Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 46

Pedang Kayu Harum Jilid 046

<--kembali

"Asalkan kau dapat menjaga agar Hoa-san-pai selalu bertindak berdasarkan kebenaran, lakukanlah apa yang kau kehendaki dari pemuda ini," jawab ketua Hoa-san-pai dengan sabar.

Sepasang Pedang Sakti dari Hoa-san-pai melangkah maju menghadapi Keng Hong, dan Coa Kiu berkata, "Cia Keng Hong, engkau telah berjanji untuk mencari Ang-kiam Bu-tek, merampas kembali pedang pusaka Hoa-san-pai dan menggembalikan kepada kami, kami juga menghukum Ang-kiam Bu-tek, atas semua perbuatannya. Benarkah itu?"

"Benar, Locianpwe. Dan sekali lagi untuk melakukan hal yang Locianpwe sebutkan tadi."

"Cia Keng Hong, apakah engkau cukup memiliki ilmu kepandaian untuk mengalahkan Ang-kiam Bu-tek?"

Keng Hong tersenyum. Ia adalah seorang yang amat cerdik dan pertanyaan ini sudah cukup baginya untuk mengetahui apa yang dikehendaki Hoa-san Siang-sin-kiam,maka dia menjawab tanpa ragu-ragu, "Saya merasa yakin bahwa saya akan dapat mengalahkan dia, Locianpwe."

"Bocah sombong! Kalau engkau tidak dapat membuktikan sekarang juga di depan Hoa-san-pai, maka jelaslah bahwa engkau tadi telah menipu kami dengan kata-kata manis, muluk-muluk dan kosong belaka!" kata pula Coa Kiu, suaranya mengandung kemenangan. Keng Hong mengerti, akan tetapi pura-pura tidak mengerti dan bertanya,

"Apa yang Locianpwe maksudkan?"

"Nama Ang-kiam Bu-tek menjadi buah percakapan di dunia kang-ouw. Dia telah membunuh Thian Ti Hwesio dan Sin-to Gi-hiap, merobohkan banyak sekali tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.."

"Saya dapat menambah lagi, Locianpwe," kata Keng Hong memotong kata-kata Coa Kiu,

"Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im itu bahkan telah membunuh bekas gurunya sendiri, Lam-hai Sin-ni."

Semua orang kaget, bahkan Bun Hoat Tosu sendiri nampak tercengang. Coa Kiu melanjutkan ucapannya, "Nah, hal itu membuktikan bahwa ilmu kepandaian Ang-kiam Bu-tek benar-benar hebat dan jelas tingkat kepandaiannya melebihi tingkat kepandaian Hoa-san Siang-sin-kiam. Kami sendiri agaknya tidak akan mampu menandinginya. Akan tetapi engkau telah menyatakan keyakinanmu untuk mengalahkannya. Dapatkah engkau membuktikan kata-katamu itu sekarang juga?"

Keng Hong masih berpura-pura tidak mengerti. "Membuktikan dengan cara bagaimana, Locianpwe?"

"Dengan cara mengalahkan Hoa-san Sian-sin-kiam! Jelas bahwa kepandaian kami masih lebih rendah daripada Ang -kiam Bu-tek, maka kalau engkau sudah merasa yakin akan dapat mengalahkan dia, tentu engkau pun harus dapat mengalahkan kami. Sebaliknya, kalau terhadap kami saja engkau berani membohongi guru kami bahwa engkau akan dapat mengalahkan Ang-kiam Bu-tek?"

Keng Hong pura-pura kaget dan bingung kemudian dia menghadap ketua Hoa-san-pai sambil berkata, "Mohon pertimbangan Locianpwe mengenai tantangan Hoa-san Siang-sin-kiam ini. Locianpwe, saya datang menghadap Locianpwe dengan niat untuk menghabiskan segala permusuhan dan kesalahfahaman yang ada di antara kita, bagaimana mungkin saya berani menghadapi dua orang tokoh besar Hoa-san-pai dalam pertandingan? Bukankah hal ini akan membuat usaha dan niat baik boanpwe menjadi sia-sia belaka?"

Bun Hoat Tosu tersenyum dan berkata, "Tidak mengapa, orang muda. Apa yang diusulkan oleh kedua orang muridku memang benar, bukan sekali-kali untuk mengujimu karena tidak percaya. Engkau adalah murid tunggal Sin-jiu Kiam-ong tentu memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Akan tetapi, bagaimana hati kami sepeninggalmu akan dapat tenang dan yakin bahwa pusaka Hoa-san-pai akan dapat dikembalikan kalau kami tidak menyaksikan lebih dulu kelihaianmu. Harap jangan sungkan Hoa-san-pai akan dapat dikembalikan kalau kami tidak menyaksikan lebih dulu kelihaianmu. Harap jangan sungkan dan perlihatkanlah kepandaianmu dan keampuhan Siang-bhok-kiam kepada kami."

Keng Hong menjadi kagum. Ketua Hoa-san-pai ini benar-benar bijaksana. Jawabannya sekaligus menyadarkan kedua orang muridnya bahwa pertandingan ini hanya merupakan ujian, dan sekaligus menarik kesempatan untuk menyaksikan kehebatan Siang-bhok-kiam dan ilmu pedangnya.

Ia pun kagum bahwa kakek tua renta ini sudah tahu bahwa dia membawa Pedang Kayu Harum itu, padahal pedang itu dia sembunyikan di balik jubahnya. Ia cepat memberi hormat dan berkata, "Baiklah kalau begitu, Locianpwe Ji-wi Hoa-san Siang-sin-kiam, saya telah siap menerima pelajaran Ji-wi!"

Lega hati kedua tokoh Hoa-san-pai itu. Mereka selalu merasa penasaran dan hal ini akan menganggu hati mereka kalau mereka belum mencoba kelihaian murid tunggal Sin-jiu Kaim-ong, yang selama beberapa tahun ini membuat mereka, seperti juga tokoh-tokoh lain di dunia kang-ouw, menjadi lelah badan dan kesal pikiran. Sudah bertahun-tahun mereka ikut mengejar Keng Hong tanpa hasil, kini setelah pemuda itu uncul sendiri, malah dibebaskan sedemikian mudahnya. Mereka tentu akan penasaran dan gelisah kalau belum menguji kepandaian pemuda ini yang oleh guru mereka kini tidak dianggap musuh lagi, melainkankan sahabat yang hendak mencarikan kembali pedang pusaka Hoa-san-pai! Kedua orang kakek itu melangkah ke tengah ruangan, dikuti pandang mata ketua Hoa-san-pai dan tujuh orang murid kepala lain yang menjadi adik-adik seperguruan Hoa-san Siang-sin-kiam. Juga para murid yang berkumpul mengelingi ruangan itu memandang dengan hati tegang, akan tetapi juga ada rasa gembira di hati mereka karena seperti semua ahli silat di dunia ini, pertandingan yang paling menarik, apalagi bagi mereka itu yang kini disuguhi pertandingan hebat dengan majunya Hoa-san Siang-sin-kiam melawan seorang pemuda murid Sin-jiu Kiam-ong yang terkenal.

Karena merasa bahwa mereka berdua maju untuk menguji, apalagi karena maklum atau dapat menduga akan kelihaian pemuda ini, maka Siang-sin-kiam mengusir rasa sungkan di hati akan kenyataan bahwa mereka sebagai tokoh-tokoh besar Hoa-san-pai kini hendak mengeroyok seorang pemuda yang patut menjadi cucu murid mereka!

"Sing! Sing!" tampak sinar berkilat menyilauan mata ketika kakak beradik ini mencabut pedang mereka. Mereka sudah berdiri berdampingan dan memasang kuda-kuda yang sama, dengan pedang di tangan kanan melintang di depan dada, tangan kiri diangkat ke atas kepala dengan jari-jari disatukan menuding ke langit, lutut kaki kanan ditekuk depan kaki kiri, mata mereka menatap tajam kepada Keng Hong.

Keng Hong maklum bahwa dua orang kakek ini amat lihai ilmu pedangnya. Kalau tidak demikian masa mereka mendapat julukan Hoa-san Siang-sin-kiam? Mereka merupakan murid-murid utama dari Hoa-san-pai dan berkedudukan tinggi. Untuk dapat menimbulkan kesan baik dan membuktikan kesanggupannya, dia harus dapat mengalahkan mereka. Akan tetapi mengalahkan mereka tanpa melukai, karena kalau hal ini terjadi tentu akan menimbulkan lagi perasaan bermusuh. Dia mengerti pula bahwa sekali ini, dia bertanding melawan dua orang lihai di bawah pengawasan mata yang tajam dari ketua Hoa-san-pai dan tujuh orang murid kepala yang lain, maka sudah tentu saja dia tidak berani main-main dan berpura-pura karena hal ini kalau sampai ketahuan tentu menimbulkan kesan seolah-olah dia memandang rendah Hoa-san-pai. Jalan satu-satunya harus mengalahkan mereka dengan ilmu pedang yang lebih tinggi, dan hanya Siang-bhok-kiam sajalah yang kiranya akan dapat menundukkan Sepasang Pedang Sakti ini.

"Maafkan saya!" katanya dan tangannya meraba ke dalam jubahnya. Di lain saat dia sudah mencabut Siang-bhok-kiam dan yang tampak hanya sinar hijau berkelebat berbareng tercium bau yang harum.

"Siang-bhok-kiam....!" Terdengar bisikan-bisikan yang hampir berbareng keluar dari mulut murid-murid Hoa-san-pai sehingga bisikan yang dilakukan banyak mulut murid-murid Hoa-san-pai sehingga bisikan yang dilakukan banyak mulut itu menjadi tidak lirih lagi. Setelah sinar hijau lenyap, yang tampak hanya sebatang pedang kayu di tangan Keng Hong, dan sebagus-bagusnya pedang kayu, tentu tidaklah seindah dan segagah pedang baja.

Namun, begitu melihat pedang itu terpegang di tangan Keng Hong dan melihat pemuda itu membuat gerakan kuda-kuda pembukaan, Siang-sin-kiam mengikuti dengan pandang mata tajam dan penuh kewaspadaan. Gerakan kuda-kuda Keng Hong adalah gerakan pemubukaan Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut yang luar biasa. Kedua kaki pemuda itu, terpentang dengan lutut di tekuk ke depan, Pedang Kayu Haru mula-mula menuding ke langit dari atas kepala lalu perlahan-lahan melingkari leher terus turun menuding bumi di depan kaki, sedangkan tangan kiri membentuk lingkaran dan berakhir di depan dada dengan sikap menyembah, tangan miring dan jari terbuka rapat.
"Cia Keng Hong, jaga serangan kami!" Coa Kiu berseru keras dan tiba-tiba dia dan Coa Bu sudah menerjang maju, pedangnya menusuk leher dan pedang adiknya menusuk pusar.

"Trang-trang..!" Pedang Kayu Harum sudah menangkis kedua pedang itu sekaligus sehingga kedua pedang itu terpental. Namun kakak beradik Coa itu adalah ahli-ahli pedang yang kenamaan dan banyak pengalaman. Sungguhpun dari getaran yang melalui pedang mereka itu jelas membuktikan bahwa tenaga sinkang pemuda ini seperti yang sudah mereka ketahui, amat kuat, namun pedang mereka yang terpental itu mereka ikuti dengan tubuh, dan mereka kini berpencar ke kanan kiri. Cepat sekali datangnya penyerangannya itu, pedang Coa Kiu membabat kaki sedangkan pedang Coa Bu menusuk lambung.

"Sing-singggg...!"

Keng Hong tetap tenang ,kakinya meloncat ke depan, tubuhnya membalik, sinar hijau Siang-bhok-kiam membabat ke kanan kiri menangkis.

"Cring-cring...!"

Kembali dua kakek itu memutar tubuh karena pedang mereka terpental, kini mereka saling berdekatan, pedang mereka diputar membentuk gulungan dua sinar yang menyilaukan, makin lama makin cepat dan dua gulungan sinar itu kini bersatu, menjadi segulung sinar yang tebal dan kuat, kemudian tubuh ereka berkelebat lenyap dan yang tampak hanyalah sinar pedang tebal meluncur ke arah Keng Hong. Pemuda ini maklum bahwa "penyatuan" sinar pedang dua kakek ini amat berbahaya dan inilah agaknya yang membuat nama Sepasang Pedang Sakti amat terkenal. Ia pun lalu mengerahkan tenaganya, mempercepat pemutaran pedang Siang-bhok-kiam sehingga bayangan tubuhnya terbungkus sinar hijau yang meluncur dan menyambut sinar pedang putih yang mengeluarkan suara bercuitan itu. Terjadilah pertandingan ilmu pedang sakti, yang tampak hanya gulungan putih dan hijau, suara bercuitan dan berdesing-desing diselingi suara "crang-cring-trang-trang!" dan tampak bunga api kadang-kadang muncrat berhamburan.

Setelah bertanding selama empat lima puluh jurus, Keng Hong maklum bahwa kalau dia menghendaki, dengan mudah dia akan dapat erobohkan dua orang kakek ini. Akan tetapi dia tidak mau menyakitkan hati atau membuat malu dua orang kakek yang sudah memiliki nama besar di dunia kang-ouw ini. Maka dia bersuit nyaring dan gerakannya dipercepat. Gulungan sinar pedang berwarna hijau menjadi terang dan lebih panjang, membentuk lingkaran-lingkaran aneh dan terus enghimpit dan membelit gulungan puti kedua kakek itu.

Kini tampak betapa Hoa-san Siang-sin-kiam terdesak hebat dan hal ini dapat diikuti dengan pandang mata dan jelas oleh Bun Hoat Tosu dan para muridnya sehingga mereka menjadi kagum sekali. Akan tetapi para murid Hoa-san-pai yang berdiri di luar ruangan itu, yang ilmu kepandaiannya belum mencapai tingkat setinggi itu dan belum memiliki ketajaman penglihatan sehingga dapat mengikuti kecepatan sinar pedang, tidak dapat mengikuti kecepatan sinar pedang, tidak dapat melihat tiga orang yang bertanding, hanya melihat gulungan-gulungan sinar pedang. Bagi mereka, pertandingan ini merupakan pertandingan hebat yang menegangkan di mana mereka melihat betapa gulungan sinar pedang putih tidak sehebat tadi bahkan kadang-kadang terpecah menjadi dua bersatu lagi, terpecah lagi bahkan kadang -kadang terpisah makin jauh, keduanya digulung oleh sinar pedang hijau.

"Ji-wi Locianpwe, maafkan saya!" Tiba-tiba terdengar seruan Keng Hong dan tampaklah dua orang kakek itu meloncat ke kanan kiri dengan muka pucat dan tanpa memegang pedang, sedangkan Keng Hong berdiri di tengah-tengah dengan pedang Siang-bhok-kiam diputar-putar sedangkan dua batang pedang milik kakek itu menempel dan ikut berputar di ujung Siang-bhok-kiam, kemudian tiba-tiba dua batang pedang itu mencelat dan meluncur ke arah pemiliknya masing-masing! Coa Kiu dan Coa Bu menyambut pedang mereka dan menyimpannya kembali, kemudian menjura ke arah Keng Hong dan berkata,

"Kepandaianmu hebat, orang muda. Kami Hoa-san Siang-sin-kiam mengaku kalah." Keng Hong sudah lebih dulu menjura dan dia cepat berkata, "Ah, Ji-wi Locianpwe terlalu mengalah dan sungkan. Terima kasih atas pelajaran yang diberikan kepada saya dan biarkan saya anggap bahwa saya telah lulus ujian."

Bun Hoat Tosu berkata, "Engkau telah lulus ujian, Cia-taihiap. Ilmu pedangmu benar-benar mentakjubkan!"

Wajah Keng Hong menjadi merah sekali mendengar dia disebut "taihiap"(pendekar besar) oleh ketua Hoa-san-pai. Benar-benar penghormatan yang berlebihan! Cepat dia memberi hormat dan berkata, "Locianpwe, harap jangan menyebut boanpwe dengan sebutan taihiap. Sebutan itu bukan didasarkan atas kepandaian, melainkan atas sepak terjang dan perbuatan seseorang, sedangkan boanpwe adalah seorang yang sama sekali belum melakukan sesuatu yang penting. Selamat tinggal dan mudah-mudahan boanpwe akan dapat segera mengantarkan pedang pusaka Hoa-san-pai yang dahulu dipinjam mendiang suhu. Ji-wi Siang-sin-kiam,ilmu pedang Ji-wi bukan main, saya menyatakan kagum sedalam-dalamnya dan maafkan saya." Setelah berkata demikian, Keng Hong melangkah keluar meninggalkan Hoa-san-pai diikuti pandang mata mereka dan keadaan di ruangan itu menjadi sunyi sekali.

Terdengar helaan napas Bun Hoat Tosu memecah kesunyian. "Ahhh, hebat sekali ilmu kepandaian bocah itu, benar-benar mewarisi ilmu dan kelihaian Sie Cun Hong taihiap. Kalian berdua tidak usah merasa penasaran dikalahkan olehnya, karena pinto sendiri mungkin tidak akan dapat mengalahkan dia dengan mudah."

Mendengar pengakuan ketua Hoa-san-pai ini, para anak murid Hoa-san-pai makin kagum kepada Keng Hong dan keadaan pemuda itu memberi dorongan kepada mereka untuk berlatih lebih giat lagi.

***

Semenjak Kaisar Yung Lo mengalahkan keponakannya sendiri dalam perebutan kekuasaan dan naik tahta Kerajaan Beng pada tahun 1403, terjadilah perubahan besar yang menuju perbaikan keadaan pemerintah. Kaisar Yung Lo yang tadinya adalah seorang panglima perang, memegang tampuk kerajaan dengan tangan besi sesuai dengan jiwanya sebagai prajurit.

Segala macam bentuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang diberantas dan untuk menghindarkan pemerintah yang dipimpinnya dari pengaruh buruk tuan-tuan tanah yang ada pada masa lalu seolah-olah mencengkeram semua alat pemerintah dengan kekuasan uang sogokan dan suapan, maka Kaisar Yung Lo memindahkan ibu kota dari Nanking ke Peking di utara. Ibu kota utara ini memang tepat di mana dia bertugas ketika masih menjadi panglima, memimpin barisan pertahanan di utara, maka tentu saja Kaisar Yung Lo lebih merasa "di tempat sendiri" kalau berada di utara. Pembangunan besar-besaran dilakukan di ibu kota atau kota raja ini, pembangunan yang dilakukan oleh semua ahli seni bangunan yang didatangkan dari segenap penjuru tanah air. Istana yang besar-besar dan amat indah dibangun sehingga Kota Raja Peking menjadi kota yang hebat dan indah luar biasa di masa itu, dan terkenal di luar negeri sebagai kota terindah dan mentakjubkan para musafir kelana yang datang dari segala penjuru dunia.

Tembok besar yang melintang di utara, yang merupakan keajaiban di dunia dan membuktikan kehebatan hasil tenaga manusia ( panjangnya lk.22500 mil), diperbaiki dan diperkuat. Juga Terusan Besar yang menghubungan Kota Raja Peking Sungai Yang-tse-kian dengan Sungai Huang-ho,yang belum selesai dibangun oleh kaisar-kaisar Mongol, kini diteruskan dan diperbaiki dan diselesaikan pembangunannya.

Selain mengadakan pembangunan besar-besaran, juga Kaisar Yung Lo berusaha keras untuk meningkatkan kecerdasan kaum petani yang menjadi sebagian besar daripada rakyat dengan jalan memerintahkan penyebarluasan kesusastraan dengan mencetak kitab-kitab pusaka lama dan ajara-ajaran Kong-hu-cu sehingga kitab-kitab itu menjadi murah dan mudah didapatkan dan dipelajari oleh rakyat tidak seperti jaman sebelum itu di mana kitab-kitab hanya dapat dimiliki dan dipelajari oleh kaum ningrat dan hartawan saja.

Maka muncullah sastrawan-sastrawan dari kalangan rakyat miskin, dan mereka itu diberi kesempatan untuk meningkatkan hidup dengan jalan menempuh ujian-ujian yang diadakan setiap tahun di kota raja dan bagi siapa yang lulus akan diberi gelar siucai dan diberi kesempatan menduduki jabatan.

Kaisar Yung Lo memang bijaksana, tidak hanya dalam hal kesussastraan di mana dia mencurahkan perhatiannya, mempersilakan kaum terpelajar dan sastrawan-sastrawan yang dahulunya banyak yang dikejar-kejar sebagai pemberontak apabila ada di antara mereka yang berani mengeritik istana, kini datang membantu pemerintahannya dan memberi kedudukan sesuai dengan kepandaian mereka. Di samping usaha memajukan kesusastraan dan kesenian, sebagai seorang kaisar bekas panglima, tentu saja kaisar ini tidak mengabaikan pertahanan perang, juga dapat menghargai bantuan kaum persilatan. Maka Kaisar Yung Lo mengumumkan untuk membuka tangan kepada tokoh-tokoh kang-ouw yang suka untuk membantunya, untuk diuji kepandaiannya dan diberi kedudukan pula, dari pengawal-pengawal istana sampai komandan-komandan pasukan, disesuaikan masing-masing dengan tingkat kepandaian dan pengalaman masing-masing. Dengan janji kedudukan tinggi, apalagi menjadi pengawal istana yang pada waktu itu merupakan pangkat yang amat besar kekuasaannya (biasanya pengawal lebih galak dan merasa lebih kuasa daripada yang dikawal), banyaklah para tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi datang ke kota raja untuk menghambakan diri kepada kaisar baru Kerajaan Beng ini.

Akan tetapi, tidaklah mudah dapat diterima menjadi pengawal kaisar atau pengawal istana. Ujiannya terlampau berat. Ada tiga tingkat pengawal istana kaisar, yaitu tingkat pengawal istana kaisar yang memiliki ilmu kepandaian paling tinggi, tingkat kedua adalah pengawal istana bagian dalam, dan tingkat ke tiga adalah tingkat istana bagian luar. Untuk dapat diterima menjadi pengawal-pengawal ini, calon harus membuktikan kelihaiannya dengan mengalahkan penguji dari tiga tingkatan.

Dan ternyata tidaklah mudah dan jarang sekali ada tokoh kang-ouw yang dapat mengalahkan atau menandingi para penguji ketiga tingkatan itu, apalagi tingkat pertamanya!

Kaisar Yung Lo merasa perlu sekali menghimpun tenaga tokoh-tokoh kang-ouw yang lihai untuk memperkuat barisannya karena dia mempunyai cita-cita memperkembangkan kekuasaan negara sampai jauh ke luar negeri, untuk menundukkan daerah-daerah barat dan selatan yang semenjak jatuhnya Kerajaan Mongol tidak mau mengakui lagi kekuasaan pemerintah pusat. Bahkan Kaisar Yung Lo bercita-cita lebih jauh lagi, yaitu mengirim pasukan-pasukan jauh menyeberangi lautan selatan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan mendatangkan keuntungan dan kebaikan bagi negaranya, karena di mendengar selatan amat kaya akan rempah-rempah dan hasil buminya yang subur.

Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, datanglah dua orang muda yang amat menarik perhatian ke kota raja. Mereka ini menarik perhatian orang karena merupakan pasangan orang muda yang cantik jelita dan tampan perkasa, seorang wanita muda yang sukar ditaksir usianya antara dua puluh dan tiga puluh tahun, berpakaian serba jambon, rambutnya yang hitam digelung ke atas dan dihias burung hong kecil dari emas permata yang amat indah, di punggunggnya terdapat sarung pedang dari emas pula terukir indah sehingga hiasan ini mendatangkan sifat gagah pada kecantikannya. Adapun pria yang berjalan di sebelahnya juga amat menarik perhatian orang. Pria ini usianya antara empat puluhan tahun, bertubuh tinggi besar dan gagah. Pakaiannya mewah sekali, dari ujung rambut yang tersisir rapi dan licin mengkilap sampai ke ujung sepatunya yang baru dan mengkilap pula dapat diketahui bahwa dia adalah seorang pria pesolek yang amat menjaga diri dan pakaiannya agar selalu kelihatan tampan

Dan memang pria itu berwajah tampan, berpandang mata penuh pikatan, senyumnya pun dapat meruntuhkan hati wanita yang kurang kuat. Seperti juga wanita muda di sebelahnya, disamping ketampanan dan kegantengannya, laki-laki ini kelihatan gagah dengan adanya pedang yang tergantung di pinggang, pedang yang sarungnya berwarna hitam dan terukir bunga-bunga teratai terbuat dari emas pada gagang pedang dan sarungnya.

Wanita cantik jelita dan gagah itu bukan lain Bhe Cui Im, sedangkan pria di sebelahnya ini adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek. Cui Im yang mendengar pula akan pengumuman istana segera mempergunakan kesempatan ini untuk mengikuti ujian karena wanita yang haus kekuasaan ini menganggap bahwa cara yang paling tepat untuk menjadi nomor satu di dunia adalah menjadi jagoan nomor satu pula. Maka ia lalu mengajak sekutunya, Siauw Lek untuk datang ke kota raja. Berbeda dengan sebagian tokoh kang-ouw di masa itu yang segan untuk memperlihatkan diri sehingga terlibat dalam pertentangan, Cui Im dan Siauw Lek yang terlalu percaya kepada diri sendiri dan memandang rendah orang lain, secara terang-terangan bersikap sebagai ahli persilatan dengan lagak terbuka dan menantang! Maka tentu saja mereka menarik banyak perhatian orang di kota raja dengan lagak mereka yang menginap di rumah penginapan terbesar, makan di rumah makan termewah dan hidup secara royal sekali.

Mereka berdua tidak tergesa-gesa mengunjungi tempat pendaftaran di istana, melainkan berpesiar di kota raja sampai tiga hari. Siauw Lek yang selalu taat dan tunduk kepada Cui Im, selama di kota raja tidak berani melakukan kebiasaannya, yaitu menganggu wanita-wanita cantik.

"Kita menghendaki kedudukan tinggi sebagai pengawal kaisar, jangan merusak nama dengan perbuatan yang mengacaukan," kata Cui Im. Siauw Lek tidak berani melanggar dan dia hanya menelan ludah saja setiap kali melihat puteri-puteri cantik yang banyak terdapat di kota raja dan memuaskan nafsunya dengan berfoya-foya bersama wanita kelas satu di kota raja.

Tiga hari kemudian, Cui Im dan Siauw Lek menghadap para petugas pendaftaran, yaitu perwira-perwira pengawal yang menerima semua pendaftaran dan kantornya berada di bangunan samping depan istana. Pagi itu tidak ada orang lain yang mendaftarkan, dan memang makin lama makin berkuranglah para pendaftar setelah terdengar berita betapa beratnya syarat-syarat ujian dan betapa sebagian besar para peserta gagal dalam menempuh ujian, tidak dapat menandingi kelihaian si penguji.

Belasan orang perwira yang bertugas di situ memandang Cui Im dengan mata terbelalak, penuh kekaguman dan keheranan. Kalau yang datang mendaftarkan diri seorang pria seperti Siauw Lek, mereka tidak akmn merasa heran, dan kalau seorang wanita tua yang banyak terdapat di kalangan tokoh kang-ouw mendaftarkan, mereka pun akan menerima hal ini sebagai hal wajar dan tidak aneh. Akan tetapi seorang wanita muda dan cantik jelita seperti Cui Im datang mendaftarkan diri untuk menjadi pengawal! Benar-benar hal ini membuat mereka terheran-heran. Akan tetapi mereka adalah petugas-petugas yang langsung berada di bawah pengawasan istana dan berdisiplin, maka mereka menerima Siauw Lek dan Cui Im sebagaimana mestinya dan bertanya kepada dua orang ini hendak mendaftarkan untuk calon pengawal tingkat apa.

"Tentu saja tingkat pengawal kaisar, atau adakah tingkat yang lebih tinggi dari itu? Kalau ada, aku hendak mendaftar untuk tingkat yang lebih tinggi, tingkat yang paling tinggi," kata Cui Im dengan sikap sembarangan.

Para petugas yang sudah terheran-heran itu menjadi melongo saking herannya. Seorang di antara mereka yang bertugas menuliskan nama pendaftaran khawatir kalau dia salah dengar dan bertanya,"Siapakah yang mendaftarkan untuk pertama, calon pengawal kaisar, Saudara inikah?" Ia menuding ke arah Siauw Lek.

Siauw Lek tersenyum. "Kedua-duanya, Sobat. Kami berdua mendaftarkan untuk calon pengawal kaisar. Apakah tidak boleh?"

“Ah, boleh... Boleh..., tentu saja boleh. Akan tetapi ujiannya amat berat dan salah-salah nyawa bisa melayang..."

"Kami sudah siap sedia untuk resiko itu," jawab Cui Im, dan harap catat bahwa aku mempunyai sebuah benda amat berharga yang hendak kupersembahkan kepada kaisar apabila aku dapat lulus ujian dan menjadi pengawal kaisar."

"Disini dilarang untuk menyuap dan menyogok, apalagi terhadap kaisar!" Tiba-tiba perwira itu berkata tegas.

Cui Im bertolak pingang, memandang tajam dan berkata lebih tegas lagi. "Siapa bicara tentang suap dan sogok? Aku akan menangkan kedudukan pengawal kaisar dengan kepandaianku,akan ku kalahkan pengujinya, dan tentang benda itu ketahuilah hai perwira yang lancang mulut bahwa persembahanku itu adalah kitab Thai-yang-cin-keng. Orang berkedudukan rendah seperti engkau mungkin tidak mengenalnya, akan tetapi aku merasa yakin bahwa kaisar akan mengenal kitab itu."

Para perwira itu diam-diam mendongkol akan tetapi terkejut juga. Dengan singkat dan tanpa banyak cakap agar tidak menimbulkan keributan dengan orang-orang kang-ouw yang mereka tahu berwatak aneh-aneh itu, nama Siauw Lek dan Cui Im dicatat dan juga rumah penginapan mereka dicatat.

"Ji-wi (kalian berdua) akan dipanggil kalau saat ujian tiba."

Cui Im dan Siauw Lek meninggalkan tepat itu dan mereka berdua sambil menanti panggilan itu melihat-lihat pembangunan yang sedang dilakukan secara besar-besaran oleh kaisar. Tiada kunjung habis keheranan dan kekaguman mereka berdua akan kehebatan pembangunan itu dan mereka makin bersemangat untuk mencari kedudukan menghambakan diri kepada kaisar yang luar biasa ini.

Karena Bhe Cui Im dan Siauw Lek mendaftarkan nama mereka tanpa julukan, para petugas memandang rendah, akan tetapi ketika mereka menyebut tentang kitab Thai-yang-cin-keng, terkejutlah semua pegawai kaisar dan cepat-cepat mereka melaporkannya kepada kaisar. Kaisar Yung Lo terkejut juga dan merasa girang sekali. Tentu saja dia sudah mengenal nama kitab Thai-yang-cin-keng ini, karena sejak dahulu dia mencari-cari kitab ini. Thai-yang-cin-keng (Kitab Ilmu Barisan Matahari) adalah kitab pusaka ciptaan Raja Besar Jenghis Khan, berisi ilmu dan siasat mengatur barisan. Mengingat akan hasil yang gilang-gemilang dari bangsa Mongol di bawah bimbingan Jenghis Khan dahulu dapat dibayangkan betapa pentingnya isi kitab ini bagi Kaisar Yung Lo yang berjiwa perajurit.

"Panggil mereka dan biar mereka diuji oleh pengawal nomor satu! Kami akan menyaksikan sendiri ujian ini!" berkata kaisar dan sibuklah para pengawal mengatur untuk melaksanakan perintah ini. Dahulu memang kaisar sendiri sering menonton ujian kelihaian para calon pengawal, akan tetapi karena jarang sekali ada yang lulus, akhir-akhir ini kaisar jarang menonton. Hanya kalau ada calon yang namanya sudah terkenal, baru kaisar berkenan menonton karena memang menjadi sebuah di antara kesukaan Kaisar Yung Lo untuk menonton pertandingan silat, apalagi dia sendiri adalah seorang ahli silat yang lihai. Kalau sekarang kaisar berkenan ingin menyaksikan sendiri ujian yang akan dilakukan terhadap Cui Im dan Siauw Lek, hal ini adalah karena kaisar amat tertarik mendengar bahwa wanita muda yang bernama Bhe Cui Im hendak mempersembahkan Thai-yang-cin-keng!

Ketika Cui Im dan Siauw Lek memenuhi panggilan menghadap ke istana, mereka memasuki halaman istana dengan sikap yang biasa saja, tidak kelihatan tegang sama sekali sehingga makin mengagumkan hati para pengawal yang menyambut mereka di pintu gerbang pertama.

Bhe Cui Im mengenakan pakaian berwarna merah muda yang ringkas dan ketat sehingga bentuk tubuhnya tampak membayang nyata, rambutnya digulung ke atas dan diikat pita dengan erat, pinggangnya yang ramping memakai ikat pinggang sutera kuning yang panjang sampai ke depan jari kaki, pedangnya tergantung di punggung,dan dekat pedang itu tampak sebuah buntalan sutera kuning yang berisi kitab dan menempel di punggung.

Siauw Lek berpakaian gagah, pakaian seorang jago silat yang ringkas, kedua pergelangan tangannya dipasangi kulit hitam pelindung pergelangan, rambut kepalanya tertutup kain pengikat kepala yang dihias bunga teratai emas, pedangnya tergantung di pimggang sebelah kiri, langkahnya tegap, dadanya bidang membusung ke depan, matanya berkilat dan wajahnya berseri, senyumnya tak pernah meninggalkan bibir.


lanjut ke Jilid 047-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar