Rabu, 19 Februari 2014

Petualang Asmara 60

Petualang Asmara Jilid 060

<--kembali

“Eh, apa pula ini? Muak dan benci akan tetapi berterima kasih?”

“Setelah kau menyatakan dengan jujur bahwa kau tidak cinta kepadaku, tentu kita tidak setuju dengan ikatan jodoh di antara kita yang diadakan oleh ayah ibuku.”

“Ya, begitulah.”

“Dan kau tentu suka untuk menyatakan secara terus terang pula kepada ayahku bahwa kau tidak bisa menerima ikatan jodoh ini karena kau tidak cinta padaku, dan aku pun tidak cinta padamu.”

Kun Liong mengangguk-angguk. “Sudah sepantasnya begitu. Aku akan menghadap ayahmu dan aku akan minta agar ikatan jodoh kita ini dibatalkan.”

Giok Keng bersorak girang, meloncat dan merangkul Kun Liong, lalu... mencium kepala gundulnya! “Terima kasih, Kun Liong. Terima kasih!” Dia meloncat pergi dan lari dari tempat itu, sehingga Kun Liong yang termangu-mangu, bengong meringis bingung dan mengusap-usap kepala gundulnya yang dicium tadi. Makin tidak mengertilah dia akan perangai wanita, terutama Giok Keng!

Dua orang wanita muda itu beristirahat di bawah sebatang pohon besar di dalam hutan itu. Mereka telah tiba di kaki Pegunungan Go-bi-san yang amat luas, penuh dengan hutan lebat dan amat sunyi itu. Mereka adalah Pek Hong Ing dan sucinya, Lauw Kim In. Keduanya berwajah muram dan Pek Hong Ing masih mengenakan pakaian seorang nikouw. Juga wajah Kim In yang cantik manis itu kelihatan muram sekali dan dia selalu menghindarkan pandang matanya kepada sumoinya. Mereka berdua telah semenjak kecil menjadi murid Go-bi Sin-kouw, tinggal di pegunungan sunyi berdua, rukun dan saling mencinta seperti kakak beradik. Maka dapat dibayangkan betapa duka hati Kim In bahwa dia terpaksa harus menangkap sumoinya dan memaksanya menghadap subo mereka, padahal dia tahu benar bahwa sumoinya itu tidak suka dinikahkan dengan Pangeran Han Wi Ong yang usianya sudah lima puluh tahun itu. Sedih hatinya memikirkan nasib sumoinya. Akan tetaph dia pun marah dan penasaran sekali melihat sumoinya yang sudah menjadi nikouw itu bersendau-gurau dengan seorang pemuda tampan berkepala gundul! Andaikata dia tidak melihat mereka dan hatinya yakin bahwa mereka bermain gila, agaknya dia tetap tidak akan tega menangkap sumoinya dan dia akan pulang dengan tangan kosong, nekat membohongi gurunya bahwa dia gagal mencari sumoinya! Akan tetapi, perbuatan sumoinya bermain cinta dengan pemuda gundul aneh yang luar biasa itu membuat hatinya penasaran dan marah sekali.

“Suci, sudah berkali-kaii kukatakan kepadamu bahwa Kun Liong bukanlah seorang hwesio...” terdengar suara Hong Ing penuh kedukaan.

Sucinya tidak menoleh, hanya menghela napas dan diam saja. Hening sekali keadaan di situ dan akhirnya Kim In berkata lirih, “Mungkin dia bukan hwesio, mungkin hanya seorang pemuda ugal-ugalan yang sengaja menggunduli kepalanya. Akan tetapi apa bedanya? Tetap saja engkau bermain dengan dia, padahal engkau sudah menjadi nikouw. Betapa memalukan ini, Sumoi. Sebagai encimu, tentu saja hal ini merupakan tamparan hebat dan aku malu sekali. Kalau aku tidak sayang kepadamu, bukankah perbuatan itu cukup bagiku untuk menjadi alasan membunuhmu? Akan tetapi aku tidak tega, dan aku hanya akan membawamu kembali kepada Subo. Selanjutnya terserah kepada Subo, dan aku pun tidak akan menceritakan tentang peristiwa di balik semak-semak itu.”

“Suci, engkau benar kejam sekali! Pernahkah aku membohong kepadamu semenjak kita menjadi saudara di Go-bi-san! Kami tidak bermain gila seperti yang Suci sangka. Memang aku tidak dapat menahan ketawa, dan ketawa kami berdua tertawa itu sema sekali bukan sedang main gila, bermain cinta atau bersendau-gurau seperti yang kau duga. Dia memang lucu sekali...”

“Ya, lucu dan tampan!”

“Aihh Suci. Bukan demikian maksudku. Kalau engkau sendiri mendengar kata-katanya, sikap dan pandangan hidupnya, tentu engkau akan tertawa juga. Kun Liong seorang yang baik, Suci. Pertama-tama aku bertemu dengannya adalah ketika aku terluka parah oleh jarum beracun dari Ouwyang Bouw putera Ban-tok Coa-ong Ouwyang Kok dan dia yang telah mengobatiku secara luar biasa! Dan tahukah engkau bagaimana aneh dan lucunya? Katanya, kepalanya menjadi gundul juga karena jarum beracun Ouwyang Bomw itu! Aku telah berhutang budi kepadanya, maka ketika aku melihat dia tertawan pasukan, aku lalu menolongnya. Dan kau melihat sendiri betapa dia kembali mengorbankan diri menolongku ketika hui-tomu menyambar.”

Kim In membalikkan tubuhnya, duduk menghadapi sumoinya dan menatap wajah sumoinya dengan tajam penuh selidik, kemudian bertanya lantang, “Sumoi, apakah kau jatuh cinta kepada pemuda gundui itu?”

Seluruh wajah yang cantik dan kepala yang gundul kelimis itu menjadi merah sekali. Dengan suara gemetar Hong Ing menjawab, “Mengapa Suci bertanya demikian? Aku baru saja bertemu dengan dia. Aku kagum kepadanya, aku suka... akan tetapi, aku tidak tahu... tentang cinta... hemmm, entahlah.”

“Itu tandanya kau mulai jatuh cinta. Hemm, laki-laki semua penipu, tak dapat dipercaya! Jangan kau mudah menjatuhkan hati kepada seorang pria, Sumoi. Kau akan kecewa!”

Hong Ing memandang sucinya dengan sinar mata penuh iba. “Aku tahu, Suci. Kau sakit hati karena kau pernah tertipu. Akan tetapi aku yakin bahwa sampai detik ini pun kau mas1h... masih mencintanya.”

Berubah wajah Kim In dan cepat dia menghapus dua titik air mata yang membasahi bulu matanya. “Memang, tapi dia sudah mati. Andaikata dia masih hidup, belum tentu aku dapat memaafkan perbuatannya yang terkutuk! Berjina dengan isteri muda Thian-ong Lo-mo! Cihh! Akan tetapi dia sudah mati dan bagaimana pun juga aku akan membalaskan kematiannya kepada Thian-ong Lo-mo.”

“Tapi kabarnya kakek itu lihai sekali, Suci. Bahkan kabarnya tingkatnya seimbang dengan Subo.”

“Akan tiba masanya aku dapat membalaskan kematian tunanganku kepada kakek itu!” kata Kim In berkeras.

Tiba-tiba dua orang dara yang cantik itu meloncat berdiri dan memutar tubuh. Mereka mendengar suara langkah kaki orang, akan tetapi ketika mereka meloncat dan memutar tubuh, tidak ada bayangan orangnya! Selagi mereka terheran-heran dan saling pandang, di sebelah belakang mereka terdengar suara orang tertawa, suara tertawa seorang laki-laki! Cepat mereka kembali memutar tubuh dan... tidak melihat apa-apa di situ kecuali pohon-pohon yang lebat dan sunyi. Padahal gema suara ketawa itu masih terdengar oleh mereka.

Kim In dan Hong Ing saling pandang dan merasa ngeri. Mereka tidak percaya akan adanya setan. Telah belasan tahun mereka tinggal di Pegunungan Go-bi-san, telah belasan tahun mereka mengenal hutan-hutan lebat namun belum pernah mereka bertemu setan. Mereka sebagai murid-murid orang pandai, tahu bahwa mereka kini berhadapan dengan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

“Harap Locianpwe suka memperlihatkan diri kalau ada keperluan dengan kami berdua murid Subo Go-bi Sin-kouw!” Kim In berkata dengan sikap hormat akan tetapi dengan suara berwibawa mengandalkan nama besar subonya.

Tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak lagi di belakang mereka. Ketika mereka memutar tubuh mereka berdua menjadi bengong keheranan karena yang disebut locianpwe (orang tua gagah) oleh Kim In itu temyata adalah seorang laki-laki muda, berusia paling banyak dua puluh lima tahun, berwajah tampan, bertubuh tegap, dan pakaiannya mewah!

“Ha-ha-ha-ha, kukira tadi dua orang bidadari penunggu hutan yang berada di sini, kiranya dua orang wanita yang cantiknya melebihi bidadari. Hemm, biarpun yang seorang menjadi nikouw, namun cantik juga.”

Melihat pemuda itu, segera muka Hong Ing berubah dan dengan desis marah dia berkata, “Engkau... Ouwyang Bouw!”

Pemuda itu memang Ouwyang Bouw. Terkejut juga dia mendengar namanya disebut oleh nikouw muda itu, akan tetapi dia tersenyum dan berkata, “Engkau sudah mengenal namaku, Nikouw muda? Bagus sekali. Aku memang Ouwyang Bouw.”

Kim In sudah mencabut pedangnya, bahkan dia melemparkan pedang ke dua kepada sumoinya. Mendengar bahwa pemuda ini yang pernah melukai sumoinya, apalagi bahwa pemuda ini adalah putera datuk sesat Ban-tok Coa-ong, dia sudah menjadi marah sekali walaupun diam-diam dia kagum bukan main menyaksikan kepandaian pemuda ini yang dapat muncul tanpa mereka ketahui.

“Kiranya anak datuk kaum sesat yang pernah melukaimu, Sumoi. Mari kita hajar dia!”

Sambil berkata demikian, tubuh Kim In sudah berkelebat ke depan dan dia sudah menyerang dengan pedangnya, mengirim tusukan kilat ke arah tenggorokan Ouwyang Bow. Namun sambil terkekeh, dengan mudahnya Ouwyang Bouw mengelak dan memang pemuda ini memiliki gin-kang yang amat tinggi. Ketika Hong Ing juga menerjang maju, pemuda itu masih enak-enak melayani kakak beradik sperguruan itu dengan mengandalkan kegesitannya, mengelak den berloncatan ke sana-sini sambil tertawa-tawa.

“Eh, tahan dulu! Aku mau bicara!” Tiba-tiba dia meloncat ke belakang sedemikian cepatnya sehingga dua orang dara itu mendadak kehilangan lawan, den baru tahu setelah Ouwyang Bouw berdiri belasan meter jauhnya di depan mereka.

“Hemm, bicara apalagi?” bentak Kim In, dan dia melintangkan pedangnya di depan dada, sikapnya gagah sekali.

“Aku baru datang, tidak merasa mengganggu kalian, mengapa kalian memusuhiku?”

“Tidak mengganggu, ya?” Hong Ing menudingkan telunjuknya ke arah muka pemuda itu. “Lupakah kau ketika bersama ayahmu kau datang ke Kuil Kwan-im-bio, membunuh Biauw Kui Nikouw ke kuil, kemudian secara menggelap menyerangku dengan jarum merah beracun?”

Berkerut alis Ouwyang Bouw dan matanya yang liar itu sejenak menghentiken gerakannya, seolah-olah dia mengingat-ingat. Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya den berkata, “Aihh, kiranya engkaukah itu? Aku tidak tahu, kalau aku tahu bahwa dia itu engkau yang cantik ini, tentu aku tidak akan menyerangmu dengan jarum! Wah, kau lihai juga dapat menyelamatkan diri dari jarumku. Dengar, jangan menyerang dulu. Kalian takkan menang. Dengar dulu kata-kataku. Aku sekarang hidup sebatang kara. Teringat aku betapa Ayah dahulu seringkali membujukku untuk memilih seorang gadis yang baik dan menikah. Tadi aku melihatmu, Nona, dan mendengar engkau menaruh dendam kepada Thian-ong Lo-mo.” Dia memandang Kim In dengan sinar mata kagum. “Ha-ha, tua bangka itu hampir saja mampus di Telaga Kwi-ouw, tapi kakek licin itu masih berhasil menyelamatkan diri dari kepungan pasukan pemerintah dan sekarang bersembunyi. Hanya aku yang tahu tempatnya. Nona, begitu melihatmu, aku tertarik sekali kepadamu. Kau gagah dan cantik, terbayang kekerasan hati di balik kelembutan dan kehalusan kulitmu. Hebat! Aku sudah jatuh cinta kepadamu, Nona, dan aku tahu, hanya engkaulah yang pantas menjadi isteriku!”

“Tutup mulutmu, keparat!” Kim In sudah menerjang dengan dahsyat, dan sumoinya juga cepat membantu sucinya mengeroyok pemuda yang lancang mulut dan kurang ajar itu.

“Trang-cringgg...!” Dua orang dara itu meloncat mundur ke belakang dengan kaget ketika merasa betapa telapak tangan mereka panas setelah pedang mereka tertangkis oleh sebatang pedang yang bentuknya seperti ular.

“Ha-ha-ha, percuma saja kalian melawan. Biar subo kalian takkan menang bertanding melawanku!” Ouwyang Bouw mengejek.

Kim In yang sudah marah sekali, kembali menerjang dibantu oleh Hong Ing. Terjadi pertandingan yang hebat, namun Ouwyang Bouw hanya menggunakan pedangnya untuk melindungi tubuh, sama sekali tidak membalas. Bahkan dia masih dapat bicara seenaknya.

“Nona, sampai mati kau takkan mampu melawan Thian-ong Lo-mo. Jadilah isteriku dan aku akan menyeret tua bangka itu ke depan kakimu!”

“Keparat!” Kim In berteriak lagi dengan marah dan menggunakan jurusnya yang paling ampuh untuk menyerang lawan yang tangguh ini. Juga Hong Ing menjadi marah dan membantu sucinya, menyerang sekuat tenaga.

“Cring! Cringgg... aughhh...!” Dua orang dara itu roboh tak dapat bergerak lagi karena telah terkena totokan jari tangan kiri Ouwyang Bouw yang lihai bukan main itu.

Dua orang dara itu memandang dengan mata melotot, setengah ngeri ketika Omyang Bouw berlutut di dekat mereka sambil tertawa-tawa. Dengan tangan kirinya, Ouwyang Bouw mengelus dagu Kim In, memandang penuh kagum dan dia berkata, “Bagaimana, Nona? Apakah kurang lihai dan kurang berharga aku untuk menjadi suamimu? Maukah kau menjadi isteriku, isteri tercinta dan aku bersumpah untuk menjadi seorang suami yang setia, yang baik, yang akan menuruti segala kehendakmu, manis?”

“Tidak sudi!” Kim In yang memang sudah merasa sakit hati terhadap pria setelah tunangannya menyeleweng itu, membentak. Dia dapat bicara akan tetapi tidak mampu menggerakkan kaki tangannya lagi.

“Hemm, begitukah? Aku jatuh cinta padamu, tidak seperti kepada wanita lain. Aku tidak suka memaksamu, tidak tega memperkosamu. Akan tetapi kalau kau tidak menerima lamaranku secara baik-baik, apa boleh buat! Kalau kau berkeras tidak mau, akan kubunuh sumoimu ini, aku ngeri untuk memperkosa seorang nikouw, takut kelak di neraka mengalami hukuman yang terlampau berat! Setelah membunuh sumoimu, aku akan memperkosamu, walaupun dengan hati terluka, dan hendak kulihat apakah kau akan terus berkeras hati menolakku.”

Setelah berkata demikian, Ouwyang Bouw menghampiri Hong Ing. Dara ini sama sekali tidak takut menghadapi kematian, namun mati secara konyol demikian sungguh mengerikan dan membuat dia penasaran. Kalau dia mati dalam pertandingan, hal itu bukan apa-apa. Akan tetapi untuk mati dalam keadaan tertotok seperti itu, benar-benar mengerikan juga, maka dia memandang pemuda yang menghampirinya itu dengan mata terbelalak dan muka pucat.

“Ha-ha-ha, kau dulu dapat menyelamatkan diri dari jarum-jarumku, bukan? Mungkin hanya mengenai bagian yang tidak berbahaya. Sekarang hendak kulihat, apakah goresan jarum-jarumku di dadamu akan dapat kaupertahankan. Ha-ha-ha-ha!” Sambil tertawa-tawa, Ouwyang Bouw mengeluarkan dua batang jarum kecil merah. Jari tangan kirinya bergerak cepat dan... jubah pendeta yang menutupi dada Hong Ing telah terbuka, memperlihatkan pakaian dalamnya berikut belahan dadanya yang membusung keluar. Ketika pemuda itu sudah mengangkat jarum ke atas hendak diguratkan pada kulit dada yang membusung dart halus itu, tiba-tiba Kim In menjerit. “Tahan dulu!”

“Ha-ha-ha, kau kasihan kepada sumoimu, Manis? Baik benar hatimu, dan aku menjadi makin cinta kepadamu.”

Kim In mengerutkan alisnya dan memutar otaknya yang sejak tadi sudah menimbang-nimbang. Jelas bahwa pemuda ini amat lihai, mungkin tidak kalah oleh subonya dan tidak kalah oleh Thian-ong Lo-mo! Keadean dia dan sumoinya sudah tidak berdaya sama sekali. Sumoinya tentu akan tewas dalam keadaan tersiksa dan mengerikan, dan bagaimana dia akan dapat menghindarkan dirinya dari perkosaan dan penghinaan? Hanya ada satu jalan, yaitu menerima lamaran pemuda itu yang betapapun juga merupekan seorang pemuda yang tampan, tegap dan gagah.

“Aku mau menerima pinanganmu, akan tetapi dengan tiga syarat!” katanya.

Sekali meloncat, Ouwyang Bouw sudah menghampiri Kim-In, tangannya bergerak dan dara itu telah terbebas dari totokan. Kim In bangkit berdiri, dibantu oleh Ouwyang Bouw dengan gerakan lemah lembut dan mesra, kelihatannya gembira bukan main mendengar kesanggupan Kim In.

“Apakah syaratnya, Manis!”

“Pertama, kau harus membebaskan sumoi.”

“Suci! Jangan korbankan diri untukku!” Hong Ing berseru ngeri.

“Tidak, Sumoi. Hanya inilah jalan terbaik, untukmu dan juga untukku. Kau bebas dan asal kau menjadi nikouw dan bersembunyi di dalam bio yang terasing, kiranya Subo takkan dapat menemukanmu,” kata Kim In sambil menarik napas panjang.

“Dan... kau...?” Hong Ing berbisik dengan mata terbelalak.

“Aku...? Tak perlu kau memikirkan aku. Aku akan menjadi isterinya dan aku akan membalas dendam kepada musuh-musuhku.”

“Apa syaratnya yang ke dua dan ke tiga? Syarat pertama tentu saja kulaksanakan sekarang juga!” Ouwyang Bouw yang kegirangan itu sudah meloncat ke dekat Hong Ing dan berkata, “Adikku yang baik, sumoiku. Maafkan cihumu (kakak iparmu), ya?” Dia membebaskan totokan Hong Ing dan dengan sopan menutupkan kembali jubah Hong Ing yang terbuka!

Hong Ing bangkit berdiri, menalikan lagi ikat pinggangnya dan memandang sucinya dengan muka pucat. Benarkah sucinya hendak mengorbankan diri seperti itu, menjadi isteri pemuda gila putera datuk sesat itu?

“Syarat ke dua, mulai saat ini engkau harus tunduk kepada semua keinginanku.”

“Baik, baik, tentu aku akan tunduk kepada keinginan isteriku yang tercinta.”

“Dan syarat ke tiga, engkau harus menurunkan seluruh kepandaianmu kepadaku.”

“Ha-ha-ha, isteriku yang manis. Tentu saja! Aku menerima semua syarat itu!”

“Bersumpahlah!”

Ouwyang Bouw lalu berlutut dan bersumpah. “Disaksikan Langit dan Bumi, aku Ouwyang Bouw bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama... eh, siapa namamu?”

Mau tak mau Kim In merasa geli hatinya sedangkan Hong Ing memandang ngeri.

“Namaku Lauw Kim In,”

“Wah, namanya seindah orangnya!”

“Teruskan sumpahmu.”

“O ya... aku bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama Lauw Kim In dan mengajarkan semua ilmuku kepadanya. Kalau aku melanggar sumpah, biar aku tidak akan lama menjadi suaminya!”

Dia meloncat bangun dan langsung merangkul dan mencium pipi Kim In! Gadis ini menjadi merah sekali mukanya, berpaling kepada sumoinya dan berkata, “Nah, Sumoi. Kau pergilah, dan semoga kau berbahagia dengan... Kun Liong...” Dia mengusap air matanya dan berkata kepada Owyang Bouw. “Mari kita pergi!”

“Isteriku yang tercinta!” Owyang Bouw bersorak, lagsung memondong tubuh Kim In, berjingkrak seperti anak kecil. “Isteri yang manis, Kim In... Moi-moi..., mari kita berbulan madu di puncak gunung... di tepi telaga... ha-ha-ha...!” Cepat seperti terbang pemuda yang memondong tubuh Kim In itu lari dan lenyap dari depan Hong Ing yang masih bengong dengan air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya.

Peristiwa itu seperti mimpi saja bagi Hong Ing. Sungguh merupakan hal yang sama sekali tidak terduga-duga. Begitu saja pemuda itu datang, dan begitu saja terjadi perubahan hebat dalam hidup Kim In dan dia sendiri! Dalam beberapa menit saja keadaen hidup mereka telah berubah sama sekali, dan sedikit pun hal itu tidak pernah mereka sangka. Betapa anehnya hidup! Begitu saja kini sucinya menjadi isteri Ouwyang Bouw, dan dia yang sudah putus asa kini bebas sama sekali! Dengan jantung berdebar-debar Hong Ing menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Dia memikirkan keadaan sucinya. Mengapa sucinya demikian mudahnya menerima pinangan Ouwyang Bouw, pemuda yang biarpun tampan dan lihai sekali namun seperti berotak miring itu? Dia mengenangkan lagi apa yang baru saja terjadi, dan dia merasa terharu setelah dia mengerti akan keputusan yang diambil sucinya. Sucinya adalah seorang yang telah patah dan hancur hatinya, patah oleh penyelewengan tunangan yang dicintanya, kemudian hancur oleh kematiannya. Hatinya dirundung dendam terhadap Thian-ong Lo-mo yang sukar untuk dibalas dan dia selalu menantikan kesempatan untuk membalasnya. Kemudian terjadi peristiwa pertemuan dengan Ouwyang Bouw itu. Agaknya dalam waktu singkat, sucinya telah dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bulat. Kalau dia menolak, tentu Ouwyang Bouw akan membunuh Hong Ing dan kemudian akan memperkosanya, mungkin kemudian membunuhnya pula. Dan selain bahaya ini, juga sucinya menghadapi keadaan yang amat tidak enak dengan memaksa Hong Ing kembali menghadapi subo mereka. Kalau dia menerima, tidak saja Hong Ing akan terbebas, juga dia mendapat kesempatan baik untuk membalas dendam kepada Thian-ong Lo-mo dan memperoleh ilmu-ilmu yang hebat! Keuntungannya jauh lebih besar kalau dia menerima dan kerugiannya amat hebat kalau dia menolak. Itulah sebabnya!

Hong In menarik napas panjang. “Terima kasih atas pengorbananmu, Suci... semoga engkau berbahagia...” Dan sambil menghapus air matanya, nikouw muda ini meninggalkan hutan, meninggalkan kaki Pegunungan Go-bi-san, menjauhkan diri dari tempat tinggal subonya di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Go-bi-san.

Akan tetapi karena pikirannya masih terpengaruh oleh peristiwa tadi dan dia merasa berduka mengenangkan nasib sucinya, Hong Ing salah jalan. Benar dia menjauhi puncak tempat tinggal subonya, akan tetapi dia memasuki daerah lain dari Pegunungan Go-bi-san yang tak dikenalnya, daerah selatan yang penuh dengan hutan besar dan kabarnya merupakan daerah yang sukar dan amat berbahaya sehingga subonya sendiri seringkali mengatakan agar kedua orang muridnya itu jangan memasuki daerah ini.

Hong Ing sadar babwa dia salah jalan setelah malam tiba dan dia terseret dalam sebuah hutan yang amat lebat. Karena tidak mungkin mencari jalan keluar dalam cuaca gelap itu, terpaksa Hong Ing bermalam di hutan itu setelah mendapatkan sebuah guha yang cukup besar. Dia membuat api unggun dan dapat pulas sejenak, cukup untuk menghilangkan lelahnya.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong Ing sudah keluar dari guha dengan niat mencari buah yang dapat dimakan. Perutnya terasa lapar sekali. Setelah makan, baru dia akan mencari jalan keluar dari hutan itu.

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara berkeredepan disusul berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri tiga belas orang wanita muda yang cantik-cantik mengurungnya! Melihat sikap mereka yang galak dan seperti arca hidup itu, Hong Ing terheran dan teringat bahwa dia adalah seorang nikouw, maka cepat dia merangkap kedua telapak tangannya dan berkata. “Omitohud, Cuwi (Anda Sekalian) mau apakah mengurung pinni (aku) yang sedang mencari buah untuk menghilangkan rasa lapar?”

Seorang di antara mereka melangkah maju. Mereka itu adalah gadis-gadis berusia antara lima belas sampai dua puluh lima tahun, ada yang membawa pedang, golok atau tombak, sikap mereka membuktikan bahwa mereka itu rata-rata pandai limu silat akan tetapi ada sesuatu yang aneh pada pandang mata mereka yang seperti pandang mata sebuah boneka!

“Nikouw (Nona pendeta) siapakah dan tidak tahukah bahwa engkau telah melanggar wilayah kami tanpa ijin?” tanya wanita yang melangkah maju. Seperti semua temannya, pakaiannya indah akan tetapi berwarna kuning semua, dan rambutnya digelung dua di kanan kiri dan dibungkus sutera merah merupakan sepasang bunga mawar.

“Pinni adalah Pek Nikouw dan maafkan kalau pinni melanggar wilayah Cuwi karena sesungguhnya pinni tidah sengaja.”

Wanita yeng memimpin pasukan aneh ini bermain mata dengan teman-temannya, kemudian berkata, “Kalau engkau bukan seorang nikouw, tentu sudah kami tangkap dan kami seret ke depan Siocia. Akan tetapi, karena engkau seorang nikouw, maka kami harap Sukouw suka ikut bersama kami menghadap Siocia (Nona) agar Siocia sendiri yang memutuskan.”

Hong Ing adalah seorang dara perkasa, yang tentu saja memiliki keberanian besar dan memiliki watak tidak mau dihina atau ditundukkan orang begitu saja. Biarpun dia berpakalan nikouw dan kepalanya gundul, akan tetapi dia menjadi nikouw karena terpaksa, maka wataknya sebagai seorang, dara perkasa masih tetap ada. Dia mengerutkan alisnya dan berdiri dengan tegak, memandang mereka dan berkata, “Aturan apakah ini? Andaikata benar ini wilayah kalian, mana tanda-tandanya? Dan aku masuk kesini bukan sengaja, mengapa hendak ditangkap? Kalau aku tidak mau ditangkap, kalian mau apa?”

Mendengar ini, tiga belas orang gadis itu berseru marah dan pemimpin mereka segera membentak, “Tangkap dia!”

Dua orang menubruk, akan tetapi dengan mudah Hong Ing mengelak sambil menggerakkan kaki tangannya menendang dan memukul. Akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa dua orang itu dapat pula mengelak dan menangkis serangan balasannya dan mulailah dia dikeroyok! Dengan marah Hong Ing mencabut pedang pemberian sucinya dan membentak. “Mundur semua, kalau tidak ingin mati di ujung pedangku!”

“Phuihh, perempuan sombong!” bentak mereka dan tiga belas orang wanita itu menggunakan senjata masing-masing untuk mengeroyok Hong Ing.

Hong Ing cepat memutar pedangnya dan diam-diam dia terkejut karena ternyata olehnya bahwa biarpm kepandaiannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan mereka ini, namun sebagai anak buah, tingkat mereka itu sudah hebat dan jumlah mereka yang banyak membuat dia repot juga. Apalagi karena senjata yang mereka pergunakan ada tiga macam, ada yang menggunakan pedang, ada yang mainkan golok dan ada pula yang bersenjata tombak gagang panjangdan mereka semua adalah ahil-ahli dalam mainkan senjata mereka. Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan jurus-jurus yang terpilih dari ilmu pedangnya agar dapat melindungi diri dengan baik dan balas menyerang. Akan tetapi, setelah lewat seratus jurus lebih, dia hanya baru dapat melukai pundak dua orang pengeroyok dan ini bukan berarti dia menjadi ringan karena dua orang itu biarpun sudah terluka, masih terus ikut mengeroyoknya!

Mulailah Hong Ing merasa khawatir dan menyesal mengapa dia tidak menyerah saja tadi. Kalau sekarang, dia pantang menyerah sebelum kalah karena sudah terlanjur bertanding. Siapa tahu, mereka itu biarpun aneh bukanlah golongan jahat dan orang yang mereka sebut siocia itu kiranya seorang wanita sakti yang baik-baik! Dengan demikian, dialah yang kelihatan buruk, sebagai seorang melanggar “wilayah” yang melawan dengan kekerasan ketika ditegur dan hendak dihadapkan kepada yang berkuasa di daerah itu!

“Hi-hi-hi, bodoh kalian, mengeroyok seekor anjing gundul saja tidak mampu mengalahkannya. Mundurlah!”

Seruan ini disusul berkelebatnya bayangan merah dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis berpakaian merah yang lebih cantik daripada tiga belas orang tadi, seorang gadis berusia dua puluhan tahun yang memegang sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya. Tiga belas orang yang mengeroyok Hong Ing tadi sudah mundur semua dan membentuk lingkaran lebar, berdiri sambil menonton.

Hong Ing memandang dara baju merah itu penuh perhatian, kemudian merangkapkan kedua tangan sambil berkata, “Omitohud... agaknya Nona yang disebut Siocia oleh mereka tadi.”

Gadis itu tertawa terkekeh dan kagetlah hati Hong Ing melihat betapa gigi yang bentuknya bagus berderet rapi itu semua berwarna hitam, hitam mengkilap! Betapa sayang, pikirnya, gadis secantik itu giginya hitam semua. Dia tidak tahu bahwa warna giginya itulah yang menjadi kebanggaan gadis itu.

“Hi-hi-hik, bukan, Sukouw. Aku hanyalah Amoi, pelayan ke due dari Siocia. Pelayan pertama adalah Cici Acui. Mengapa engkau berkelahi dengan pasukan peronda kami?”

Hanya pasukan peronda! Dan hanya tiga belas orang dan dia tidak mampu menangkan mereka! Benar-benar hal ini membuat Hong Ing penasaran sekali. Dia sudah kepalang melawan, kalau sekarang berhadapan hanya dengan seorang pelayan saja dia bersikap mengalah, benar-benar amat memalukan. Lain lagi kalau umpamanya yang datang adalah Si Suocia yang menjadi kuasa daerah itu, kiranya lebih baik dia mengalah karena tentu Siocia itu lihai bukan main melihat betapa pasukan perondanya saja sudah begitu lihai.

lanjut ke Jilid 061-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar