah melarikan diri dari istana bersama Cui Im. Mereka lari berpencar karena mereka takut kalau-kalau fihak istana melakukan pengejaran. Setelah gagal mengejar kemuliaan di istana dengan menjadi pengawal karena perbuatan Cui Im yang hendak memancing Keng Hong akan tetapi gagal, Siauw Lek yang kini merantau seorang diri telah kambuh lagi penyakit lamanya dan mulailah dia melakukan kekejiannya yang membuat dia dijuluki Jai-hwa-ong (Raja Pemetik Bunga), yaitu dengan menculik dan memperkosa wanita-wanita cantik!

Malam itu dia mencari korban di rumah gedung pembesar Kwan yang tinggal di kota Cin-an, sebuah kota besar yang terletak di tepi Sungai Huang-ho. Siauw Lek yang sudah berpengalaan dalam perbuatan keji seperti ini, menanti sampai para penjaga keamanan yang meronda lewat di ruangan belakang itu, kemudian dia mendongkel jendela samping dan masuk ke ruangan dalam dilihatnya anak tangga yang menuju ke loteng dan dia tersenyum. Biasanya, para wanita tinggal di tinkgat atas itu. Tubuhnya berkelebat dan dia sudah meloncat ke atas.

Tak lama kemudian dia sudah mengintai dari jendela kamar besar dan melihat pembesat Kwan yang setengah tua itu di samping isterinya. Ia lalu mengintai kamar sebelah dan matanya berkilat ketika dia melihat dua orang wanita cantik tidur di kamar yang indah itu. Ia dapat menduga bahwa dua orang wanita muda itu tentulah selir si pembesar. Melihat tubuh muda dan wajah cantik itu, timbullah gairahnya dan tanpa menimbulkan suara berisik, Siauw Lek sudah berhasil membuka jendela dantubuhnya meloncat ke dalam, lalu ditutupnya kembali jendela kamar.

Dengan sikap tenang karena memang sudah biasa dia melakukan perbutan terkutuk ini, Siauw Lek mengambil lilin dari atas meja dan menyinkgap kelambu yang menutup tempat tidur itu. Dia tadi hanya dapat mengira-ngira saja akan kecantikan dua orang wanita itu karena tertutup kelambu yang tipis, dan kini dia hendak memeriksa dulu calon korbannya. Bukan main girang hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa dugaannya benar. Mereka berdua itu adalah wanita-wanita muda, tentu selir bangsawan Kwan, wajah mereka menggairahkan. Dengan halus dan mesra Siauw Lek menggunakan telunjuknya meraba dan membelai bibir yang setengah terbuka dari wanita yang tidur di pinggir, yang memakai pakaian dalam berwarna hijau pupus.

Wanita itu membuka matanya, memandang dan mulutnya sudah bergerak hendak berteriak, akan tetapi jari tangan Siauw Lek menahan bibir merah itu dan Siauw Lek tersenyum, menggelengkan kepala memberi isyarat agar wanita itu jangan menjerit. Sejenak wanita itu terbelalak, memandang wajah Siauw Lek penuh perhatian, wajah yang tampan dan ganteng, jauh lebih menarik daripada kemudian pandang mata wanita itu menurun, menyapu tubuh Siauw Lek yang tinggi besar dan kokoh kuat, jauh bedanya dengan tubuh pembesar Kwan yang perutnya gendut itu.

Pandang mata Siauw Lek bicara banyak selir ini pun bukan seorang wanita yang bodoh, maka ia tersenyum lebar dan bangkit berdiri menarik telunjuk ke depan bibirnya yang merah seolah-olah memberi isyarat kepada Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memgang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memegang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek mengembalikan lilin ke atas meja dan begitu dia membalikkan tubuh menghadapi wanita itu, selir berpakaian dalam warna hijau ini sudah merangkul lehernya dan menciumnya seperti seekor harimau kelaparan!

Siauw Lek mendengus marah, tangan kirinya bergerak ke atas. "Prakkk!" Tanpa mengeluh lagi wanita itu roboh terkulai dengan nyawa melayang karena kepalanya sudah retak oleh hantaman jari tangan Siauw Lek! Memang watak Siauw Lek aneh dan kejam sekali. Dia paling tidak suka akan wanita yang genit, wanita yang menyambutnya dengan rayuan. Dia lebih senang memperkosa wanita yang melawannya! Benar-benar manusia ini memiliki watak binatang. Seperti seekor kucing yang kalau menangkap tikus selalu mempermainkan dan menyiksanya dulu sebelum memakannya, makan daging tikus sebelum mati sebelum mati sehingga terasa di mulut betapa tubuh tikus itu mengeliat-geliat dan meronta-ronta demikianlah watak penjahat cabul itu. Maka dia lalu membunuh begitu saja ketika selir berpakaian hijau itu menyambutnya dengan mesra dan penuh nafsu berahi. Setelah membunuh wanita itu, tanpa menengoknya lagi Siauw Lek lalu menghampiri tempat tidur dan sekali tangannya meraih terdengar suara "brettt!" dan pakaian merah yang dipakai wanita ke dua telah direnggutnya robek. Wanita itu terkejut, membuka mata dan memandang terbelalak, kemudian menjerit sekuatnya! Siauw Lek tidak jadi menotoknya ketika melihat bahwa wanita ini kalah cantik melihat bahwa wanita yang dibunuhnya tadi, memang wanita ini cukup muda dan cantik, berusia paling banyak tiga puluh tahun, akan tetapi karena kalah cantik oleh wanita yang dibunuhnya tadi, maka tampak buruk dalam pandangan matanya.

Jari tangannya yang tadi siap menotok urat gagu wanita itu agar tidak sempat berteriak, kini menyelonong ke arah tenggorokan dan terdengar suara "krekkk!" disusul rebahnya tubuh telanjang itu dalam keadaan tak bernyawa lagi!

Suara ribut-ribut di luar kamar, yaitu suara para penjaga yang terkejut mendengar jerit tadi, membuat Siauw Lek melompat dan tubuhnya sudah menerobos langit-langit dan berada di atas genteng.

"Jaga kamar Siocia...!" terdengar suara orang. Siauw Lek melihat ada beberapa orang penjaga lari ke sebuah kamar di ujung kiri. Ia cepat meloncat mendahului mereka, mendahului mereka, menendang daun jendela dan girang sekali hatinya ketika melihat seorang gadis muda yang amat cantik telah terbangun dari tidur dan duduk di ranjang dengan mata terbelalak ketakutan. Melihat Siaw Lek gadis itu kaget dan hendak lari, akan tetapi sekali sambar saja Siauw Lek sudah menotok lumpuh lalu mengempit tubuh gadis itu dan menerjang ke pintu yang didobrak dari luar oleh para penjaga yang melihat penjahat itu memasuki kamar melalui jendela. Empat orang pengawal itu roboh oleh tendangan kaki Siauw Lek dan dalam sekejap mata saja tubuh Siauw Lek sudah berloncatan ke atas genteng, dikejar oleh beberapa orang pengawal. Tentu saja para pengawal itu jauh kalah cepat sehingga mereka hanya dapat berteriak-teriak bingung ketika bayangan penculik itu lenyap.

Kekecewaan hati Siauw Lek terobati ketika dia mengempit tubuh yang hangat itu, membawanya lari keluar dari kota Cin-an. Sekali ini dia tidak mau gagal. Dia tahu bahwa karena yang diculiknya adalah puteri seorang pembesar, tentu para penjaga keamanan akan mengerahkan pasukan mencarinya. Maka dia terus melarikan diri ke pinggir Sungai Huang-ho dan di sebuah tempat yang sunyi dia membangunkan tukang perahu, menodong dada tukang perahu itu dengan pedangnya.

Tukang perahu yang kaget terbangun melihat dia ditodong ujung pedang oleh seorang laki-laki tinggi besar yang mengempit seorang wanita yang agaknya pingsan, seketika menggigil seluruh tubuhnya. "Hayo lekas seberangkan aku ke sana!"

Tukang perahu tidak berani membantah. Siauw Lek meloncat ke perahu dan tukang perahu itu lalu mendayung perahunya ke tengah menyeberang Sungai Huang-ho yang lebar. Di dalam perahu, Siauw Lek duduk dan memangku tubuh gadis yang tak dapat bergerak karena ditotoknya tadi. Hatinya girang bukan main. Lampu di perahu itu kecil sekali, akan tetapi cukup untuk menerangi tubuh gadis yang montok dan padat dan wajahnya yang cantik manis. Dia akan menikmati korbannya ini, tanpa gangguan. Maka diperintahkannya tukang perahu untuk menyeberangkannya ke bagian seberang yang sunyi.

Malam telah terganti pagi ketika perahu kecil itu mendarat di pantai yang penuh pohon, sebuah hutan yang sunyi dan tak tampak sebuah pun perahu di situ. Siauw Lek menyuruh tukang perahu mengikatkan perahu pada sebatang pohon, kemudian pedangnya berkelebat dan tubuh tukang perahu itu roboh mandi darah, kemudian mencelat ke sungai oleh tendangan kaki Siauw Lek. Sambil tersenyum Siauw Lek melihat mayat tukang perahu terbawa air, kemudian dia memodong tubuh gadis itu dibawa ke dalam hutan!

Melihat betapa tempat itu sunyi sekali dan di pinggir sungai itu terdapat rumput yang hijau tebal, Siauw Lek tertawa, membebaskan totokan gadis itu dan melepaskan tubuh itu ke atas rumput. Dia sendiri duduk memandang sambil tersenyum. Gadis itu mengeluah, tubuhnya masih kaku-kaku, kemudian ia bangkit duduk. Ketika menoleh dan melihat laki-laki tinggi besar yang memandangnya seperti seekor harimau memandang kelinci, ia mengeluarkan jerit tertahan, meloncat berdiri dan lari! Siauw Lek tertawa bergelak, membiarkan gadis itu berlari-lari di atas rumput sampai belasan langkah-langkah kecil, kemudian tubuhnya bergerak mengejar.

***
Gadis yang lari itu tiba-tiba tersentak kaget merasa betapa ujung pakaiannya dibetot dari belakang. Ia meronta dan menggunakan semua tenaga untuk meloncat ke depan. Terdengat bunyi robek dan sebagian baju luarnya tertinggal di tangan Siauw Lek yang tertawa-tawa girang. Sungguh menyenangkan sekali permainan ini baginya. Gadis itu berlari lagi akan tetapi tiba-tiba ia menjerit dan tubunya terjungkal. Ketika ia bangun lagi, kedua sepatunya telah berada di tangan Siauw Lek, juga sebagian celana luar yang robek. Gadis itu mengeluarkan suara seperti dicekik karena rasa ngeri dan takut membuat ia sukar mengeluarkan suara. Akan tetapi ia sudah berdiri lagi, terengah-engah dan memaksa kedua kakinya yang telanjang untuk lari lagi ke depan, kemana saja asalkan menjauhi laki-laki yang baginya lebih menakutkan daripada iblis sendiri.

"Ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha! Engkau manis sekali. Larilah... ha-ha-ha, larilah...!"

Gadis itu berlari. Kakinya yang terasa nyeri tak dihiraukannya. Ia berlari sampai agak jauh, napasnya terengah dan tibalah ia di sekumpulan pohon-pohon besar. Tiba-tiba ia menjerit ngeri ketika melihat laki-laki tinggi itu tahu-tahu sudah berada di depannya, muncul keluar dari balik sebatang pohon sambil tertawa-tawa.

"Aiiihhhhhh.. Ja... jangan..!" Gadis itu menjerit, membalikkan tubuh dan lari lagi ke lapangan rumput hijau.

"Ha-ha-ha-ha-ha! Larilah sekuatmu nona manis!" Siauw Lek berjalan-jalan mengikuti.

Gadis yang sudah hampir kehabisan napas itu akhirnya menjerit dan roboh terguling di atas rumput karena kakinya terjerat oleh sisa pakaiannya sendiri. Sambil tertawa puas Siauw Lek menubruknya.

"Ampunnn... jangan... tolooongggg...!" Akan tetapi tetapi di tempat sesunyi itu, siapa yang mampu menolongnya. Siauw Lek terkekeh-kekeh dan mencium muka yang pucat ketakutan itu.

Tiba-tiba Siauw Lek berteriak kesakitan, ternyata gadis yang sudah putus asa saking ngerinya itu, dan menjadi nekat dan menggunakan kesempatan selagi Siauw Lek yang diamuk berahi itu lengah, telah menggigit lehernya, menggigit dan mengerahkan tenaga tidak mau melepaskan lagi!

"Lepaskan! Keparat! Lepaskan...!" Siauw Lek membentak, akan tetapi gigitan pada lehernya itu makin mengeras. Siauw Lek menjadi marah sekali, tangan kirinya menampar.

"Plakkk!" Gigitan terlepas, gadis itu terkulai, darah keluar dari telinganya dan napasnya empas-empis, akan tetapi matanya masih terbelalak memandang Siauw Lek penuh kebencian.

Siauw Lek bangkit berdiri, meraba kulit lehernya yang berdarah. "Sialan! Anjing betina!" Ia memaki dan melihat ke bawah di mana gadis itu rebah terlentang dalam keadaan hampir mati karena kepalanya retak! Dengan gemas Siauw Lek mengangkat kakinya dan memaki, "Perempuan hina!" Kakinya menginjak dada yang tak tertutup lagi dan yang tadi amat menggairahkan hatinya, menginjak sambil mengerahkan tenaga. "Krakkk!" Tulang-tulang iga gadis itu remuk dan nyawanya melayang!

"Manusia iblis! Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek manusia terkutuk!"

Siauw Lek terkejut, cepat membereskan pakaiannya dan membalikkan tubuh. Ketika dia melihat ada dua orang gadis cantik sekali berdiri di situ, wajahnya seketika menjadi berseri. Kiranya yang memakinya itu adalah Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng, gadis puteri Lam-hai Sin-ni yang cantik jelita, sumoi dari Cui Im yang masih perawan dan yang pernah membuat dia tergila-gila. Kehilangan gadis bangsawan itu dan belum Biauw Eng sama dengan kehilangan ikan teri mendapatkan kakap! Mata laki-laki itu bersinar-sinar, apalagi ketika melihat bahwa wanita yang berdiri di samping Biauw Eng, yang memakai pakaian serba merah, juga amat cantiknya! Benar-benar dia mendapatkan keuntungan besar, padahal semalam dia tidak bermimpi kejatuhan bulan.

Dia tahu bahwa Biauw Eng bukan seorang gadis lemah, akan tetapi dia memandang rendah karena dia cukup mengenal sampai di mana tingkat kepandaian gadis ini. Dengan mudah dia akan dapat menundukan Biauw Eng dan hemmm... wanita baju merah itu pun bukan main manisnya!

Tentu saja Siauw Lek tidak pernah mimpi bahwa Biauw Eng yang berada di depannya sekarang ini sama sekali tidak boleh disamakan dengan Biauw Eng yang pernah dilawannya dahulu!

"Ha-ha-ha-ha-ha! Terima kasih, Biauw Eng! Memang aku sudah bosan dengan gadis tak tahu malu seperti anjing betina yang suka menggigit ini. Kiranya engkau datang untuk menemaniku! Mari... Marilah manis. Sudah lama aku rindu sekali kepadamu. Tak usah malu-malu, di sini sunyi dan tidak ada orang lain. Kalau temanmu yang manis itu ingin pula main-main denganku, marilah. Aku masih kuat melayani kalian berdua, ha-ha-ha-ha-ha-ha!"

"Hi-hi-hik!" Hun Bwee, wanita pakaian merah terkekeh. "Sumoi, inikah monyet cilik murid tujuh ekor monyet tua Go-bi? Karena hanya macam ini saja? dia tidak seberapa akan tetapi mulutnya amat lebar, menantang kita berdua main-main dengannya? Hi-hi-hik, aku sendiri pun cukup untuk main-main dengannya!"

Diam-diam Siauw Lek terkejut. Wanita muda itu cantik sekali, akan tetapi sikapnya begitu aneh, seperti... Miring otaknya! Dan berani memaki guru-gurunya, yaitu Go-bi Chit-kwi yang terkenal.

"Biarlah Suci, jangan turut campur. Tangannya bernoda darah ibuku, maka harus aku sendiri yang menghadapinya", kata Biauw Eng sambil melangkah maju menghadapi Siauw Lek, sikapnya tenang sekali, akan tetapi sinar matanya mengandung ancaman maut yang mengerikan. Adapun Hun Bwee sudah berlutut di dekat mayat gadis yang telanjang itu, kemudian terdengar ia terisak menangis memondong mayat itu dan membawanya pergi dari situ. Hati wanita ini penuh rasa iba dan terharu melihat korban kebiadaban ini yang mengingatkan dia akan nasibnya sendiri ketika dia diperkosa oleh laki-laki yang tadinya ia kagumi, diperkosa oleh Cia Keng Hong! Hun Bwee lalu mengali lubang di tanah dan mengubur jenazah itu.

Biauw Eng yang menghadapi Siauw Lek berkata, "Siauw Lek, kekejianmu melampaui batas, kejahatanmu sudah melewati takaran. Hari ini, aku Sie Biauw Eng kalau tidak dapat membunuhmu, aku bersumpah takkan mau hidup lagi!" Kemarahan Biauw Eng melihat musuh besarnya, musuh ke dua setelah Cui Im, mendatangkan kemarahan yang memuncak sehingga keluarlah kata-katanya yang amat menyeramkan itu.

Diam-diam Siauw Lek merasa bulu tengkuknya berdiri. Ia dapat merasa ancaman yang dahsyat itu dan maklum betapa hebat itu dan maklum betapa hebat kebencian gadis ini kepadanya. Namun tentu saja dia tidak takut. Dia akan menangkap gadis ini, akan memperkosanya sepuasnya, kemudian dia harus membunuhnya agar kelak tidak menjadi ancaman baginya. Maka untuk melenyapkan rasa serem di hatinya, dia tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, Biauw Eng. Ingin aku melihat engkau melawanku. Memang aku paling suka kalau dilayani wanita, nanti pun aku ingin merasai bagaimana engkau melawan, meronta dan menggeliat dalam pelukanku. Ha-ha-ha!" Mulutnya masih tertawa, akan tetapi dengan curang sekali tiba-tiba tubuhnya sudah menyambar ke depan, meloncat sambil menubruk seperti seekor harimau menubruk kijang.

Biauw Eng masih berdiri, tidak mengelak, malah mengangkat kedua tangan menyambut terkaman kedua tangan Siauw Lek. Jari-jari tangan mereka bertemu Siauw Lek sudah merasa girang karena tentu dia akan dapat menangkap gadis ini mengandalkan tenaga sinkangnya yang lebih besar.

"Cuh! Cuh! Tiba-tiba mulut Biauw Eng meludah dua kali ke arah mata Siauw Eng. Laki-laki yang tubuhnya masih di uadara ini kaget sekali. Belum pernah dia mengalami ilmu berkelahi seperti ini pakai meludah segala. Akan tetapi biarpun yang meludah seorang gadis cantik kalau cara meludahnya disertai sinkang kuat dan yang disambar air ludah adalah sepasang mata, amatlah berbahaya!

Siauw Lek miringkan mukanya, akan tetapi pada saat itu, Biauw Eng sudah melempar tubuh ke belakang. Tentu saja Siauw Lek terbawa pula karena kedua tangan mereka masih saling cengkeram dan begitu punggungnya menyentuh tanah, kedua kaki Biauw Eng diangkat dan menendang perut dan pusar Siauw Lek.

"Celaka..!" Siauw Lek berseru kaget, mengerahkan sinkang ke arah tubuh yang ditendang.

"Blukkk!" Sinkangnya membuat perutnya kebal, akan tetapi tidak dapat menahan tubuhnya yang masih di udara itu terpental sampai lima meter lebih. Untuk bahwa Siauw Lek mempunyai ilmu ginkang yang sudah tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan turun dengan kedua kaki di bawah tidak terbanting. Cepat dia melompat ke depan dan menghadapi Biauw Eng yang sudah berdiri dengan sikap tenang menghadapinya.

Kedua mata Siauw Lek merah. Hampir saja dia celaka dan sama sekali dia tidak pernah menduga bahwa gadis itu mempunyai cara berkelahi yang begini aneh! Ia marah sekali, akan tetapi kemarahannya masih belum menghapus rasa cintanya yang ingin menguasai tubuh Biauw Eng yang dirindukan, maka dia berseru keras dan cepat sekali menerjang maju dengan tangan diainkan secara hebat. Dari dua tangan yang terbuka itu menyambar angin pukulan yang kuat sekali, bertubi-tubi datangnya dan kedua telapak tangan itu berubah menjadi hitam. Namun Siauw Lek lebih banyak membuat gerakan mencengkeram untuk menangkap gadis itu daripada gerakan memukul. Dia sudah menggunakan ilmu pukulan Hek-liong-ciang-hoat (Ilmu Pukulan Naga Hitam) yang amat lihai.

Namun, dengan masih tenang sekali, Biauw Eng mengelak dan kadang-kadang menangkis semua serangan lawan. Bahkan ketika menangkis dan lengannya yang berkulit halus putih itu bertemu dengan lengan tangan Siauw lek yang besar dan kuat, tubuh Siauw Lek tergetar dan lengannya gatal-gatal! Ia terkejut sekali., maklum bahwa ternyata gadis ini sudah memperoleh kemajuan yang hebat.

***
Ia teringat akan penuturan Cui Im bahwa Biauw Eng mempunyai pukulan Ngo-tok-ciang (Tangan Lima Racun) yang amat berbahaya, maka kini dia berseru hebat dan mempercepat gerakannya. Dengan jurus menyesatkan tangan kanannya menghantam susul-menyusuk dengan tendangan kaki kirinya ke arah perut Biauw Eng, akan tetapi ketika gadis itu mengelak dan menangkis, tiba-tiba tangan kirinya mencengkeram ke arah tengkuk Biauw Eng.

"Plakkk!" tengkuk itu kena disentuh, akan tetapi tiba-tiba tangan Siauw Lek yang mencengkeramnya meleset, tubuh Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng bergerak cepat menampar ke depan!

"Plak! Plak!"

Bagaikan disambar petir, tubuh Siauw Lek berputaran terhuyung-huyung. Telinganya yang kanan kena ditampar, menimbulkan bunyi mengiang tiada hentinya,kepalanya seperti pecah dan pandang matanya berkunang. Ketika dia meraba mukanya yang terasa nyeri, dia terkejut karena hidungnya ternyata kena taparan pula sehingga ujungnya pecah-pecah berdarah. Hidungnya yang biasanya dia banggakan, yang mancung dan besar, kini pecah berdarah, tidak mancung lagi!

Siauw Lek menggoyang kepala mengusir pening. Ketika bintang-bintang yang menari-nari di depan matanya lenyap dan dia dapat memandang lagi, dia melihat Biauw Eng masih berdiri sambil bertolak pingang. Hal inilah yang membuat jantungnya berdebar penuh rasa ngeri dan takut. Jelas bahwa dia tadi sudah tidak berdaya dan kalau Biauw Eng tadi mengirim susulan serangan maut, tak mungkin dia dapat mempertahankan diri lagi. Akan tetapi gadis itu berdiri saja memandang, sama sekali tidak mempergunakan kesempatan itu. Hal ini hanya mempunyai satu arti, yaitu bahwa Biauw Eng memadang rendah kepadanya, bahwa Biauw Eng percaya penuh akan dapat mengalahkannya! Dan dia pun masih bingung mengapa gadis itu kini menjadi demikian hebat!

Dengan hati gentar Siauw Lek mengambil keputusan nekat. Dia mencabut senjatanya dan tampaklah sinar hitam berkelebat menyilaukan mata. Pedang hitam Hek-liong-kiam telah berada di tangannya dan tanpa memberi peringatan lagi, sesuai dengan wataknya yang curang, tangan kirinya bergerak dan belasan sinar-sinar kecil hitam menyambar ke arah jalan darah di tubuh depan Biauw Eng. Itulah senjata paku-paku hitam beracun yang dilepas dari jarak dekat secara tiba-tiba, kemudian selagi sinar-sinar hitam menyambar, dia sendiri sudah meloncat dan menerjang dengan pedang hitanya!

"Haiiiitttttt!" Biauw Eng terkejut juga melihat datangnya paku-paku yang amat berbahaya ini. Tubuhnya sudah mencelat ke atas dengan loncatan tinggi dan sambil meloncat ini dia telah melolos sabuk sutera putihnya yang dari atas merupakan gulungan sinar putih seperti naga mengeluarkan suara meledak-ledak menyambar ke arah kepala Siauw Lek. Laki-laki ini dengan kemarahan meluap menyabet ke arah ujung untuk membabat, akan tetapi ujung sabuk itu sudah melibat pedang. Melihat ini, Siauw Lek berseru keras dan dengan pengerahan tenaga sinkang, dia melontarkan tubuh Biauw Eng yang belum turun ke tanah Biauw Eng tak dapat menahan tenaga dahsyat ini, libatan sabuknya terlepas dan tubuhnya melayang ke atas! Akan tetapi, dia terjungkir balik dan tubuhnya menukik turun, didahului oleh gulungan sabuknya yang berputaran merupakan gulungan putih yang menyembunyikan tubuhnya!

Harus diketahu bahwa selama digembleng oleh Go-bi Thai-houw, nenek gila yanglihai sekali itu, tidak saja Biauw Eng menerima pelajaran ilmu silat aneh, akan tetapi ia telah memperoleh kemajuan pesat dalam hal sinkang dan ginkang dan dengan petunjuk nenek itu ilmunya Pek-in-sin-pian, yaitu memainkan sabuk putih, menjadi hebat.

Melihat betapa lawannya itu kini meluncur turun dengan bersembunyi di balik gulungan putih seperti awan, Siauw Lek memutar pedangnya menyambut.

Biauw Eng menggerakkan sabuknya, ujung sabuk itu berputar menjadi seperti payung pedang Siauw Lek, ia sendiri meloncat ke pinggir dan menggerakkan ujung sabuk ke dua yang meluncur seperti anak panah menotok ke arah pelipis Siauw Lek. Jai-hwa-ong ini berteriak kaget karena pedangnya bertemu dengan benda lunak berbentuk payung, bahkan pedangnya ikut berputar seperti tersedot oleh daya putar gulungan sabuk itu, dan kini tiba-tiba ada suara meledak dan sinar putih menyambar pelipisnya. Ia menarik pedang dan melelmpar tubuh ke belakang, lalu bergulingan. Ketika dia meloncat bangun lagi dengan keringat dingin membasahi dahi, dia melihat Biauw Eng berdiri dengan sabuk di tangan dan memandang kepadanya sambil tersenyum mengejek!

Siauw Lek menjadi makin panik dan gentar. Jelaslah sudah bahwa Biauw Eng kini memiliki kepandaian yang lihai bukan main dan dia merasa menyesal mengapa tadi dia memandang rendah. Kini untuk melarikan tipis sekali harapannya apalagi karena ketika dia melirik ke belakang, dia melihat nona baju merah tadi berdiri sambil bertolak pingang dan tertawa-tawa, menghadang jalan larinya! Celaka, pikirnya, dia tidak tahu bagaimana kepandaian nona baju merah itu, akan tetapi mengingat bahwa Biauw Eng tadi menyebutnya "suci", dia bergidik dan merasa ngeri! Tangan kirinya mengusap muka yang berpeluh dan dia menahan rintihan sehingga tergosok dan terasa perih. Tangannya penuh darah dan hatinya makin gentar.

"Hi-hi-hik! Kasihan sekali, Suoi. Dia sudah ketakutan setengah mati!" Nona baju merah itu tertawa dan Siauw Lek menjadi makin gelisah. Ia lalu menggereng keras, menubruk maju dengan pedangnya, membabat ke arah pingang Biauw Eng yang ramping dan yang tadi dia bayangkan akan dia lingkari dengan lengannya. Sambil membabat, dia menggunakan tangan kirinya membarengi dengan pukulan Hek-liong-ciang ke arah dada gadis itu!

"Tar-tar-tar..!" Ujung sabuk meledak-ledak dan melecut-lecut, berubah menjadi tiga sinar yang menangkis pedang, menangkis tangan kiri Siauw Lek dan yang ke tiga menotok ke arah hidung Siauw Lek yang sudah pecah! Siauw Lek mendengus arah, miringkan tubuhnya dan terus menerjang ke depan menusukkan pedangnya ke arah tenggorokan Biauw Eng.

Dua ujung sabuk putih itu berputar, yang satu menangkis sambil melibat ujung pedang, yang ke dua berputar dan melibat leher Biauw Eng sendiri, mencekik leher gadis itu! Siauw Lek terbelalak keheranan dan juga kegirangan, akan tetapi inilah kesalahannya. Karena heran dan girang melihat ujung sabuk itu melibat dan mencekik leher Biauw Eng sendiri sehingga gadis itu sampai menjulurkan lidahnya yang kecil merah, maka perhatiannya terlibat dan tak dapat lagi dia menghindarkan diri ketika kaki kecil mungil dari Biauw Eng menyambar dari bawah menggenai perutnya.

"Desss... ngekkk! Uaaak! Tubuh Siauw Lek terlempar ke belakang dan dia muntahkan darah segar. Dia telah menjadi korban jurus aneh yang dipelajari Biauw Eng dari nenek gila Go-bi Thai-houw! Siauw Lek terhuyung-huyung dan dapat berdiri pula mukanya pucat, bibirnya berlepotan darah, matanya beringas dan liar, sebagian pula karena marah. Dadanya terasa sesak dan kepalanya pening. Dia maklum bahwa lari pun tidak ada gunanya. Suara ketawa terkekeh-kekeh di belakangnya lebih menyerakan daripada Biauw Eng yang berdiri tegak dengan sabuk putihnya. Dia tahu bahwa sekali ini dia harus membela diri mati-matian dan harus bertandingn untuk menentukan mati atau hidup. Maka dia menjadi makin nekat. Dengan suara gerengan yang tidak seperti manusia lagi dia menerjang ke depan. Namun Biauw Eng sudah siap dengan sabuknya, digerakkan tangannya dan ujung sabuknya terpecah menjadi banyak sekali mengeluarkan suara ledakan-ledakan dan menotok ke arah tujuh belas jalan darah di tubuh lawan!

Siauw Lek yang sudah pening itu tidak begitu cepat lagi gerakkannya. Ia memutar pedang menangkis, namun tetap saja sebuah totokan menyambar lututnya dan dia roboh terguling. Namun, dengan mengguling-gulingkan tubuh dia membebaskan totokan, sedangkan tangan kirinya bergerak.

"Syut-syut-syuttt...!" Lebih dari tiga puluh batang paku hitam menyambar secara kacau ke arah Biauw Eng. Rupanya dalam keadaan panik ini Siauw Lek menguras habis paku-pakunya dari dalam kantungnya menyambitkan semua paku ke arah lawan. Biauw Eng tertawa dan tangan kirinya bergerak. Serangkum sinar putih menyambar ternyata itu adalah senjata rahasia bola-bola berduri putih yang enyambut datangnya sinar paku hitam sehingga semua paku runtuh di atas tanah, bahkan sebatang tusuk konde bunga bwe yang meluncur di antara banyak bola-bola putih tadi dengan kecepatan luar biasa menyambar ke arah tubuh Siauw Lek, tanpa dapat ditangkis lagi, menyambar ke arah mulut laki-laki itu! Siauw Lek terkejut. Miringkan kepalanya dan dia berteriak kaget dan.. telinga kirinya buntung!

"Hi-hi-hik, anjing bertelinga buntung.. Wah, jelek sekali...!" Hun Bwee tertawa dan bertepuk-tepuk tangan.

Kini Biauw Eng tidak mau memberi hati lagi. Ia menggerakkan tangan dan kedua ujung sabuknya menyambar-nyambar, meledak-ledak, dan melecut-lecut Siauw Lek berusaha menangkis, akan tetapi raa takut ditambah rasa nyeri membuat gerakannya ngawur dan tenaganya pun banyak berkurang, maka dia berteriak-teriak kesakitan, ketika ujung-ujung sabuk itu seperti paruh burung garuda mematuki tubuhnya, pakaiannya robek-robek dan kulitnya berikut sedikit daging di bawah kulit pula robek dan copot!

Dengan seruan keras, Siauw Lek yang sudah habis harapan itu mengangkat pedangnya, disabetkan ke arah lehernya sendiri. Akan tetapi ujung sabuk Biauw Eng menyambar, melihat pedang dan sekali sentakan saja pedang itu terbang dan terlempar ke dalam sungai!

***

lanjut ke Jilid 070-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar