Jalan Terindah - Imam Sutrisno
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya bertasbih kepada Allah siapa pun yang ada di langit dan bumi, dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Sungguh setiap sesuatu mengetahui cara shalatnya dan cara tasbihnya masing-masing. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan.” ( QS. An Nuur : 41 )
Beberapa waktu-waktu terakhir kita bisa bersyukur, karena telah banyak buku-buku yang beredar di masyarakat yang membahas mengenai shalat, termasuk didalamnya pelatihan shalat “khusyu’” yang diadakan oleh beberapa pihak.
Penegakkan
shalat harus diawali dengan sebuah pengetahuan tentang hal – hal yang
menyertainya. Karena amal sedikit dibarengi ilmu pengetahuan, adalah
lebih baik daripada amal banyak penuh kebodohan, sehingga pengetahuan
mendalam tentang syarat, rukun termasuk adab lahir maupun batin menjadi
hal mutlak, bila ingin menapaki “perjalanan dalam shalat”.
Wudhu
merupakan tahap pendahuluan dalam proses “penyucian yang agung” dengan
menggunakan “air yang merupakan rahasia kehidupan dan hidup itu sendiri”
laksana proses penyucian yang dilakukan Jibril kepada Rasulullah dengan
menggunakan air suci “zamzam” dengan membelah dada hingga hilang segala
hasud dan dengki, bahkan terisi dengan berbagai ilmu, iman dan hikmah,
sehingga bisa diperjalankan dalam “Isra’ dan Mi’raj” sebuah perjalanan
spiritual yang menjadi titik balik kemenangan, setelah diterpa berbagai
ujian dalam kehidupan Rasulullah beserta kaumnya pada saat itu.
Proses
penyucian dalam wudhu tak sekedar siraman air yang tanpa makna, namun
hakikatnya melebihi dari ritualnya itu sendiri, karena wudhu yang sebenarnya
merupakan proses pembersihan jiwa dari segala noda dan cela yang
dilakukan oleh nafsu – nafsu dunia yang telah memperalat tangan, wajah,
kepala dan kaki.
Setelah
terbersihkan dari segala noda baru si hamba diperbolehkan mulai
memasuki halaman – halaman untuk menghadiri “pertemuan agung dari segala
keagungan bahkan jauh – jauh melebihi batas keagungan yang terbersit
oleh fikiran dan akal manusia itu sendiri”.
Kemudian
saat undangan suci “menuju kemenangan” diperdengarkan, maka sang
hatipun begitu bergejolak untuk mendatanginya, sekalipun dengan
“merangkak” karena begitu menggelora keinginan rindunya, untuk
mendatangi pertemuan dengan Sang Kekasih.
Dengan
berpakaian “tawadhu” dan membuang pakaian-pakaian “kesombongan” si
hambapun tertatih – tatih melangkah ke halaman “tempat pertemuan” dengan
penuh kegelisahan “akan tertolaknya penghadapannya” dan rasa malu yang
begitu tinggi, atas ditutupinya keburukan – keburukan perangai dan
tindak lakunya, dengan pakaian “hijab malakut” oleh Sang Kekasih,
sehingga orang lain tidak mengetahui kejelekannya.
Kemudian,
ditengah keputusasaan dan harapan akan rakhmat dan kasih sayang yang
begitu agung dari Sang Kekasih, si hamba mulai berdiri dengan lurus,
menghadapkan wajahnya kepada Sang Kekasih dan menutup semua kekerdilan –
kekerdilan di belakangnya, hanya satu menatap Sang Maha Agung dari
Segala Keagungan Yang Ada, hingga terbukalah pintu pertama saat lisan
terbata – bata berucap, “Allahu Akbar ( Allah Maha Besar )”, kemudian si
hambapun melangkah dengan penuh rasa malu, dan tawadhu karena melihat
keagungan yang belum pernah tergambarkan oleh dirinya.
Iapun terus menerus memuji – muji Sang Kekasih, karena telah memberi “perkenan-Nya” untuk masuk, karena sesungguhnya “tanpa perkenan-Nya” ia termasuk golongan setan yang terkutuk. Iapun tersungkur jatuh tak tersadarkan diri, karena begitu ngeri yang tanpa batas melihat kengerian di hari “yaumid diin”, kemudian Sang Kekasihpun melimpahkan “limpahan rakhmat-Nya” hingga si hamba diberi kemampuan untuk memohon supaya digolongkan ke dalam “orang-orang yang beruntung dan bukan golongan orang–orang yang sesat”
Demikianlah, si hamba terus melangkah dan melangkah sampai “mendengar dan menyaksikan” semua sujud dan tasbihnya semua makhluk di langit dan bumi hingga iapun terjatuh dan terjatuh lagi karena tidak sanggup melihat keagungan dan keluasan yang ia saksikan.
Iapun terus menerus memuji – muji Sang Kekasih, karena telah memberi “perkenan-Nya” untuk masuk, karena sesungguhnya “tanpa perkenan-Nya” ia termasuk golongan setan yang terkutuk. Iapun tersungkur jatuh tak tersadarkan diri, karena begitu ngeri yang tanpa batas melihat kengerian di hari “yaumid diin”, kemudian Sang Kekasihpun melimpahkan “limpahan rakhmat-Nya” hingga si hamba diberi kemampuan untuk memohon supaya digolongkan ke dalam “orang-orang yang beruntung dan bukan golongan orang–orang yang sesat”
Demikianlah, si hamba terus melangkah dan melangkah sampai “mendengar dan menyaksikan” semua sujud dan tasbihnya semua makhluk di langit dan bumi hingga iapun terjatuh dan terjatuh lagi karena tidak sanggup melihat keagungan dan keluasan yang ia saksikan.
Ini
adalah sekelumit lintasan yang tergambar melalui tulisan ini, dan
sebenarnya tulisan inipun tidak akan menampung begitu maha luas dan
mendalamnya “keindahan perjalanan dalam shalat”. Yang tertulis disinipun
hanya kata dan ungkapan dari penulis, karena saya sendiripun belum
sampai pada tahap anugerah seperti itu.
Namun
ingatlah, bahwa perjalanan itu sungguh bukan merupakan perjalanan yang
mudah, dibutuhkan bimbingan “sang mursyid mukammil” untuk bisa berjalan
dengan benar. Karena godaan di kiri kanan perjalanan itu sendiri banyak
jumlah dan variasinya.
Tulisan
berikut saya mulai dari peristiwa agung yang mengawali lahirnya
perintah “shalat” dari Allah SWT. Pemaparan tersebut saya kutip dari
berbagai sumber yang layak dipercaya, termasuk didalamnya “bagaimana
cara terbaik untuk bisa memahami peristiwa isra’ mi’raj”.
Kemudian dilanjutkan dengan apa yang disebut proses “pembersihan diri” yaitu wudhu dari adab batin menuju wudhu sampai proses wudhu itu sendiri, dengan lebih menitikberatkan kepada proses penyucian dari noda-noda batin manusia.
Kemudian dilanjutkan dengan apa yang disebut proses “pembersihan diri” yaitu wudhu dari adab batin menuju wudhu sampai proses wudhu itu sendiri, dengan lebih menitikberatkan kepada proses penyucian dari noda-noda batin manusia.
Setelah
tahap penyucian kemudian mulailah tahap persiapan menuju pertemuan
agung itu sendiri, dimulai berbagai persiapan menuju shalat seperti saat
adzan dan iqomah, pakaian dalam shalat sebagai penutup aurat batin dan
lahir, tempat pelaksanaan shalat serta kiblat dalam shalat.
Setelah
hal tersebut terpenuhi, barulah mulai menuju tahap – tahap dalam
perjalanan terindah menuju Allah yaitu shalat. Diawali dengan “qiyam”
yang merupakan simbol lurus sesuai syari’ah dan tetap istiqomah tidak
terganggu godaan kanan kiri, sampai peristiwa salam, yakni ketika kita
kembali setelah melalui berbagai tahapan perjalanan.
“Ya
Allah jauhkan dari diri kami sum’ah dan mahbubiyyah, jadikanlah setiap
hembusan tarikan nafas kami adalah nafas untuk mengingat nama-Mu….
Jadikanlah setiap lintasan fikiran kami adalah anugrah untuk bertafakur
kepadaMu….Jadikanlah setiap tetesan keringat kami adalah tetesan upaya untuk menggapai jalan-Mu….”
“Ya Allah jadikalan akhir segala urusan kami sebagai kebaikan.”.
Amiin.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar