Kisah Si Bangau Merah Jilid 47 ( TAMAT )
"Aaahh, kalau pun demikian, cintanya itu hanyalah cinta monyet. Sian Li
belum dewasa benar, usianya baru tujuh belas tahun, cintanya, akan mudah
goyah dan berubah. Justeru karena itu maka mereka harus cepat
dipisahkan, kalau dibiarkan mereka bergaul lebih dekat dan akrab, bukan
tidak mungkin mereka akan saling jatuh cinta."
Kao Hong Li menghela napas panjang.
"Sebetulnya aku merasa malu dan tidak enak sekali. Yo Han demikian baik, akan tetapi kita.... ah, dahulu kita juga ingin memisahkan mereka, sekarang pun kita masih tidak menghendaki mereka bergaul dekat. Kalau dipandang sepintas saja, kita yang keterlaluan. Akan tetapi, demi kebahagiaan anak kita...."
“Ya, demi kebahagiaan anak kita. Akan tetapi kita harus mencari cara agar tidak kentara, dan terutama sekali agar Yo Han tidak sampai tersinggung."
"Itulah yang merisaukan hatiku. Alasan apa pula yang dapat kita pergunakan sekarang? Dahulu, kebetulan muncul Ang I Moli yang mengajak Yo Han pergi sebagai pengganti Sian Li. Akan tetapi sekarang? Bagaimana mungkin kita mengusir dia begitu saja?"
"Memang tidak boleh kita mengusirnya begitu saja. Dahulu aku sudah berjanji kepada ayah ibunya untuk merawat dan mendidik Yo Han, dan andaikata tidak ada permasalahan dengan Sian Li, janji itu sudah pasti akan kupegang teguh!"
"Lalu bagaimana kita harus bertindak agar pengusiran itu tidak menyinggung hatinya, akan tetapi berhasil baik?"
"Aku ada akal. Ingatkah engkau akan cerita Sian Li tentang puteri dari Pendekar Suling Naga Sim Houw? Nah, hilangnya anak itu dapat kita pergunakan untuk membujuk Yo Han! Ibu anak itu, siapa namanya.... o ya, Sim Hui Eng, ibunya Can Bi Lan adalah sumoi dari Bi Kwi, ibu Yo Han. Aku tahu benar betapa erat dan baiknya hubungan antara suci dan sumoi itu, seperti dua saudara kandung saja. Nah, kita ingatkan kepada Yo Han bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk membela keluarga Can Bi Lan yang dulu berjuluk Siauw Kwi itu, sebagai pengganti ibunya. Melihat hubungan yang amat baik antara ibunya dan Can Bi Lan, maka dia seperti keluarga sendiri saja dan sudah sepatutnya kalau dia mempergunakan kepandaiannya untuk berusaha mencari sampai dapat Sim Hui Eng yang hilang itu, atau setidaknya, memperoleh keterangan bagaimana jadinya dengan anak yang hilang itu."
Kao Hong Li mengangguk-angguk, akan tetapi alisnya berkerut.
"Memang itu boleh kita jadikan pendorong agar dia pergi. Akan tetapi rasanya masih kurang kuat. Bagaimana kalau aku memberitahu kepadanya, tentu saja dengan lembut dan hati-hati, bahwa sekarang dia sudah dewasa, sudah sepantasnya kalau berdiri sendiri dan bahwa kini Sian Li sudah mulai besar dan dewasa sehingga tidak pantaslah kalau dia serumah dengan Sian Li? Juga dapat kusindirkan dengan halus kepadanya bahwa kita sudah menerima usul dan sedang menjajaki dan mempertimbangkan ikatan jodoh antara anak kita dengan seorang pangeran...."
Tan Sin Hong menatap tajam wajah isterinya.
"Pangeran....?"
Kao Hong Li tersenyum.
"Lupakah engkau akan Pangeran Cia Sun? Kita pernah berjumpa dengan dia dan aku tidak dapat melupakan betapa engkau kagum kepadanya, dan pernah melontarkan harapan agar anak kita dapat menjadi jodohnya?"
"Ihh, engkau melamun dari mengkhayal, terlalu jauh dan tinggi! Bagaimana mungkin kita mendapat mantu seorang pangeran seperti dia?" Tan Sin Hong tersenyum, akan tetapi matanya bersinar-sinar penuh harapan. Pangeran Cia Sun memang bukan putera mahkota, bukan seorang pangeran yang kelak ada harapan untuk menjadi Kaisar. Biarpun demikian, dia adalah seorang pangeran yang tentu saja hidup mulia dan berkecukupan, juga lowongan jabatan dan kedudukan tinggi terbuka lebar untuk seorang pangeran.
Apalagi Pangeran Cia Sun masih muda, terpelajar tinggi, dan pandai ilmu silat, bahkan pernah minta petunjuk kepada mereka tentang ilmu silat. Biarpun belum dapat dinamakan murid mereka karena hanya menerima petunjuk dan dilatih selama beberapa bulan saja ketika suami isteri itu pergi ke kota raja, namun mereka mengenal pangeran itu sebagai seorang pemuda yang baik, berbakat dan pantas menjadi mantu mereka. Yang membuat mereka mengharapkan terjadinya hal ini adalah pernah ayah dari pangeran muda itu, yaitu Pangeran Cia Yan, secara berkelakar mengatakan bahwa dia akan senang kalau dapat berbesan dengan Pendekar Bangau Putih, ketika mendengar bahwa pendekar itu mempunyai seorang puteri yang kini sedang memperdalam ilmu silatnya di rumah paman kakeknya.
Pangeran Cia Sun memang hanya seorang cucu dari Kaisar Kian Liong, namun karena dia pangeran, tentu saja dalam pandangan suami isteri itu, dia lebih segala-galanya daripada pemuda lain.
Akhirnya mereka tiba di kota Ta-tung dan Sian Li merasa gembira sekali tiba kembali di rumah orang tuanya yang telah ia tinggalkan selama lebih dari lima tahun.
***
Sin Hong dan Hong Li mempergunakan kesempatan selagi puteri mereka, Sian Li pergi belanja untuk keperluan menyambut hari sin-cia yang akan tiba sepekan lagi, untuk mengajak Yo Han berbicara. Mereka memanggil Yo Han untuk bicara di ruangan depan.
Hal ini mereka maksudkan agar kalau Sian Li pulang, mereka dapat melihatnya dan puteri mereka itu tidak sempat ikut mendengarkan percakapan mereka. Sin Hong memulai percakapan itu dengan suara yang serius namun juga ramah.
"Yo Han, sudah beberapa hari engkau berada di sini, dan setelah engkau beristirahat, barulah hari ini aku ingin membicarakan suatu hal yang sejak kami bertemu kembali denganmu dan mendengar cerita Sian Li selalu menjadi ganjalan di hati kami.
Yo Han memandang Sin Hong dengan sepasang mata yang tajam seperti hendak menembus dan menjenguk hati orang yang dianggap sebagai guru pertama, bahkan sebagai pengganti ayahnya itu. "Suhu, katakanlah apa yang menjadi ganjalan hati Suhu dan Subo, mudah-mudahan teecu dapat membantu melegakan hati Suhu dan Subo."
"Memang hanya engkau yang dapat melegakan hati kami, Yo Han. Ganjalan di hati kami itu adalah ketika kami mendengar tentang hilangnya Sim Hui Eng, puteri bibi gurumu Can Bi Lan. Kami merasa kasihan sekali kepada Pendekar Suling Naga dan isterinya. Putera mereka meninggal dunia ketika masih kecil, kemudian puteri mereka yang menjadi satu-satunya anak yang ada, sejak berusia tiga tahun diculik orang. Kami dapat membayangkan betapa sengsara hidup mereka dan pantaslah mereka itu seperti mengasingkan diri, tidak pernah menghubungi keluarga dan handai taulan. Apakah engkau tidak merasa kasihan, Yo Han?"
"Yo Han, tahukah engkau betapa akrab dahulu hubungan antara mendiang ibumu dengan sumoinya, yaitu Can Bi Lan?" Hong Li ikut bicara.
Yo Han mengangguk.
"Tentu saja teecu juga merasa kasihan sekali mendengar akan nasib mereka yang kehilangan anak tunggal. Dan teecu masih ingat bahwa mendiang Ibu amat sayang kepada Bibi Can Bi Lan."
"Sukurlah kalau engkau masih ingat," kata Sin Hong. "Nah, sekarang tentang ganjalan di hati kami itu, Yo Han. Ayah dan ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku, dan aku akan merasa berdosa sekali kalau tidak menganjurkan agar engkau sekarang pergi mencari Sim Hui Eng sampai dapat! Siapa lagi kalau bukan engkau yang membantu bibimu Can Bi Lan itu menemukan kembali puterinya? Dan aku yakin bahwa arwah ibumu akan bersyukur dan berterima kasih sekali kalau engkau dapat melakukan hal itu kepada bibimu Bi Lan. Mereka akan merasa berbahagia sekali, dan kami berdua juga akan merasa bangga. Setidaknya, bukan hal yang sia-sia saja Ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku."
Yo Han mengangguk-angguk mengerti, biarpun diam-diam dia mengeluh karena ke mana dan bagaimana dia akan mungkin dapat menemukan anak yang sudah dua puluh tahun menghilang itu? Dia ingat bahwa anak perempuan itu mempunyai ciri-ciri yang khas di pundak dan telapak kakinya, akan tetapi alangkah akan sukarnya mencari seorang gadis yang mempunyai ciri-ciri di tempat yang tertutup dan tersembunyi itu!
"Ada sebuah hal lagi yang ingin kusampaikan kepadamu, Yo Han. Bagaimanapun juga, kami berdua telah menganggap engkau seperti keluarga sendiri, karena dahulu oleh orang tuamu engkau diserahkan dan dititipkan kepada suamiku. Nah, sekarang usiamu sudah lebih dewasa, kalau tidak salah, usiamu sudah dua puluh lima tahun. Oleh karena itu, kami ingin melihat engkau berumah tangga. Kalau kami berhasil merayakan pernikahanmu, barulah suamiku akan merasa puas dan lega, mengangggp bahwa tugasnya merawat dan mendidikmu baru sempurna. Selain itu, karena engkau sudah kami anggap seperti anak sendiri, tidak baiklah kalau sampai adikmu Sian Li menikah lebih dahulu...." kata Hong Li seperti sambil lalu saja.
Yo Han memandang kepada suami isteri itu dengan wajah yang agak berubah kemerahan. Anjuran kepadanya untuk segera menikah dianggapnya wajar saja, akan tetapi yang mengejutkan hatinya adalah berita tentang Sian Li dan pernikahan!
"Tapi.... Li-moi.... kalau tidak salah baru berusia tujuh belas tahun...." katanya hanya untuk mengucapkan sesuatu agar tidak diam dan bengong saja.
"Sudah mulai dewasa, bukan kanak-kanak lagi, bahkan kami pernah menerima usul perjodohannya dengan seorang pangeran.... ah, hal itu belum resmi, tidak perlu kami beritahukan sekarang," kata Hong Li.
Yo Han merasa betapa dadanya seperti ditekan sesuatu yang berat. Sian Li telah dipilihkan calon suami? Seorang pangeran? Wahh....! Entah kenapa dia sendiri tidak tahu, akan tetapi berita ini sama sekali tidak mendatangkan kegembiraan di dalam hatinya, bahkan membuat dia merasa tidak tenang.
"Nah, kami harap engkau segera bersiap-siap untuk mulai dengan tugasmu itu Yo Han dan tidak mengecewakan kami. Kalau ditunda lebih lama lagi, kami khawatir akan terlambat. Dan ketahuilah bahwa andaikata engkau dapat menemukan puteri bibimu Can Bi Lan itu, selain hal itu akan amat membanggakan hati kami, juga kalau gadis itu memang baik dan pantas, kami akan merasa berbahagia sekali untuk berbesan dengan Pendekar Suling Naga."
"Maksud Suhu....?"
"Akan baik sekali kalau engkau dapat menemukan kembali puteri mereka kemudian engkau menikah dengannya."
"Ah, Suhu....!" Yo Han tersipu. Betapa muluknya jalan pemikiran gurunya ini. Mencari saja belum tentu bisa dapat, sudah hendak menjodohkannya. Ayah bunda gadis itu sendiri yang merupakan suami isteri yang sakti, selama dua puluh tahun mencari anak mereka tanpa hasil. Apalagi dia yang sekarang baru hendak mulai.
"Sudahlah, hal itu kita bicarakan kelak saja. Akan tetapi, sanggupkah engkau memenuhi permintaan suhumu untuk mencari Sim Hui Eng sampai dapat?" tanya Hong Li.
"Teecu akan berusaha sekuat tenaga."
"Jadi engkau sanggup?" Sin Hong mendesak.
"Teecu sanggup, Suhu."
"Bagus! Engkau membuat lega hati kami, Yo Han. Andaikata kelak tidak berhasil sekalipun, namun engkau sudah berusaha sekuat tenaga dan itu saja sudah melegakan hati kami terhadap arwah orang tuamu."
"Nah, lebih baik engkau membuat persiapan dan makin cepat dimulai pencarian itu semakin baik, Yo Han," kate Hong Li.
Yo Han mengangguk lalu mengundurkan diri, masuk ke kamarnya membuat persiapan.
Dia tidak boleh bersikap lemah. Biarpun hari sin-cia kurang sepekan lagi, akan tetapi rasanya cengeng kalau dia harus menunda tugasnya itu sampai lewat hari sin-cia. Seperti anak kecil saja, padahal tugas itu penting sekali. Akan tetapi dia harus meninggalkan Sian Li, dan hal inilah yang membuat dia termenung sedih. Rasanya amat berat untuk berpisah lagi dari gadis itu setelah berpisah selama tiga belas tahun dan kini saling jumpa dan berkumpul kembali. Dan dia tahu bahwa gadis itu pun tentu akan merasa bersedih kalau dia tinggalkan lagi.
Selagi dia mengumpulkan pakaian untuk di jadikan buntalan, daun pintu kamarnya diketuk orang. Dia membuka daun pintu itu, mengharapkan Sian Li yang datang walaupun gadis itu tidak pernah mengetuk pintunya melainkan langsung masuk saja kalau hendak bicara. Akan tetapi ternyata yang datang berkunjung adalah Kao Hong Li!
"Subo...." kata Yo Han dengan sikap hormat.
"Yo Han, ada satu hal penting yang tadi kami lupa untuk memesan kepadamu."
"Hal apakah itu, Subo?"
"Engkau tahu, Sian Li kadang-kadang suka kekanak-kanakan, ia lupa bahwa ia bukan kanak-kanak lagi, melainkan sudah menjadi seorang gadis dewasa. Oleh karena itu, mungkin sekali kalau engkau memberitahu kepadanya bahwa engkau akan pergi mencari Sim Hui Eng, ia akan rewel dan ingin ikut. Kalau ia rewel seperti itu, kuharap engkau suka dan dapat membujuknya agar ia tidak ikut pergi. Engkau tentu cukup maklum bahwa tidak mungkin kami membolehkan ia pergi lagi meninggalkan kami, apalagi sekarang ia sudah dewasa. Bagaimana kalau sampai calon suaminya mendengar bahwa ia pergi merantau berdua saja dengan seorang pemuda, walaupun pemuda itu adalah engkau, yang dapat dibilang sebagai kakak angkatnya? Engkau maklum, bukan?"
Yo Han merasa betapa hatinya pedih mendengar ini, akan tetapi tentu saja dia dapat memaklumi apa yang dimaksudkan subonya itu.
"Baik, Subo. Kalau sampai Li-moi hendak ikut, tentu akan teecu bujuk ia agar tidak melakukan hal itu."
Akan tetapi, pelaksanaan selalu lebih sulit daripada rencana. Sore hari itu, ketika mereka berdua bicara dalam taman bunga di belakang rumah, Yo Hen berpamit dari Sian Li bahwa sore hari itu juga dia akan pergi meninggalkan rumah itu.
Sian Li terbelalak menatap wajah Yo Han.
"Pergi? Engkau hendak pergi, Han-ko? Pergi ke mana dan mengapa?" Sian Li menghampiri Yo Han dan memegang kedua tangan pemuda itu. Ia memang selalu bersikap akrab, bahkan manja kepada pemuda itu.
"Li-moi, ingatkah engkau akan Sim Hui Eng?"
Sian Li membelalakkan mata.
"Sim Hui Eng? Siapa yang kaumaksudkan? Ahhh, she Sim! Ingat aku sekarang, bukankah ia puteri Paman Sim Houw yang hilang dua puluh tahun yang lalu itu?" Kini matanya memandang tajam menyelidik. "Mengapa engkau tiba-tiba menyebut namanya, Han-ko?"
"Nah, aku harus pergi karena aku berkewajiban untuk membantu Bibi Can Bi Lan menemukan kembali puterinya. Mendiang Ibuku amat akrab dan sayang kepada Bibi Bi Lan, maka arwah Ibuku akan senang sekali kalau aku membantu Bibi Bi Lan untuk menemukan kembali puterinya yang hilang itu."
Sian Li menatap wajah pemuda itu dan mukanya agak berubah.
"Han-ko, baru saja kita berkumpul kembali dan engkau akan meninggalkan aku lagi? Sampai berapa lama Han-ko?"
"Entahlah, Li-moi. Engkau pun tahu bahwa aku juga ingin selalu berada di sampingmu, akan tetapi tugas ini penting sekali. Pula, tidak ada perjumpaan tanpa diakhiri dengan perpisahan, Li-moi. Engkau tentu tidak ingin melihat aku menjadi seorang yang tidak mengenal budi dan tidak mau mewakili mendiang Ibu untuk menolong Bibi Bi Lan."
Sian Li merasa kepalanya nanar. Berita kepergian Yo Han demikian tiba-tiba datangnya.
Baru saja ia bergembira, berbelanja untuk keperluan sin-cia dan sin-cia kali ini terasa amat istimewa baginya karena di situ ada Yo Han yang akan merayakan sin-cia bersamanya. Dan kini, tiba-tiba Yo Han menyatakan hendak pergi meninggalkannya, entah untuk berapa lama!
"Han-ko, kapan engkau akan berangkat?" tanyanya, suaranya mulai terdengar sumbang.
"Sekarang juga, Li-moi. Aku sudah berkemas dan siap berangkat, tadi hanya menanti engkau untuk berpamit saja."
Sian Li terbelalak dan tiba-tiba ia merangkulkan kedua lengannya pada leher pemuda itu.
"Han-ko, aku ikut engkau pergi!" katanya mantap dan bersungguh-sungguh.
Yo Han terkejut, akan tetapi juga merasa betapa hatinya berdebar penuh perasaan bahagia, girang dan terharu. Dia memejamkan kedua matanya ketika merasa betapa lingkaran kedua tengan gadis itu amat ketat, dan dia menguatkan hatinya agar jangan menuruti kehendak batinnya yang ingin membalas, ingin mendekap kepala yang disayangnya itu ke dadanya.
"Li-moi, jangan begitu. Tidak mungkin engkau ikut bersamaku. Perjalanan ini tidak menentu kapan berakhirnya. Engkau tidak boleh meninggalkan ayah ibumu. Biarkan aku pergi, Li-moi."
"Tidak.... tidak.... aku tidak mau kautinggalkan, aku tidak mau berpisah lagi darimu, Han-ko!" Sian Li berkata, kini gadis itu menangis di atas dada Yo Han dan rangkulannya semakin kuat. Yo Han menjadi bingung, apalagi pada saat itu muncul Sin Hong dan Hong Li!
"Yo Han, apa yang kaulakukan ini?" terdengar Tan Sin Hong membentak marah.
"Suhu, Subo.... maafkan teecu...." kata Yo Han tak berdaya karena Sian Li masih merangkulnya.
"Yo Han, sungguh tak pantas kelakuanmu ini. Sian Li, lepaskan dia!" Hong Li juga berseru marah.
Sian Li tidak melepaskan rangkulannya, akan tetapi ia mengangkat mukanya dari dada Yo Han dan menoleh kepada orang tuanya.
"Ayah, Ibu, Han-ko tidak bersalah apa-apa....aku....aku ingin ikut dengannya, aku tidak mau ditinggalkannya lagi...."
Yo Han menguatkan hatinya, melepaskan rangkulan Sian Li dengan lembut. Dia harus mengambil keputusan yang tepat. Tidak boleh dia menyenangkan hatinya sendiri dengan mengorbankan perasaan Sin Hong dan Hong Li, dua orang yang dihormatinya itu.
"Li-moi, lepaskanlah. Aku tidak mau mengajak engkau pergi. Engkau hanya akan menjadi beban saja, dan aku mempunyai tugas penting.”
"Han-ko....!" Sian Li berseru dan dengan mata basah memandang kepada Yo Han seperti orang yang tidak percaya. "Engkau.... engkau....?"
Yo Han menunduk dan menghela napas pandang.
"Sudahlah, Li-moi, engkau tidak boleh membikin marah ayah ibumu. Suhu dan Subo, teecu berangkat sekarang Li-moi jaga baik-baik dirimu!” Pemuda itu lalu melangkah lebar memasuki rumah, mengambil buntalannya dan akan segera pergi.
"Han-koko...!” Sian Li hendak mengejar, akan tetapi ibunya sudah memegang lengannya.
"Sian Li, sungguh memalukan sekali sikapmu ini!"
Akan tetapi Sian Li meronta, melepaskan pegangan ibunya dan lari ke dalam rumah mengejar Yo Han. Ayah ibunya saling pandang, menggeleng kepala lalu berlari mengikuti. Akan tetapi setelah tiba di kamar Yo Han, Sian Li tidak melihat lagi pemuda itu. Yo Han telah pergi dengan cepat sekali. Sian Li mencari ke sana sini dan memanggil-manggil, namun percuma, yang dipanggilnya sudah pergi tanpa meninggalkan bekas.
"Han-ko....! Han-koko....!" Ia berteriak-teriak dan hampir bertubrukan dengan ayah ibunya di ruangan tengah.
"Sian Li!" bentak Sin Hong marah.
"Sian Li, kelakuanmu ini sungguh tidak patut," ibunya juga mengomeli anaknya. "Yo Han sudah pergi, dia pergi melaksanakan tugas. Engkau bukan anak kecil lagi yang begitu saja hendak ikut pergi. Engkau sudah dewasa, seorang gadis dewasa. Bagaimana mungkin seorang gadis pergi begitu saja, berdua dengan seorang pemuda? Memalukan!"
Sian Li memandang ayah dan ibunya, wajahnya pucat dan basah air mata.
"Ayah dan Ibu yang melakukan semua ini! Ayah dan Ibu yang mengusahakan agar dia pergi meninggalkan aku. Dahulu, Ayah Ibu pula yang memisahkan kami, sekarang ayah dan Ibu pula yang mengulangi hal itu. Aku ingin dekat Han-ko! Apakah Ayah dan Ibu tidak tahu? Aku cinta kepada Han-ko. Aku cinta padanya....!" Sian Li menjatuhkan diri di atas bangku dan menangis.
Sin Hong dan Hong Li saling pandang, kemudian menggeleng-geleng kepala. Hong Li mendekati anaknya, merangkulnya. Sian Li menoleh, lalu merangkul ibunya.
"Ibu....!" Dan ia menangis tersedu-sedu di dada ibunya.
"Sian Li, kami juga mencinta Yo Han. Akan tetapi engkau dan Yo Han sudah seperti saudara sendiri. Dia cinta padamu sebagai seorang kakak, dan engkau masih terlalu kecil untuk mencinta sebagai seorang wanita. Ingatlah, kita semua akan ternoda aib kalau engkau sebagai seorang gadis baik-baik pergi merantau bersama seorang pemuda. Tugasnya berat dia harus membantu bibinya mencari puteri mereka yang hilang. Dan kita sendiri pun harus membantu pamanmu Sim Houw. Kita bertiga juga akan pergi mencari keterangan. Kita akan pergi ke kota raja, siapa tahu kita akan dapat menemukan Sim Hui Eng."
Dihibur ayah ibunya dan dijanjikan akan diajak pergi membantu pencarian Sim Hui Eng, Sian Li menghentikan tangisnya.
"Sian Li, ingatlah bahwa sesungguhnya tidak tepat sama sekali kalau engkau memperlihatkan kecengengan seperti ini." Sin Hong berkata, "Engkau bukan seorang anak kecil lagi. Engkau seorang gadis hampir dewasa dan usiamu sudah tujuh belas tahun. Lebih daripada itu, engkau telah memiliki ilmu kepandaian yang lumayan, bahkan engkau sudah pantas dijuluki Si Bangau Merah sebagai imbangan ayahmu yang di juluki orang Pendekar Bangau Putih. Engkau harus memperdalam ilmu silat keluarga kita, yaitu Pek-ho Sin-kun dan untuk menyesuaikan kesukaanmu akan warna merah dan julukanmu Si Bangau Merah, aku akan mengubah sedikit dalam Pek-ho Sin-kun agar lebih tepat dinamakan Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah), khusus untukmu."
Akhirnya Sian Li dapat melupakan kesedihannya, apalagi karena ia mengharapkan bahwa kelak ia akan dapat bertemu kembali dengan Yo Han. Mungkin dalam pesta perayaan dan pertemuan besar yang diadakan oleh Kakek Suma Ceng Liong, atau kalau Yo Han tidak muncul di sana, tentu pemuda itu akan muncul setelah berhasil menemukan Sim Hui Eng.
Juga janji ayah ibunya untuk mengajak ia membantu pencarian Sim Hui Eng, dimulai di kota raja, mendatangkan kegembiraan di hatinya yang pada dasarnya memang lincah gembira, tidak dapat menyimpan kesedihan terlalu lama.
Sampai di sini, pengarang sudahi dulu kisahSi Bangau Merah ini untuk bertemu kembali dalam kisah lain yang merupakan lanjutan dari kisah ini dengan judul SI TANGAN SAKTI, di mana kita akan bersua kembali dengan para tokoh dalam kisah ini. Semoga kisah ini ada manfaatnya bagi para pembacanya.
Kao Hong Li menghela napas panjang.
"Sebetulnya aku merasa malu dan tidak enak sekali. Yo Han demikian baik, akan tetapi kita.... ah, dahulu kita juga ingin memisahkan mereka, sekarang pun kita masih tidak menghendaki mereka bergaul dekat. Kalau dipandang sepintas saja, kita yang keterlaluan. Akan tetapi, demi kebahagiaan anak kita...."
“Ya, demi kebahagiaan anak kita. Akan tetapi kita harus mencari cara agar tidak kentara, dan terutama sekali agar Yo Han tidak sampai tersinggung."
"Itulah yang merisaukan hatiku. Alasan apa pula yang dapat kita pergunakan sekarang? Dahulu, kebetulan muncul Ang I Moli yang mengajak Yo Han pergi sebagai pengganti Sian Li. Akan tetapi sekarang? Bagaimana mungkin kita mengusir dia begitu saja?"
"Memang tidak boleh kita mengusirnya begitu saja. Dahulu aku sudah berjanji kepada ayah ibunya untuk merawat dan mendidik Yo Han, dan andaikata tidak ada permasalahan dengan Sian Li, janji itu sudah pasti akan kupegang teguh!"
"Lalu bagaimana kita harus bertindak agar pengusiran itu tidak menyinggung hatinya, akan tetapi berhasil baik?"
"Aku ada akal. Ingatkah engkau akan cerita Sian Li tentang puteri dari Pendekar Suling Naga Sim Houw? Nah, hilangnya anak itu dapat kita pergunakan untuk membujuk Yo Han! Ibu anak itu, siapa namanya.... o ya, Sim Hui Eng, ibunya Can Bi Lan adalah sumoi dari Bi Kwi, ibu Yo Han. Aku tahu benar betapa erat dan baiknya hubungan antara suci dan sumoi itu, seperti dua saudara kandung saja. Nah, kita ingatkan kepada Yo Han bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk membela keluarga Can Bi Lan yang dulu berjuluk Siauw Kwi itu, sebagai pengganti ibunya. Melihat hubungan yang amat baik antara ibunya dan Can Bi Lan, maka dia seperti keluarga sendiri saja dan sudah sepatutnya kalau dia mempergunakan kepandaiannya untuk berusaha mencari sampai dapat Sim Hui Eng yang hilang itu, atau setidaknya, memperoleh keterangan bagaimana jadinya dengan anak yang hilang itu."
Kao Hong Li mengangguk-angguk, akan tetapi alisnya berkerut.
"Memang itu boleh kita jadikan pendorong agar dia pergi. Akan tetapi rasanya masih kurang kuat. Bagaimana kalau aku memberitahu kepadanya, tentu saja dengan lembut dan hati-hati, bahwa sekarang dia sudah dewasa, sudah sepantasnya kalau berdiri sendiri dan bahwa kini Sian Li sudah mulai besar dan dewasa sehingga tidak pantaslah kalau dia serumah dengan Sian Li? Juga dapat kusindirkan dengan halus kepadanya bahwa kita sudah menerima usul dan sedang menjajaki dan mempertimbangkan ikatan jodoh antara anak kita dengan seorang pangeran...."
Tan Sin Hong menatap tajam wajah isterinya.
"Pangeran....?"
Kao Hong Li tersenyum.
"Lupakah engkau akan Pangeran Cia Sun? Kita pernah berjumpa dengan dia dan aku tidak dapat melupakan betapa engkau kagum kepadanya, dan pernah melontarkan harapan agar anak kita dapat menjadi jodohnya?"
"Ihh, engkau melamun dari mengkhayal, terlalu jauh dan tinggi! Bagaimana mungkin kita mendapat mantu seorang pangeran seperti dia?" Tan Sin Hong tersenyum, akan tetapi matanya bersinar-sinar penuh harapan. Pangeran Cia Sun memang bukan putera mahkota, bukan seorang pangeran yang kelak ada harapan untuk menjadi Kaisar. Biarpun demikian, dia adalah seorang pangeran yang tentu saja hidup mulia dan berkecukupan, juga lowongan jabatan dan kedudukan tinggi terbuka lebar untuk seorang pangeran.
Apalagi Pangeran Cia Sun masih muda, terpelajar tinggi, dan pandai ilmu silat, bahkan pernah minta petunjuk kepada mereka tentang ilmu silat. Biarpun belum dapat dinamakan murid mereka karena hanya menerima petunjuk dan dilatih selama beberapa bulan saja ketika suami isteri itu pergi ke kota raja, namun mereka mengenal pangeran itu sebagai seorang pemuda yang baik, berbakat dan pantas menjadi mantu mereka. Yang membuat mereka mengharapkan terjadinya hal ini adalah pernah ayah dari pangeran muda itu, yaitu Pangeran Cia Yan, secara berkelakar mengatakan bahwa dia akan senang kalau dapat berbesan dengan Pendekar Bangau Putih, ketika mendengar bahwa pendekar itu mempunyai seorang puteri yang kini sedang memperdalam ilmu silatnya di rumah paman kakeknya.
Pangeran Cia Sun memang hanya seorang cucu dari Kaisar Kian Liong, namun karena dia pangeran, tentu saja dalam pandangan suami isteri itu, dia lebih segala-galanya daripada pemuda lain.
Akhirnya mereka tiba di kota Ta-tung dan Sian Li merasa gembira sekali tiba kembali di rumah orang tuanya yang telah ia tinggalkan selama lebih dari lima tahun.
***
Sin Hong dan Hong Li mempergunakan kesempatan selagi puteri mereka, Sian Li pergi belanja untuk keperluan menyambut hari sin-cia yang akan tiba sepekan lagi, untuk mengajak Yo Han berbicara. Mereka memanggil Yo Han untuk bicara di ruangan depan.
Hal ini mereka maksudkan agar kalau Sian Li pulang, mereka dapat melihatnya dan puteri mereka itu tidak sempat ikut mendengarkan percakapan mereka. Sin Hong memulai percakapan itu dengan suara yang serius namun juga ramah.
"Yo Han, sudah beberapa hari engkau berada di sini, dan setelah engkau beristirahat, barulah hari ini aku ingin membicarakan suatu hal yang sejak kami bertemu kembali denganmu dan mendengar cerita Sian Li selalu menjadi ganjalan di hati kami.
Yo Han memandang Sin Hong dengan sepasang mata yang tajam seperti hendak menembus dan menjenguk hati orang yang dianggap sebagai guru pertama, bahkan sebagai pengganti ayahnya itu. "Suhu, katakanlah apa yang menjadi ganjalan hati Suhu dan Subo, mudah-mudahan teecu dapat membantu melegakan hati Suhu dan Subo."
"Memang hanya engkau yang dapat melegakan hati kami, Yo Han. Ganjalan di hati kami itu adalah ketika kami mendengar tentang hilangnya Sim Hui Eng, puteri bibi gurumu Can Bi Lan. Kami merasa kasihan sekali kepada Pendekar Suling Naga dan isterinya. Putera mereka meninggal dunia ketika masih kecil, kemudian puteri mereka yang menjadi satu-satunya anak yang ada, sejak berusia tiga tahun diculik orang. Kami dapat membayangkan betapa sengsara hidup mereka dan pantaslah mereka itu seperti mengasingkan diri, tidak pernah menghubungi keluarga dan handai taulan. Apakah engkau tidak merasa kasihan, Yo Han?"
"Yo Han, tahukah engkau betapa akrab dahulu hubungan antara mendiang ibumu dengan sumoinya, yaitu Can Bi Lan?" Hong Li ikut bicara.
Yo Han mengangguk.
"Tentu saja teecu juga merasa kasihan sekali mendengar akan nasib mereka yang kehilangan anak tunggal. Dan teecu masih ingat bahwa mendiang Ibu amat sayang kepada Bibi Can Bi Lan."
"Sukurlah kalau engkau masih ingat," kata Sin Hong. "Nah, sekarang tentang ganjalan di hati kami itu, Yo Han. Ayah dan ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku, dan aku akan merasa berdosa sekali kalau tidak menganjurkan agar engkau sekarang pergi mencari Sim Hui Eng sampai dapat! Siapa lagi kalau bukan engkau yang membantu bibimu Can Bi Lan itu menemukan kembali puterinya? Dan aku yakin bahwa arwah ibumu akan bersyukur dan berterima kasih sekali kalau engkau dapat melakukan hal itu kepada bibimu Bi Lan. Mereka akan merasa berbahagia sekali, dan kami berdua juga akan merasa bangga. Setidaknya, bukan hal yang sia-sia saja Ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku."
Yo Han mengangguk-angguk mengerti, biarpun diam-diam dia mengeluh karena ke mana dan bagaimana dia akan mungkin dapat menemukan anak yang sudah dua puluh tahun menghilang itu? Dia ingat bahwa anak perempuan itu mempunyai ciri-ciri yang khas di pundak dan telapak kakinya, akan tetapi alangkah akan sukarnya mencari seorang gadis yang mempunyai ciri-ciri di tempat yang tertutup dan tersembunyi itu!
"Ada sebuah hal lagi yang ingin kusampaikan kepadamu, Yo Han. Bagaimanapun juga, kami berdua telah menganggap engkau seperti keluarga sendiri, karena dahulu oleh orang tuamu engkau diserahkan dan dititipkan kepada suamiku. Nah, sekarang usiamu sudah lebih dewasa, kalau tidak salah, usiamu sudah dua puluh lima tahun. Oleh karena itu, kami ingin melihat engkau berumah tangga. Kalau kami berhasil merayakan pernikahanmu, barulah suamiku akan merasa puas dan lega, mengangggp bahwa tugasnya merawat dan mendidikmu baru sempurna. Selain itu, karena engkau sudah kami anggap seperti anak sendiri, tidak baiklah kalau sampai adikmu Sian Li menikah lebih dahulu...." kata Hong Li seperti sambil lalu saja.
Yo Han memandang kepada suami isteri itu dengan wajah yang agak berubah kemerahan. Anjuran kepadanya untuk segera menikah dianggapnya wajar saja, akan tetapi yang mengejutkan hatinya adalah berita tentang Sian Li dan pernikahan!
"Tapi.... Li-moi.... kalau tidak salah baru berusia tujuh belas tahun...." katanya hanya untuk mengucapkan sesuatu agar tidak diam dan bengong saja.
"Sudah mulai dewasa, bukan kanak-kanak lagi, bahkan kami pernah menerima usul perjodohannya dengan seorang pangeran.... ah, hal itu belum resmi, tidak perlu kami beritahukan sekarang," kata Hong Li.
Yo Han merasa betapa dadanya seperti ditekan sesuatu yang berat. Sian Li telah dipilihkan calon suami? Seorang pangeran? Wahh....! Entah kenapa dia sendiri tidak tahu, akan tetapi berita ini sama sekali tidak mendatangkan kegembiraan di dalam hatinya, bahkan membuat dia merasa tidak tenang.
"Nah, kami harap engkau segera bersiap-siap untuk mulai dengan tugasmu itu Yo Han dan tidak mengecewakan kami. Kalau ditunda lebih lama lagi, kami khawatir akan terlambat. Dan ketahuilah bahwa andaikata engkau dapat menemukan puteri bibimu Can Bi Lan itu, selain hal itu akan amat membanggakan hati kami, juga kalau gadis itu memang baik dan pantas, kami akan merasa berbahagia sekali untuk berbesan dengan Pendekar Suling Naga."
"Maksud Suhu....?"
"Akan baik sekali kalau engkau dapat menemukan kembali puteri mereka kemudian engkau menikah dengannya."
"Ah, Suhu....!" Yo Han tersipu. Betapa muluknya jalan pemikiran gurunya ini. Mencari saja belum tentu bisa dapat, sudah hendak menjodohkannya. Ayah bunda gadis itu sendiri yang merupakan suami isteri yang sakti, selama dua puluh tahun mencari anak mereka tanpa hasil. Apalagi dia yang sekarang baru hendak mulai.
"Sudahlah, hal itu kita bicarakan kelak saja. Akan tetapi, sanggupkah engkau memenuhi permintaan suhumu untuk mencari Sim Hui Eng sampai dapat?" tanya Hong Li.
"Teecu akan berusaha sekuat tenaga."
"Jadi engkau sanggup?" Sin Hong mendesak.
"Teecu sanggup, Suhu."
"Bagus! Engkau membuat lega hati kami, Yo Han. Andaikata kelak tidak berhasil sekalipun, namun engkau sudah berusaha sekuat tenaga dan itu saja sudah melegakan hati kami terhadap arwah orang tuamu."
"Nah, lebih baik engkau membuat persiapan dan makin cepat dimulai pencarian itu semakin baik, Yo Han," kate Hong Li.
Yo Han mengangguk lalu mengundurkan diri, masuk ke kamarnya membuat persiapan.
Dia tidak boleh bersikap lemah. Biarpun hari sin-cia kurang sepekan lagi, akan tetapi rasanya cengeng kalau dia harus menunda tugasnya itu sampai lewat hari sin-cia. Seperti anak kecil saja, padahal tugas itu penting sekali. Akan tetapi dia harus meninggalkan Sian Li, dan hal inilah yang membuat dia termenung sedih. Rasanya amat berat untuk berpisah lagi dari gadis itu setelah berpisah selama tiga belas tahun dan kini saling jumpa dan berkumpul kembali. Dan dia tahu bahwa gadis itu pun tentu akan merasa bersedih kalau dia tinggalkan lagi.
Selagi dia mengumpulkan pakaian untuk di jadikan buntalan, daun pintu kamarnya diketuk orang. Dia membuka daun pintu itu, mengharapkan Sian Li yang datang walaupun gadis itu tidak pernah mengetuk pintunya melainkan langsung masuk saja kalau hendak bicara. Akan tetapi ternyata yang datang berkunjung adalah Kao Hong Li!
"Subo...." kata Yo Han dengan sikap hormat.
"Yo Han, ada satu hal penting yang tadi kami lupa untuk memesan kepadamu."
"Hal apakah itu, Subo?"
"Engkau tahu, Sian Li kadang-kadang suka kekanak-kanakan, ia lupa bahwa ia bukan kanak-kanak lagi, melainkan sudah menjadi seorang gadis dewasa. Oleh karena itu, mungkin sekali kalau engkau memberitahu kepadanya bahwa engkau akan pergi mencari Sim Hui Eng, ia akan rewel dan ingin ikut. Kalau ia rewel seperti itu, kuharap engkau suka dan dapat membujuknya agar ia tidak ikut pergi. Engkau tentu cukup maklum bahwa tidak mungkin kami membolehkan ia pergi lagi meninggalkan kami, apalagi sekarang ia sudah dewasa. Bagaimana kalau sampai calon suaminya mendengar bahwa ia pergi merantau berdua saja dengan seorang pemuda, walaupun pemuda itu adalah engkau, yang dapat dibilang sebagai kakak angkatnya? Engkau maklum, bukan?"
Yo Han merasa betapa hatinya pedih mendengar ini, akan tetapi tentu saja dia dapat memaklumi apa yang dimaksudkan subonya itu.
"Baik, Subo. Kalau sampai Li-moi hendak ikut, tentu akan teecu bujuk ia agar tidak melakukan hal itu."
Akan tetapi, pelaksanaan selalu lebih sulit daripada rencana. Sore hari itu, ketika mereka berdua bicara dalam taman bunga di belakang rumah, Yo Hen berpamit dari Sian Li bahwa sore hari itu juga dia akan pergi meninggalkan rumah itu.
Sian Li terbelalak menatap wajah Yo Han.
"Pergi? Engkau hendak pergi, Han-ko? Pergi ke mana dan mengapa?" Sian Li menghampiri Yo Han dan memegang kedua tangan pemuda itu. Ia memang selalu bersikap akrab, bahkan manja kepada pemuda itu.
"Li-moi, ingatkah engkau akan Sim Hui Eng?"
Sian Li membelalakkan mata.
"Sim Hui Eng? Siapa yang kaumaksudkan? Ahhh, she Sim! Ingat aku sekarang, bukankah ia puteri Paman Sim Houw yang hilang dua puluh tahun yang lalu itu?" Kini matanya memandang tajam menyelidik. "Mengapa engkau tiba-tiba menyebut namanya, Han-ko?"
"Nah, aku harus pergi karena aku berkewajiban untuk membantu Bibi Can Bi Lan menemukan kembali puterinya. Mendiang Ibuku amat akrab dan sayang kepada Bibi Bi Lan, maka arwah Ibuku akan senang sekali kalau aku membantu Bibi Bi Lan untuk menemukan kembali puterinya yang hilang itu."
Sian Li menatap wajah pemuda itu dan mukanya agak berubah.
"Han-ko, baru saja kita berkumpul kembali dan engkau akan meninggalkan aku lagi? Sampai berapa lama Han-ko?"
"Entahlah, Li-moi. Engkau pun tahu bahwa aku juga ingin selalu berada di sampingmu, akan tetapi tugas ini penting sekali. Pula, tidak ada perjumpaan tanpa diakhiri dengan perpisahan, Li-moi. Engkau tentu tidak ingin melihat aku menjadi seorang yang tidak mengenal budi dan tidak mau mewakili mendiang Ibu untuk menolong Bibi Bi Lan."
Sian Li merasa kepalanya nanar. Berita kepergian Yo Han demikian tiba-tiba datangnya.
Baru saja ia bergembira, berbelanja untuk keperluan sin-cia dan sin-cia kali ini terasa amat istimewa baginya karena di situ ada Yo Han yang akan merayakan sin-cia bersamanya. Dan kini, tiba-tiba Yo Han menyatakan hendak pergi meninggalkannya, entah untuk berapa lama!
"Han-ko, kapan engkau akan berangkat?" tanyanya, suaranya mulai terdengar sumbang.
"Sekarang juga, Li-moi. Aku sudah berkemas dan siap berangkat, tadi hanya menanti engkau untuk berpamit saja."
Sian Li terbelalak dan tiba-tiba ia merangkulkan kedua lengannya pada leher pemuda itu.
"Han-ko, aku ikut engkau pergi!" katanya mantap dan bersungguh-sungguh.
Yo Han terkejut, akan tetapi juga merasa betapa hatinya berdebar penuh perasaan bahagia, girang dan terharu. Dia memejamkan kedua matanya ketika merasa betapa lingkaran kedua tengan gadis itu amat ketat, dan dia menguatkan hatinya agar jangan menuruti kehendak batinnya yang ingin membalas, ingin mendekap kepala yang disayangnya itu ke dadanya.
"Li-moi, jangan begitu. Tidak mungkin engkau ikut bersamaku. Perjalanan ini tidak menentu kapan berakhirnya. Engkau tidak boleh meninggalkan ayah ibumu. Biarkan aku pergi, Li-moi."
"Tidak.... tidak.... aku tidak mau kautinggalkan, aku tidak mau berpisah lagi darimu, Han-ko!" Sian Li berkata, kini gadis itu menangis di atas dada Yo Han dan rangkulannya semakin kuat. Yo Han menjadi bingung, apalagi pada saat itu muncul Sin Hong dan Hong Li!
"Yo Han, apa yang kaulakukan ini?" terdengar Tan Sin Hong membentak marah.
"Suhu, Subo.... maafkan teecu...." kata Yo Han tak berdaya karena Sian Li masih merangkulnya.
"Yo Han, sungguh tak pantas kelakuanmu ini. Sian Li, lepaskan dia!" Hong Li juga berseru marah.
Sian Li tidak melepaskan rangkulannya, akan tetapi ia mengangkat mukanya dari dada Yo Han dan menoleh kepada orang tuanya.
"Ayah, Ibu, Han-ko tidak bersalah apa-apa....aku....aku ingin ikut dengannya, aku tidak mau ditinggalkannya lagi...."
Yo Han menguatkan hatinya, melepaskan rangkulan Sian Li dengan lembut. Dia harus mengambil keputusan yang tepat. Tidak boleh dia menyenangkan hatinya sendiri dengan mengorbankan perasaan Sin Hong dan Hong Li, dua orang yang dihormatinya itu.
"Li-moi, lepaskanlah. Aku tidak mau mengajak engkau pergi. Engkau hanya akan menjadi beban saja, dan aku mempunyai tugas penting.”
"Han-ko....!" Sian Li berseru dan dengan mata basah memandang kepada Yo Han seperti orang yang tidak percaya. "Engkau.... engkau....?"
Yo Han menunduk dan menghela napas pandang.
"Sudahlah, Li-moi, engkau tidak boleh membikin marah ayah ibumu. Suhu dan Subo, teecu berangkat sekarang Li-moi jaga baik-baik dirimu!” Pemuda itu lalu melangkah lebar memasuki rumah, mengambil buntalannya dan akan segera pergi.
"Han-koko...!” Sian Li hendak mengejar, akan tetapi ibunya sudah memegang lengannya.
"Sian Li, sungguh memalukan sekali sikapmu ini!"
Akan tetapi Sian Li meronta, melepaskan pegangan ibunya dan lari ke dalam rumah mengejar Yo Han. Ayah ibunya saling pandang, menggeleng kepala lalu berlari mengikuti. Akan tetapi setelah tiba di kamar Yo Han, Sian Li tidak melihat lagi pemuda itu. Yo Han telah pergi dengan cepat sekali. Sian Li mencari ke sana sini dan memanggil-manggil, namun percuma, yang dipanggilnya sudah pergi tanpa meninggalkan bekas.
"Han-ko....! Han-koko....!" Ia berteriak-teriak dan hampir bertubrukan dengan ayah ibunya di ruangan tengah.
"Sian Li!" bentak Sin Hong marah.
"Sian Li, kelakuanmu ini sungguh tidak patut," ibunya juga mengomeli anaknya. "Yo Han sudah pergi, dia pergi melaksanakan tugas. Engkau bukan anak kecil lagi yang begitu saja hendak ikut pergi. Engkau sudah dewasa, seorang gadis dewasa. Bagaimana mungkin seorang gadis pergi begitu saja, berdua dengan seorang pemuda? Memalukan!"
Sian Li memandang ayah dan ibunya, wajahnya pucat dan basah air mata.
"Ayah dan Ibu yang melakukan semua ini! Ayah dan Ibu yang mengusahakan agar dia pergi meninggalkan aku. Dahulu, Ayah Ibu pula yang memisahkan kami, sekarang ayah dan Ibu pula yang mengulangi hal itu. Aku ingin dekat Han-ko! Apakah Ayah dan Ibu tidak tahu? Aku cinta kepada Han-ko. Aku cinta padanya....!" Sian Li menjatuhkan diri di atas bangku dan menangis.
Sin Hong dan Hong Li saling pandang, kemudian menggeleng-geleng kepala. Hong Li mendekati anaknya, merangkulnya. Sian Li menoleh, lalu merangkul ibunya.
"Ibu....!" Dan ia menangis tersedu-sedu di dada ibunya.
"Sian Li, kami juga mencinta Yo Han. Akan tetapi engkau dan Yo Han sudah seperti saudara sendiri. Dia cinta padamu sebagai seorang kakak, dan engkau masih terlalu kecil untuk mencinta sebagai seorang wanita. Ingatlah, kita semua akan ternoda aib kalau engkau sebagai seorang gadis baik-baik pergi merantau bersama seorang pemuda. Tugasnya berat dia harus membantu bibinya mencari puteri mereka yang hilang. Dan kita sendiri pun harus membantu pamanmu Sim Houw. Kita bertiga juga akan pergi mencari keterangan. Kita akan pergi ke kota raja, siapa tahu kita akan dapat menemukan Sim Hui Eng."
Dihibur ayah ibunya dan dijanjikan akan diajak pergi membantu pencarian Sim Hui Eng, Sian Li menghentikan tangisnya.
"Sian Li, ingatlah bahwa sesungguhnya tidak tepat sama sekali kalau engkau memperlihatkan kecengengan seperti ini." Sin Hong berkata, "Engkau bukan seorang anak kecil lagi. Engkau seorang gadis hampir dewasa dan usiamu sudah tujuh belas tahun. Lebih daripada itu, engkau telah memiliki ilmu kepandaian yang lumayan, bahkan engkau sudah pantas dijuluki Si Bangau Merah sebagai imbangan ayahmu yang di juluki orang Pendekar Bangau Putih. Engkau harus memperdalam ilmu silat keluarga kita, yaitu Pek-ho Sin-kun dan untuk menyesuaikan kesukaanmu akan warna merah dan julukanmu Si Bangau Merah, aku akan mengubah sedikit dalam Pek-ho Sin-kun agar lebih tepat dinamakan Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah), khusus untukmu."
Akhirnya Sian Li dapat melupakan kesedihannya, apalagi karena ia mengharapkan bahwa kelak ia akan dapat bertemu kembali dengan Yo Han. Mungkin dalam pesta perayaan dan pertemuan besar yang diadakan oleh Kakek Suma Ceng Liong, atau kalau Yo Han tidak muncul di sana, tentu pemuda itu akan muncul setelah berhasil menemukan Sim Hui Eng.
Juga janji ayah ibunya untuk mengajak ia membantu pencarian Sim Hui Eng, dimulai di kota raja, mendatangkan kegembiraan di hatinya yang pada dasarnya memang lincah gembira, tidak dapat menyimpan kesedihan terlalu lama.
Sampai di sini, pengarang sudahi dulu kisahSi Bangau Merah ini untuk bertemu kembali dalam kisah lain yang merupakan lanjutan dari kisah ini dengan judul SI TANGAN SAKTI, di mana kita akan bersua kembali dengan para tokoh dalam kisah ini. Semoga kisah ini ada manfaatnya bagi para pembacanya.
T A M A T
===>> Si Tangan Sakti ===>>http://sekuriti-spjt.blogspot.com/2009/06/si-tangan-sakti.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar