Satu, Dua, Pasang Gesper Sepatunya (One, Two, Buckle My Shoe, 1940)
Hercule Poirot detektif paling jenius, anda benar. Hercule Poirot
terkenal, anda benar lagi. Yang tidak banyak diketahui adalah dia bukan
sekedar detektif beken,
"... siapa orang kepercayaan Menteri Dalam Negeri? Anda. Siapa yang
menyimpan separuh anggota Kabinet dalam sakunya? Anda juga. Anda yang
telah menyelamatkan muka mereka. " (hal.236)
Begitulah, Poirot sejatinya adalah orang yang punya pengaruh luas di
Inggris. Publik mengenalnya sebagai pribadi yang brilian, berpenampilan
rapi, gemuk, botak, dan berkumis. Ngomong ngomong soal kumis, orang
sepakat kumis itu semacam penegasan akan maskulinitas laki laki. Tapi
yang maskulin pun bukannya tak punya rasa takut. Poirot takut akan satu
hal,
... Ia termasuk orang yang biasa menganggap dirinya sendiri hebat. Ia
adalah Hercule Poirot, yang selalu lebih unggul hampir dalam segala hal
dibandingkan orang lain. Tapi dalam situasi begini ia merasa tak bisa
lebih unggul. Tingkat keberaniannya merosot turun sampai nol. Ia merasa
seperti orang biasa lainnya, yang membutuhkan belas kasihan, yang takut
ketika duduk di kursi dokter gigi... (hal. 17).
Dan pagi itu Poirot menemui dokter giginya, drg. Henry Morley yang
praktik di Queen Charlotte Street 58. Sebenarnya bukan kerena ada
geliginya yang sakit, lebih karena disiplin perawatan gigi saja. Begitu
terbebas dari ruang dokter Morley, Poirot lega. Sekurangnya 2 tahun ke
muka dia tak perlu lagi bertemu sang dokter. Sebenarnya si Kumis harus
lebih lega lagi ketika Inspektur Kepala Japp dari Scotland Yard
menelepon sore harinya. drg. Morley telah mati bunuh diri...
Apa sebab drg. Morley bunuh diri. Terjawab ketika salah satu pasiennya
yang orang Yunani, Mr. Amberiotis tewas. Dia overdosis adrenalin dan
prokain, zat anestesi lokal yang biasa disuntikkan ke gusi pasien.
Rupanya rasa bersalah, bayangan runtuhnya reputasi, dan kemungkinan
tuduhan malpraktik menyebabkan sang doter bunuh diri. Hampir saja Poirot
pun menyimpulkan demikian, kalau saja tidak ada kejadian raibnya pasien
lainnya, Miss Sainsburry Seale. Rupanya ruang praktik gigi telah
menjadi panggung pembunuhan yang telah direncanakan, dengan sangat
teliti.
Anehnya Kementerian Luar Negeri memerintahkan untuk mempeti-eskan kasus ini. Japp yang sering jadi olok-olokan Poirot mati kutu. (Ah, kalau orang Scotland Yard tidak tolol, mana mungkin ada Poirot) tapi Agatha sungguh keterlaluan menggambarkan seorang Inspektur Kepala Polisi demikian naif dan tidak berwawasan. Sampai lah perjalanan kasus ini membawa Poirot ke Rumah Gotik Exsham, itu kediaman Bankir no.1 Inggris, Alistair Blunt. Oh, ternyata ini beneran kasus politik, atau...
Anehnya Kementerian Luar Negeri memerintahkan untuk mempeti-eskan kasus ini. Japp yang sering jadi olok-olokan Poirot mati kutu. (Ah, kalau orang Scotland Yard tidak tolol, mana mungkin ada Poirot) tapi Agatha sungguh keterlaluan menggambarkan seorang Inspektur Kepala Polisi demikian naif dan tidak berwawasan. Sampai lah perjalanan kasus ini membawa Poirot ke Rumah Gotik Exsham, itu kediaman Bankir no.1 Inggris, Alistair Blunt. Oh, ternyata ini beneran kasus politik, atau...
Behind The Story
Di novel ini Agatha coba menjaga keseimbangan antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan yang melibatkan konspirasi dan mata mata. Mungkin situasi sekitar 1940an itu cukup mewarnai penulisan novel ini. Dalam keadaan perang, orang cenderung saling curiga. Kejadian yang melibatkan orang orang berpengaruh selalu dikait kaitkan dengan perang mata mata. Tuduhan tangan tangan asing yang ikut bermain sering dilemparkan ke publik. Padahal bisa jadi itu hanya masalah pribadi orang orang per orang. Hanya karena melibatkan orang berpengaruh, kasus kriminal murni bisa disamarkan seolah olah soal politik.
Sebenarnya yang membuat saya kagum, adalah kelebihan Agatha untuk menciptakan tokoh tokoh. Ada sekitar 80 novel yang dibuat Agatha. Taruhlah tiap novel melibatkan lima tokoh di luar tokoh utama semisal Poirot dan Jane Marple. Maka akan ada sekitar 80 X 5 = 400 tokoh. Saya hampir membaca seluruh karya karya itu. Nyaris tidak ditemukan kesamaan karakter antara keempat ratus karakter itu.
Rupanya Agatha pandai menghayati tokoh tokoh ciptaannya itu. Dia bisa menciptakan karakter wanita atau laki laki, tua dan muda, militer atau sipil, pembantu atau tuan, dokter atau perawat, terpelajar atau kampungan, tegas atau pura pura, bangsawan atau kebanyakan, pemberontak atau penyabar, pendeta atau jemaat, tanpa pernah tertukar. Itulah sebabnya cerita yang cenderung lambat dapat diimbangi dengan kedalaman pemahaman akan tokoh tokohnya. Agatha bisa sangat detail kalau menyangkut tokoh tokohnya.
Contoh bagus untuk detailitas (istilah baru, ha?,) ya di novel ini. Terutama gambaran Miss Sainsburry Seale. Bukan hanya cara berpakaian perempuan paruh baya ini. Tetapi selera, ukuran, asesoris, dan bahan fesyen yang dia pakai sangat teliti diurai. Stoking, gesper sepatu, sampai topi yang dikenakan. Bibir, lipstik, hingga betis yang terjulur ketika turun dari kendaraan. Mungkin ini juga yang menjadikan novel novel sang nenek begitu punya banyak penggemar fanatik. Eh, kalau menyangkut wanita, siapa pujaan hati Hercule Poirot?
Ia, Hercule Poirot teringat pada wanita... seorang wanita, khususnya - sungguh ciptaan yang mewah - burung Cendrawasih - burung surgawi-venus... Wanita mana di antara gadis gadis cantik masa kini, yang pantas membawa lilin bagi Countess Vera Rossakoff? Seorang bangsawan Rusia yang murni, bangsawan sampai ke ujung ujung jemarinya? Dan juga, ia ingat, adalah pencuri paling ulung, salah satu wanita paling jenius... (hal.217).
Adegan langka: Poirot dan Countess Vera Rossakoff |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar