Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 22

Pedang Kayu Harum Jilid 022

<--kembali

"Mau atau tidak, engkau harus ikut bersama kami ke Kong-thong-pai! Di sana , dihadapan Kong-thong Ngo-lojin , baru kau boleh bicara membela diri" kata Kok Cin Cu sambil melangkah dan menghadang Keng Hong.

Pemuda itu menjadi penasaran dan marah sekali. Diantara banyak watak gurunya , sebuah watak yang diwarisinya adalah watak tidak takut menghadapi apapun asal merasa benar. Ia maklum akan kelihaian kakek ini , maklum dari penuturaan gurunya bahwa kelima orang tua Kong-thong Ngo lojin memiliki ilmu pukulan Ang -liong-jiauw-kang (Cengkeraman Kuku Naga Merah) dan amatlah ampuhnya, mengandung tenaga panah melebihi api membara dan merupakan kesaktian yang amat sukat dikalahkan. Ia pun mendengar pula bahwa selain Ang-liong-jiauw-kang, kelima orang kakek itu mempunyai senjata keistimewaan sendiri-sendiri dan Kok Cin Cu ini memiliki senjata sabuk baja yang dipergunakan sebagai pecut. Akan tetapi melihat betapa kakek ini mendesak dan memaksanya, timbul sifat keras kepalanya dan dia menjawab dengan tegas.

"Sebaliknya, Totiang. Dengan cara apa pun juga, Saya tidak mau ikut ke Kong-thong-pai karena tidak mempunyai urusan dengan siapapun juga di sana!"

"Bagus, engkau berani menentang pinto, ya?'' “Saya bukan menentang orangnya melainkan perbuatan dan sikapnya yang tidak benar yang saya tentang!"

"Bocah sombong! Kau kira pinto takkan dapat menangkapmu?" Tosu tua itu menjadi marah. Dia bukan seorang pemarah, di depan murid-murid dan keponakan-keponakan muridnya, dia selalu di desak omongan oleh pemuda ini, tentu saja dia menjadi malu dan menganggap Keng Hong tidak memandang mata kepadaya. Dia suka berlaku sungguh sungkan dan mengajak pemuda itu ke Kong-thong-pai sehingga keputusan akan dijatuhkan terhadap pemuda ini bukan keputusan dia sendiri, melainkan keputusan kelima orang Kong-thong Ngo-Lojin. Hal ini saja sudah dia lakukan secara banyak mengalah terhadap seorang pemuda, kini di tambah oleh bantahan-bantahan Keng Hong, benar-benar membuat kakek ini kehilangan kesabaran dan lupa diri. Ia sudah melangkah maju dan cepat mencengkeram untuk menangkap pundak Keng Hong dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya sudah melolos sabuk baja dari pinggangnya.

Keng Hong menjadi marah dan tidak mau diam saja. Dia mengerahkan sinkang dari pusarnya, mengangkat tangan kiri menagkis cengkeraman itu.

"Plakkk!" tangan Kok Cin Cu tertangkis secara hebat, akan tetapi kakek ini lihai bukan main. Cengkeraman pada pundak yang ditangkis itu berbalik menjadi cengkeraman pada pergelangan tangan Keng Hong dan gerakannya amat cepat dan kuat sehingga sebelum Keng Hong tahu apa yang terjadi, tahu-tahu pergelangan tangan kanannya sudah kena di cengkeraman lima buah jari tangan yang panas dan kuat sekali.

"Hayaaaaaaa….! Teriakan ini keluar dari mulut Kok Cin Cu ketika kakek ini merasa betapa tenaga singkang yang terkandung dalam tangan kanannya membanjir keluar memasuki pergelangan tangan pemuda itu..Maklumlah dia kini akan cerita kepada muridnya betapa pemuda ini memiliki ilmu "menyedot sinkang lawan." Ia memang sudah bersiap-siap untuk ini, dan untuk penjagaan inilah dia tadi mencabut sabuk baja, maka kini cepat menggerakkan tangan kirinya, menggunakan sabuk itu menotok siku tangan kiri Keng Hong.

Totokan itu mengenai jalan darah dengan tepat sekali sehingga seketika tangan kiri Keng Hong menjadi lumpuh dan otomatis tangan Kok Cin Cu yang mencengkeram tadi telah melekat dapat direnggutnya terlepas. Kok Cin Cu melompat ke belakang sambil berseru.

"Bocah keji! Engkau benar-banar memiliki ilmu iblis Thi-khi-I-beng itu?" Kakek ini dia-diam merasa kagum dan juga iri hari sekali. Ilmu yang telah ratusan tahun dikabarkan lenyap itu, yang tentu saja diinginkan oleh semua tokoh tentu saja diinginkan oleh semua tokoh kang-ouw, dan bahkan Lam-hai Sin-pi sendiri, tokoh datuk hitam yang paling lihai, hanya mengerti sedikit saja tentang ilmu ini, kini dimiliki oleh bocah yang masih hijau! Ia lalu menggerakkan sabuk baja itu yang meledak-ledak di udara seperti sebatang cambuk dan berubahlah cambuk itu menjadi sinar melingkar-lingkar seperti naga beterbangan di atas kepala Keng Hong!

Keng Hong menjadi pening kepalanya memandang sinar hitam melingkar-lingkar ini akan tetapi dia tidak menjadi gentar dan sambil melengking keras tubuhnya sudah meloncat itu. Akan tetapi, tubuhnya yang meloncat itu bertemu dengan ujung sabuk baja di udara. Ujung sabuk yang lemas itu telah mengait lehernya. Keng Hong yang tercekik itu kaget dan marah, sekali sabut itu sudah ditarik dengan gentakan keras sehingga tanpa dapat dicegah lagi tubuhnya terpelanting dan bergulingan diatas tanah. Ia meloncat bangun, mendengar suara ketawa dan ternyata sepuuh orang murid Kong-thong-pai iitu telah mentertawakannya. Kemarahannya makin menjadi dan cepat Keng Hong sudah membalikkan tubuh menghadapi kakek itu lagi. Kok Cin Cu merasa tidak enak sendiri harus menghadapi seorang lawan muda dengan senjata di tangan. Akan tetapi dia pun maklum betapa bahayanya kalau dia bertangan kosong saja, mengingat pemuda itu memiliki ilu Thi-khi-I-beng. Dia tentu sja tidak tahu bahwa sesunguhnyanya dalam hal ilmu silat, kepandaian keng Hong masih dangkal sekali. Bahkan dalam hal itu pukulan, dia hanya mengenal ilmu pukulan sakti San-im-kun-hoat di samping ilmu Pedang Siang-bhok-Kiam-sut yang hanya bisa dimainkan dengan pedang kayu itu! Kakek itu mengira bahwa peuda yang sudah memiliki Thi-khi-I-beng tentu memiliki pula ilmu-ilmu silat yang amat tinggi. Dan dia tidak berniat merobohkan pemuda ini dengan membunuhnya, melainkan hendak menangkapnya yang tentu saja lebih sukar daripada kalau membunuhnya.

"Totiang, engkau jahat!" Keng Hong berseru dan kini dia menerjang maju sambil mainkan jurus ke tiga Ilmu Silat San-in-kun-hoat. Jurus ini disebut Siang-in-twi-san (Sepaang Mega Mendorong Gunung), dilakukan dengan pukulan mendorong ke arah lawan mengunakan sepasang lengan yang dilonjorkan sambil melompat maju. Untuk melakukan serangan ini, Keng Hong menggunakan sinkang sehingga angin pukulannya dari jauh sudah menyambar ke arah dada Kok Cin Cu.Tokoh Kong-thong-pai ini sendiri adalah seorang ahli Iweekeh, seorang yang mahir mempergunakan sinkang untuk melakukan Ilmu Ang-liong-jiauw-kang , juga sinkangnya sudah kuat sekali. Akan tetapi, ketika angin pukulan kedua tangan pemuda itu mendorongnya dan dia merasa betapa tenaga itu amat dahsyat dan kalau dia lawan agaknya dia tidak akan kuat, dia menjadi terkejut bukan main, cepat dia melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik ke samping, kemudian pecutnya disabetkan ke depan mengarah tubuh Keng Hong yang masih meloncat datang. Ujung cabuk ini melibat kedua kaki Keng Hong terpelanting keras ke atas tanah. Kembali dia terjatuh dan terguling-guling dan kembali dia mendengar suara ketawa anak murid Kong-thong-pai yang baginya lebih menyakitkan daripada bantingan itu sendri.

Keng Hong melompat bangun lagi, bajunya robek pada bagian siku dan pundak, akan tetapi dia tidak peduli akan keadaan dirinya, bahkan tidak peduli akan rasa nyeri pada pinggul dan paha ketika terbanting tadi. Kemarahannya membuat dia tidak mau mengeluarkan suara , melainkan siap untuk menyerang lagi.

Melihat sikap pemuda ini yang agaknya nekat dan sama sekali tidak mengenal takut, Kok Cin Cu menjadi makin tidak enak. "Orang muda, lebih baik engkau menyerah saja. Pinto hanya ingin mengajaku ke Kong-thong-pai, pasti sukarnya bagimu? Mengapa harus menantang pinto ? Pinto sunggah tidak ingin menghina orang muda, tidak ingin menyakitimu."

"Tosu palsu, tak perlu banyak bicara manis lagi karena bicaara manis itu menyembunyikan kepahitan yang memuakkan. Engkau menghendaki Siang-bhok- kiam dan aku tidak ingin memberikan. Mau bunuh atau mau apakan aku, terserah, aku tidak takut!" jawab Keng Hong.

"Ah, bocah keras kepala, kau memang pelu dihajar!" bentak Kok Cin Cu yang benar-benar tidak berdaya untuk mebujuk. Sabuk bajanya menyambar dan meledak-ledak ke atas kepala Keng Hong, lalu meluncur ke bawah mencambuk ke arah leher pemuda itu. Keng Hong cepat mengelak, akan tetapi cabuk itu seolah-olah bermata, karena begitu juga mengejar dan dengan suara keras cambuk telah menghanntam pangkal bahunya.

"Tarrr..!"

Untung Keng Hong cepat sekali mengerahkan lweekangnya sehingga ujung cabuk itu mental kembali dan hanya berhasil menggigit robek baju di bagian bahunya. Betapapun juga, kulit bahu terasa pedas dan panas. Adapun kok Cin Cu yang melihat betapa kulit bahu tidak lecet sedikitpun, diam-diam makin kagum dan harus memuji pemuda ini yang benar-benar telah memiliki tenaga sinkang yang amat hebat. Diam-diam dia harus mngakui pula bahwa jika pemuda itu memiliki ilmu silat yang tinggi dan terlatih, kiranya sukarlah baginya untuk dapat menandingi pemuda ini. Untung baginya, pemuda ini agaknya hanya mewarisi sinkang yang amat dahsyat, namun belum mewarisi ilmu silat Sin-jiu Kiam-ong yang tinggi. Biarpun gerakan serangannya tadi luar bisa anehnya dan dahsyatnya, namun gerakannya masih kaku, tanda bahwa pemuda ini kurang terlatih dalam ilmu silat.

"Tarr.!Tarrr!!! Tarrrrrrrrr!!!" Cambuk itu melecut-lecut dengan ganasnya, menghujani tubuh Keng Hong dari segala jurusan dan datangnya dari jarak jauh sehingga pemuda itu tidak ada kesempatan untuk balas menyerang. Memang benar bahwa dengan sikangnya Keng Hong dapat menolak lecutan tiba, sehingga mulaillah darahnya mengalir keluar dari kulit paha dan kulit punggung yang ikut robek bersama pakaiannya. Melihat darahnya sendiri dan merasa betapa nyeri punggung dan pahanya, Keng Hong bukan menjadi jerih bahkan menjadi makin marah. Ia kini berusaha menerima lecutan cambuk dengan kedua tangannya dan setelah kedua lengannya penuh luka oleh ujung cabuk, akhirnya dia berhasil menangkap ujung cambuk dengan tangan kanannya.

Keng Hong mengerahkan tenaga membetot untuk merampas, Kok Cin Cu mengerahkan dengan susah payah. Untung bagi Tosu ini bahwa Keng Hong memegang ujung cambuk baja itu yang kecil, licin dan keras, berbeda dengan tosu itu yang memegang gagangnya yang tentu saja lebih enak sehingga sampai beberapa lama Keng Hong belum juga berhasil merampasnya. Sementara itu, anak murid Kong-thong-pai mulai mengurung dengan senjata di tangan siap menghujankan senjata pada tubuh Keng Hong belum juga berhasil merampsnya. Sementara itu, anak murid Kong-thong-pai mulai mengurung dengan senjata di tangan, siap menghujankan senjata pada tubuh Keng Hong. Pemuda ini terancam bahaya, terutama sekali dari Kok Cin Cu yang mulai menggerahkan tangan kirinya dengan Ilmu Ang-liong-jiauw-kang sehingga perlahan-lahan tangan kirinya itu berubah merah sekali, tanda bahwa tenaga Ang-liong-jiauw-kang telah terkumpul. Kini tosu itu siap dengan tangan kirinya dan agaknya begitu Keng Hong dapat menang dalam perebutan cambuk, tentu dia akan mengirim pukulan mautnya.

"Suhu, biar teecu serampang kakinya dengan tombak teecu!" seru seorang di antara murid-murid Kok Cin Cu.

"Biar teecu tusuk dari belakang," kata yang lain.

Teriakan-teriakan mereka itu dibarengi dengan pengurungan yang makin ketat dan tangan mereka sudah bergerak-gerak penuh semangat karena begitu ada komando dari guru mereka, tentu mereka itu akan berlumba untuk menyerang Keng Hong.

"Jangan..turun tangan...." terdengar Kok Cin Cu berkata lirih dan cepat kakek ini mengerahkan tenaga lagi karena begitu dia bicara sedikit saja, cambuk terbetot dan hampir dapat terampas oleh Keng Hong. Pemuda ini pun agak berkurang kemarahannya, bahkan kalau tadi dia bernafsu membunuh kakek ini, sekarang nafsunya hilang dan dia sadar bahwa betapapun juga, kakek ini bukanlah seorang para tokoh kang-ouw lainnya, haus akan pusaka simpanan gurunya. Kakek ini masih mengenal sifat gagah buktinya dia melarang murid-muridnya turun tangan padahal kalau hal itu terjadi, sudah jelas bahwa kakek itu tentu akan dapat mengalahkannya, menangkapnya atau pun membunuhnya.

Pada saat itu terdengar suara melengking tinggi dan suara ini disusul teriakan-teriakan kesakitan dan robohlah empat murid Kong-thong-pai. Mereka roboh bergulingan lalu berkelojotan karena pelipis mereka masing-masing telah tertusuk sebatang tusuk konde berkepala bunga bwee! Pada saat itu, bayangan putih berkelebat dan Sie Biauw Eng telah meloncat dengan gerakan ringan. Ketika tangannya bergerak, sebuah sinar putih melayang ke depan dan ujungnya menyambar ke arah mata Kok Cin Cu!

"Hayaa....!!" Tosu itu berseru kaget melihat menyambarnya sabuk sutera putih yang amat cepat seperti ular hidup ini. Terpaksa dia melepaskan cambuknya sehingga tertinggal di tangan Keng Hong sedangkan dengan gerakan cepat kakek itu meraih ke arah ujung sabuk sutera putih dengan cengkeraman tangan kirinya untuk merampas senjata wanita baju putih ini, Sie Biauw Eng sudah menyendal kembali sabuk suteranya karena niatnya hanya hendak menolong Keng Hong daripada bahaya tadi.

Akan tetapi Kok Cin Cu tidak mengerti akan niat wanita cantik yang baru datang ini. Melihat gerakan sabuk sutera putih, Kok Cin Cu yang juga seorang ahli memainkan senjata lemas, maklum bahwa wanita muda ini merupakan seorang lawan lihai yang sama sekali tidak boleh di pandang ringan , maka dia pikir bahwa sebelum di keroyok dua orang muda lihai ini, lebih baik turun tangan dulu membunuh Keng hong, baru menghadapi wanita itu. Pikiran inilah yang membuat Kok Cin Cu tiba-tiba meloncat ke depan menubruk ke arah Keng Hong dan mengirim serangan dengan ke dua tangannya mencengkeram ke arah kepala dengan Ilmu Ang-liong-jiauw-kang yang luar biasa dahsyatnya!

"Keng Hong ....awas...! " Sie Biauw Eng menjerit ngeri menyaksikan dahsyatnya serangan tokoh Kong-thong- pai ini dari tangannya meluncur sinar putih.

Keng Hong juga maklum akan kelihaian Ang-liong-jiauw-kang, maka dia pun lalu mengerahkan sinkangnya dan karena dia tidak ingin membunuh kakek ini, dia menggunakan tenaga sinkangnya untuk mendorong agar tubuh kakek itu terpental. Kini dia tidak marah kepada kakek itu, maka otomatis tenaga sedot yang mujijat di tubuhnya pun tidak bekerja!

"Dessss...!" Dua tenaga raksasa yang tidak tampak bertemu di udara. Tubuh Keng Hong tergetar dan bergoyang-goyang kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang. Akan tetapi Kok Cin Cu mengeluarkan keluhan tertahan, tubuhnya terbanting ke belakang dan kakek itu roboh tak berkutik lagi!

"Kau..perempuan keji..!!" Keng Hong menoleh ke arah Biauw Eng karena dia dapat melihat jelas betapa ujung sabuk sutera Biauw Eng tadi menotok ke arah jalan darah di belakang kepala tosu itu, sebuah totokan maut yang tak mungkin dapat dielakkan oleh tosu yang sedang mengadu tenaga dahsyat dengan dia tadi. Gerakan sabuk sutera di tangan Biauw Eng sedemikian cepatnya sehingga hanya dia yang melihatnya, sedangkan sisa murid Kong-thong-pai tidak ada yang mengetahuinya, mengira bahwa guru mereka itu tewas di tangan Keng Hong.

Biauw Eng memandang heran. Keng Hong ..., aku hanya membantumu...!"

"Perempuan rendah! Perempuan tak tahu malu ! Siapa membutuhkan bantuanmu? Pergi, muak perukku melihatmu!"

"Kau... Kau...!" Biauw Eng terisak dan mukanya pucat sekali, kemudian gadis itu membalikkan tubuhnya lalu berkelebat cepat melarikan diri dari tempat itu menginggalkan isak tertahan. Keng Hong menghela nafas panjang, memandang ke arah mayat Kok Cin Cu dan mayat empat orang murid Kong-thong-pai , kemudian dia berkata, suaranya berat.

"Heh, kalian murid-murid Kong-thong-pai, semua ini salahku. Aku telah membunuh Kok Cin Cu totiang dan empat orang saudara kalian .Nah , tangkaplah aku, belenggu tanganku. Bawa aku ke Kong-thong-pai menghadap para pimpinan kalian agar aku menerima hukumannya secara adil.

Empat orang laki-laki gagah dan dua wanita cantik itu sejenak memandang kepadanya dengan perasaan jerih, benci, marah dan juga heran. Kemudian mereka meloncat maju dan menelikung kedua tangan Keng Hong ke belakang. Seorang di antara mereka mempergunakan cambuk baja ilik Kok Cin Cu untuk mengikat kedua lengan pemuda itu ke belakang, kemudian mereka mengiring Keng hong sambil membawa lima jenazah itu. Mereka menuju ke sebuah dusun dan dengan bantuan penduduk di situ, kelima buah jenazah itu dikubur secara sederhana. Ketika enam orang murid Kong-thong-pai itu berlutut sambil menangis di depan gundukan kuburan itu, Keng Hong yang terbelenggu kedua lengannya ikut pula menjatuhkan diri berlutut di depan kuburan Kok Cin Cu dan berbisik lirih.

"Totiang tentu mengerti bahwa bukan niatku membunuh Totiang berlima." Enam orang Kong-thong-pai itu menjadi heran melihat Keng Hong berlutut pula sabil berkemak-kemik di depan kuburan guru mereka, akan tetapi mereka diam saja. Mereka membenci pemuda ini yang telah menewaskan guru mereka, akan tetapi mereka tidak berani bersikap kasar karena mereka tahu diri dan mengerti bahwa pemuda itu dapat mereka belenggu karena pemuda itu sengaja menyerahkan driri. Kewajiban mereka hanya menggiring pemuda ini ke Kong-thong-pai, menyerahkannya kepada para pimpinan Kong-thong-pai. Mereka tahu bahwa biarpun kedua lengannya dibelenggu, kalau pemuda itu memberontak, agaknya mereka berenam bukanlah lawannya.

Dua orang wanita anak murid Kong-thong-pai itu, disamping rasa benci dan dendam karena kematian gurunya, ada perasaan lain yang amat mengganggu hati mereka dan yang sekaligus menghapus rasa benci dari hati mereka. Mereka berdua merasa saat kagum kepada Keng Hong. Kagum akan kelihaian pemuda itu, kagum akan sikapnya yang tenang , gagah, kagum pula akan ketampanan wajahnya dan kebagusan bentuk tubuhnya. Apalagi bagi Kiu Bwee Ceng, wanita cantik baju kuning yang sudah dua kali bertemu dengan Keng Hong, yaitu pertama kalinya ketika ia dan para saudara sepergurunnya dan murid-murid Siauw-liam-pai dan Hoa-san-pai menghadang pemuda ini, bahkan dia pernah mengalami tersedot sinkangnya oleh pemuda yang aneh ini. Dia kagum sekali akan kegagahan Keng Hong. Kiu Bwee Ceng ini adalah seorang janda muda, usianya mendekati tiga puluh tahun. Suaminya telah meninggal dunia dan dahulu suaminya adalah murid kepala dari Kok Cin Cu, maka tentu saja ilmu kepandaiaanya paling tinggi di antara para suheng-suhengnya. Setelah suaminya tewas dalam pertempuran melawan gerombolan penjahat, Bwee Ceng menjadi janda. Sukar baginya untuk menemukan seorang pria yang dapat menandingi suaminya. Bagaimana hatinya takkan menjadi tertarik? Apalagi karena ia dapat menduga bahwa dua orang gadis cantik jelita murid La-hai Sin-ni yang amat lihai itu agaknya tergila-gila pula kepada Keng Hong. Ketika tadi melihat betapa Keng Hong menbentak dan mengusir Song-bun Siu-li yang kelihaiannya terkenal sebagai seorang iblis betina yang mengerikan, ia menjadi makin tertarik.

Adapun wanita ke dua yang berpakaian biru adalah Tang Swat Si, sumoinya. Wanita ini masih gadis sungguhpun usianya sudah dua puluh lima tahun. Swat Si memiliki wajah cantik dan bentuk tubuh yang indah sehingga banyak pria yang jatuh cinta kepadanya. Banyak pula datang lamaran, kan tetapi gadis ini selalu menolaknya karena tidak ada seorangpun di antara para pelamar itu yang menggerakkan hatinya. Kini bertemu dengan Keng Hong, tiba-tiba saja hatinya menjadi tidak karuan rasanya. Berkali-kali gadis ini mencuri pandang, mengerling ke arah tubuh belakang Keng Hong, melihat pinggulnya, punggung dan paha yan telanjang sebagian karena pakainnya robek-robek terakan oleh pecut baja Kok Cin Cu tadi. Mereka kulit putih halus yang membayangkan otot-otot yang kuat, karena dia tadi menyaksikan betapa di balik kulit putih halus itu tersembunyi tenaga sinkang yang saat hebat sehingga gurunya sendiri pun tidak kuat menghadapinya, hati gadis ini menjadi tegang, mukanya menjadi merah dan pipinya terasa panas, jantungnya berdebar tidak karuan.

Bwee Ceng agaknya maklum akan gerak-gerik sumoinya. Sebagai seorang wanita yang pernah bersuami, dia lebih berpengalaman dan melihat gerak-gerik sumoinya, ia dapat menduga bahwa sumoinya, ia dapat menduga bahwa sumoinya terserang penyakit yang sama dengan dia sendiri. Diam-diam dia mendekatinya sumoinya sehingga mereka berjalan berendeng, agak jauh dari empat orang suheng mereka. Bwee Ceng menowel lengan sumoinya dan berbisik-bisik sambil kadang-kadang memandang ke arah tawanan mereka tiu. Kelihatan Swat Si terbelalak memandang sucinya, kemudian menundukkan muka dengan kedua matanya meneriling tajam membayangkan rasa jengah dan malu-malu. Kemudian mereka berbisik-bisik dan tidak ada orang lain yang dapat mendengar mereka , kecuali Keng Hong!

Pada saat itu, Keng Hong sedang berjalan sambil melamun, memikirkan Sie Biauw Eng. Kebenciannya dan penyesalan hatinya terhadap gadis itu makin menghebat. Ia mengerti bahwa gadis itu saat mencintainya, entah cinta hanya terdorong nafsu berahi belaka, seperti yang terbukti dari pengalamannya malam itu ketika Biauw Eng mendatanginya dan mencurahkan segala kemesraan terhadap dirinya, entah cinta yang lain lagi sifatnya karena buktinya secara diam-diam gadis itu selalu mengikutinya dan membantunya. Betapapun sifatnya, dua macam cinta kasih ini tentu saja dapat dia terima dengan hati senang dan puas, akan tetapi yang membuat dia menyesal dan membenci adalah bahwa setiap kali Biauw Eng turun tangan,tentu terjadi pembunuhan keji dan akibatnya dialah yang dimusuhi orang! Yang terakhir ini sudah keterlaluan. Kalau saja Biauw Eng tidak turun tangan, tak mungkin empat orang tokoh murid Kong-thong-pai tewas dan seorang tokoh di antara Kong-tong Ngo-Iojin tewas pula! Dan yang paling memanaskan hatinya karena kekejian gadis itu adalah kematian Sim Ciang BI, gadis Hoa-san-pai yang lemah lembut, yang sama sekali tidak berdosa. Hanya karena gadis Hoa-san-pai itu mencintainya lalu dibunuh secara keji oleh Biauw Eng. Hemmm.. demikian kejikah hati seorang wanita yang sudah mencinta? Apakah kalau melihat setiap orang wanita lain mencintanya, lalu turun tangan tangan membunuhnya? Ah, ingin dia melihatnya! Kalau betul demikian, dia harus dapat menangkap basah Biauw Eng, dan menyeretnya untuk menerima hukuman dari partai persilatan yang bersangkutan! Betapapun dia mempunyai perasaan sayang yang amat aneh di sudut hatinya terhadap Sie Biauw Eng, namun mengingat akan kekejian gadis itu, dia ingin menangkap basah Biauw Eng dan menyerahkannya kepada Hoa-san-pai atau Kong-thong-pai!

Ketika dia termenung sampai di situ, tiba-tiba dia mendengar bisikan-bisikan dua orang wanita yang berjalan agak jauh di sebelah belakangnya. Pada saat itu, Keng Hong sedang termenung dan keadaan orang yang termenung hampir sama dengan keadaannya kalau sedang bersamadhi. Begitu telinganya dapat menangkap bisikan-bisikan itu, dia menghentikan renungannya dan mencurahkan perhatiaanya pada bisikan-bisikan tadi sehingga terdengar cukup jelas oleh Keng Hong yang memang memiliki sinkang yang amat kuat itu. Muka Keng Hong menjadi merah ketika dia menangkap bisikan-bisikan itu dan dia mengerling ke kanan kiri, ke arah empat orang murid pria Kong-thong-pai ynag berjalan di kanan kirinya, akan tetapi hatinya lega melihat mereka ini tidak mendengar apa-apa.

"Suci apa yang kaukatakan ini? Jangan menuduh yang bukan-bukan.." terdengar jelas oleh Keng Hong gadis baju biru, Tang Swat Si, berbisik.

"Hi-hi-hik, tak perlu bepura-pura lagi, Sumoi. Aku pun amat tertarik kepadanya. Dia seorang jantan pilihan, dan kalau saja kita dapat menerima cintanya untuk semalam saja.. ah, selamanya kita tidak akan penasaran..." balas Kiu Bwee Ceng sambil menghela napas.

"Ihhh..! Suci, apa yang kaukatakan ini? Sungguh memalukan.."

"Memalukan apa" Sumoi, kita sama-sama wanita dan sama-sama jatuh hati kepadanya. Dia memiliki sinkang yang luar biasa. Siapa tahu, kalau.. satu kali saja dia suka melimpahkan cintanya kepada kita.., sinkangnya yang kuat itu akan menular kepada kita..."

"Hina dan rendah sekali, Suci..":

"Benarkah? Kurasa tidak demikian isi hatimu. Atau, kalau engkau tidak mau, biarlah aku yang mencobanya asal engkau dapat menutup rahasia. Kulihat matanya penuh gairah ketika memandang kita. Mata seperti itu hanya dimiliki oleh pria yang bersemangat dan yang selalu suka kepada wanita. Malam ini.... kalau ada kesempatan, kalau engkau mau, lebih baik lagi..., maukah engkau, Sumoi?"

"Ihhhhh, aku... aku malu, Suci. Engkau lebih dulu..."

"Baik, aku lebih dulu dan engkau menjaga. Kalau berhasil, akan kubujuk dia agar suka melayanimu."

Keng Hong tersenyum dalam hatinya, tersenyum geli. Alangkah banyaknya wanita cantik seperti mereka itu di dunia ini. Seperti Cui Im! Bahkan Biauw Eng, yang tadinya dia sangka lain daripada yang lain, bukan penghamba nafsu berahi, kiranya juga sama saja! Ah, dia tidak peduli lagi. Kalau memang mereka menghendaki dia tidak akan menolak. Mereka itu manis-manis dan apakah kata gurunya? "Uluran cinta kasih wanita merupakan anugerah nikmat yang tidak semestinya dibiarkan sia-sia, tentu saja kalau engkau sendiri tertarik kepadanya. Kalau tidak sekalipun, jangan menolak secara kasar karena hal itu akan menyakiti perasaannya yanghalus. Tidak ada sakit hati yang lebih parah bagi seorang wanita daripada di tolak cintanya oleh seorang pria.”

Dia akan melayani mereka bahkan akan membuka jalan. Hal ini bukan sekali-kali karena dia sudah tergila-gila kepada mereka atau sudah terlalu mendesak keinginnya untuk bermain cinta dengan mereka. Sama sekali bukan. Terutama sekali karena dia kini mendapat jalan untuk memancing Biauw Eng. Bukankah Biauw Eng membunuh Sim Ciang Bi karena gadis Hoa-san-pai itu memncintainya? Nah, biarlah dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini bermain cinta dengannya agar Biauw Eng turun tangan pula membunuh ereka. Akan tetapi sekali ini daia akan waspada, tidak akan tertidur pulas dan akan selalu menjaga agar dia dapat menangkap Biauw Eng kalau gadis itu berusaha membunuh mereka, dan tentu saja dia akan berusaha mencegah pembunuhan atas diri ke dua orang murid Kong-thong-pai ini.

Malam itu, rombongan murid Kong-thong-pai bermalam di sebuah dusun. Karena mereka tidak ingin mengganggu penduduk dusun itu, didalam dusun kecil itu tidak terdapat rumah penginapan, terpaksa mereka lalu berada dalam sebuah kuil tua yang sudah kosong. Hati para murid Kong-thong-pai itu sedang risau dan berduka berhubung dengan kematian guru mereka , dan Keng Hong merupakan seorang tawanan yang suka rela, tidak perlu di jaga lagi karena andaikata mau melarikan diri, biar di jaga sekalipun akan percuma dan tetap akan dapat lari, maka empat orang murid pria dan dua orang murid wanita itu segera merebahkan diri mengaso di lantai kuil setelah mereka makan malam dan lantai itu disapu bersih oleh Bwee Ceng dan Swat Si.

Tentu saja, seperti biasa, Bwee Ceng dan Swat Si memisahkan diri. Biarpun empat orang itu adalah suheng-suheng mereka, namun sebagai wanita tentu saja mereka merasa tidak leluasa untuk tidur dalam suatu ruangan dengan mereka, apaa lagi di situ terdapat Keng Hong dan lebih-lebih lagi karena mereka berdua diam-diam mempunyai rencana rahasia!

Malam itu, menjelang tengah malam, Bwee Ceng berindap memasuki ruangan belakang di mana Keng Hong tidur. Pemuda ini emang sengaja memilih ruangan terpisah untuk tidur. Dengan suara gemetar Bwee Ceng berbisik.

"Keng Hong.."

Keng Hong memang belum tidur, dia masih duduk bersandar tembok kuil. "Ah, engkaukah itu? Apakah kehendakmu?"

"Aku... aku ingin membuka belenggumu. Amat tidak enak tidur dengan kedua tangan terbelenggu."

Keng Hong tersenyum dan mengangkat kedua tangannya yang sudah bebas. Dia telah membuka sendiri belenggu tangannya yang dia taruh di atas lantai. "Aku sudah bebas dan siap menantimu, nona. Ataukah.. Perasaan cintamu yang kau bisikkan siang tadi sudah berubah?"

Bwee ceng makin kaget. "Kau..kau dapat mendengarkan percakapan itu ...?"

"Tentu saja, dan aku merasa girang sekali. Kalian adalah nona-nona yang cantik manis. Akan tetapi, kita harus keluar dari kuil ini. Tidak enak rasanya kalau kita bersenang-senang disini, dimana para suhengmu tidur. Dan ajak sumoimu. Kita bertiga berjalan-jalan di kebun belakang kuil. Bagaimana, maukah?"

Dengan kedua pipi kemerahan Bwee Ceng hanya mengangguk-angguk, tanpa dapat mengeluarkan suara, kemudian tertawa kecil dan berlari-larian pergi untuk memanggil sumoinya. Keng Hong sudah melangkah keluar dari kuil menuju ke kebun bunga yang berada di belakang kuil. Seperti kuil itu sendiri, kebun itupun tidak terpelihara, namun masih banyak bunga-bunga liar tumbuh di situ dan ditumbuhi rumput tebal. Keng Hong yang hendak mempergunakan pertemuannya dengan dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini sebagai "pancingan" kepada Biauw Eng, memilih tempat terbuka dan duduklah dia di atas tanah yang bertilang rumput hijau tebal. Tak lama dia menanti dan tampaklah Bwee Ceng, janda muda ini yang begitu tiba di tempat itu, lalu menarik sumoinya duduk di dekat Keng Hong, kemudian sambil tersenyum ia merangkul Keng Hong yang balas memeluknya.

"Ah, engkau begini tampan, begini gagah..." Bwee Ceng berbisik.

Karena memang sudah memiliki dasar batin lemah terhadap godaan nafsu, biarpun tadinya sungkan dan malu, atas desakan Bwee Ceng dan keramahan Keng Hong, akhirnya Swat Si mulai berani pula membalas rangkulan Keng Hong. Pemuda ini melayani kedua orang murid Kong-thong-pai yang di mabuk nafsu itu dengan penuh kesediaan dan keramahan, akan tetapi dia hanya mencurahkan perhatiannya setengah saja untuk itu, karena sebagian perhatiannya lagi dia kerahkan untuk meneliti keadaan sekeliling kebun itu, dan untuk dapat "menangkap basah" apabila Biauw Eng turun tangan melakukan serangan kejam terhadap dua orang nona dalam pelukannya.

lanjut ke jilid 023

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar