Kamis, 30 Januari 2014

Kisah Si Bangau Merah Jilid 42

Kisah Si Bangau Merah Jilid 42

42

"Kalau begitu, engkau pun ahli sihir. Ki Bok?" tanya Sian Li dan pemuda itu tersenyum, merasa girang bukan main melihat sikap gadis itu terhadapnya kini berubah, tidak lagi angkuh dan ketus seperti sebelumnya, kini nampak ramah bersahabat!
"Sian Li, engkau tahu bahwa aku murid Suhu Lulung Lama, murid seorang tokoh pendeta Lama. Oleh karena itu, selain ilmu silat, aku pun mempelajari ilmu-ilmu keagamaan dan juga ilmu kebatinan sehingga tidak aneh kalau aku pun mempelajari ilmu sihir."
"Hemm, kata orang tuaku dan juga paman kakek yang menjadi guruku, ilmu sihir dapat membuat orang menjadi sesat. Kenapa engkau mempelajarl ilmu seperti itu, Ki Bok?"
Pemuda itu tertawa.
"Aihh, engkau ini yang aneh sekali, Sian Li. Engkau sendiri masih keturunan keluarga para Pendekar Pulau Es, bahkan juga pendekar Gurun Pasir! Padahal, menurut yang kudengar, dahulu Pendekar Super Sakti Pulau Es adalah seorang sakti yang selain hebat ilmu silatnya, juga ahli dalam ilmu sihir!"
Sian Li tersenyum.
"Memang engkau benar, akan tetapi menurut orang tuaku, mempelajari ilmu sihir amatlah berbahaya karena ilmu seperti itu condong untuk menyeret orangnya kepada kesesatan."
Pemuda itu kini duduk di bangku, berhadapan dengan Sian Li yang juga sudah duduk.
"Segala macam ilmu mengandung daya tarik yang dapat menyesatkan orang, Sian Li. Ilmu apapun juga membuat orang merasa lebih pandai daripada orang lain, dan ada kecondongan mempergunakan ilmu yang dikuasainya itu untuk berkuasa atau mencari pengaruh atas orang-orang lain. Ilmunya sendiri tidak baik atau pun buruk. Baik buruknya tergantung dari dia yang mempergunakannya. Betapa baik pun sebuah ilmu, kalau dipergunaken untuk mencelakai orang lain ilmu itu menjadi jahat. Sebaliknya, ilmu yang dianggap jahat, kalau dipergunakan untuk menolong orang lain, akan menjadi ilmu yang baik. Bukankah begitu?"
Sian Li pernah mendengar ini, maka ia pun mengangguk dan kini pandangannya terhadap pemuda itu sama sekali berubah. Ia tidak tahu benar bahwa semua agama di dunia ini mengajarkan orang agar hidup bijaksana dan baik. Pelajaran agama yang dipelajari Ki Bok dari pendeta Lama, tentu saja juga mengatakan yang baik-baik. Kalau terjadi kejahatan dilakukan orang beragama, maka hal itu berarti bahwa orang itu telah menyeleweng daripada pelajaran agamanya sendiri.
Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menjadi jahat. Justeru yang dinamakan agama adalah pelajaran tentang budi pekerti, mengajarkan orang untuk menjadi manusia yang baik dan berguna bagi manusia lain. Cu Ki Bok yang sejak kecil menjadi murid pendeta Lama, tentu saja juga membaca kitab-kitab agama yang pada hakekatnya tiada bedanya dengan kitab-kitab agama lain, yaitu menuntun manusia ke arah jalan hidup yang benar.
"Sebenarnya, oleh orang tuaku dan paman kakekku, aku pun telah menerima latihan kekuatan batin yang dimaksudkan menolak pengaruh sihir. Akan tetapi, tadi aku sama sekali tidak mengira bahwa pangeran Nepal itu akan mempergunakan sehingga aku menjadi lengah. Ki Bok, apakah kau kira Sian Lun juga terpengaruh sihir?" Tiba-tiba timbul dugaan ini dalam pikiran Sian Li.
Ki Bok menarik napas panjang.
"Mungkin saja, akan tetapi yang jelas suhengmu itu seorang pria yang lemah dan mudah dirayu. Sungguh sayang sekali karena sesungguhnya dia memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau dia bekerja sama dengan kami untuk menentang penjajah Mancu, hal itu baik-baik saja. Aken tetapi aku khawatir kalau dia sampai terseret oleh Pek-lian-kauw, melakukan hal-hal yang tidak patut."
Hening sejenak. Kemudian Sian Li mengangkat muka memandang pemuda itu.
"Ki Bok, engkau kini kuanggap sebagai seorang sahabat. Aku percaya kepadamu. Katakanlah, apa maksud gurumu dengan menahanku di sini? Berterus terang sajalah agar hatiku tidak menjadi ragu kepadamu."
"Mudah sekali diduga, Sian Li. Engkau tahu bahwa Hek I Lama sedang menyusun kekuatan...."
"Hemm, untuk memberontak kepada pemerintah Dalai Lama di Tibet?"
"Benar, akan tetapi selain hal itu merupakan urusan dalam para pendeta Lama, juga satu di antara sebabnya kerena pemerintah Tibet mengakui kekuasaan pemerintah Mancu. Nah, Hek I Lama dianggap memberontak karena tidak menyetujui hal itu. Karenanya, Hek I Lama yang kini dipimpin oleh Suhu Lulung Lama menyusun kekuatan dan mengharapkan bantuan orang-orang kuat, untuk bersama-sama menentang penjajah Mancu, juga untuk menentang pemerintah Tibet yang mau menjadi talukan orang Mancu."
"Jadi aku ditahan untuk dibujuk agar mau bekerja sama dengan Hek I Lama?"
"Begitulah. Suhu mengharapkan engkau akan membantu pula. Bukankah penjajah Mancu merupakan penjajah yang menindas bangsa kita? Aku sendiri pun mempunyai darah Han, Sian Li. Aku akan merasa gembira sekali kalau engkau suka bekerja sama dengan kami."
"Dan bagaimana kalau aku menolak kerja sama? Apakah aku akan dibunuhnya?”
Cu Ki bok mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala keras-keras.
"Suhu tidak akan memaksa orang untuk bekerja sama. Paksaan itu akhirnya hanya akan merugikan kami sendiri, karena orang yang dipaksa bekerja sama akhirnya mudah saja menjadi pengkhianat. Tidak, engkau tidak akan dipaksa. Andaikata ada yang akan memaksa atau mengganggumu, demi Tuhan, aku akan membelamu dengan taruhan nyawaku, Sian Li!" Pemuda itu bicara penuh semangat, membuat Sian Li terheran dan ia menatap wajah pemuda itu penuh selidik. Namun, sinar bulan tidak cukup terang sehingga tidak melihat betapa wajah pemuda itu berubah kemerahan.
"Akan tetapi.... kenapakah, Ki Bok? Kenapa engkau hendak membelaku seperti itu? Kenapa engkau begini baik kepadaku? Padahal, bukankah sejak pertama kali saling bertemu, kita berhadapan sebagai musuh?"
Pemuda itu menggeleng kepala.
"Hanya salah paham, Sian Li, hanya karena saling memperebutkan kebenaran masing-masing. Sudahlah, sebaiknya engkau kembali ke dalam kamarmu untuk beristirahat. Besok, setelah jenazah Supek diperabukan, mungkin Suhu akan bicara denganmu tentang ajakan bekerja sama itu."
"Apa yang harus kujawab?"
"Sudah kukatakan, kalau engkau suka bekerja sama, aku akan merasa berbahagia sekali, Sian Li."
"Kalau aku menolak?"
Pemuda itu menghela napas panjang.
"Aku akan merasa kecewa sekali. Akan tetapi tentu saja terserah kepadamu, dan aku yang akan membantumu agar dapat pergi dari sini dalam keadaan bebas dan aman."
Tentu saja hati Sian Li menjadi girang bukan main.
"Sungguh mati, amat sukar menilai keadaan hati atau watak aseli seseorang," katanya. "Tadinya kukira engkau seorang yang amat jahat, Ki Bok, tidak tahunya engkau adalah seorang yang berhati mulia. Sebaliknya, suhengku yang kunilai sebaik-baiknya orang, ternyata malah seorang manusia yang budinya rendah!"
Pemuda itu tersenyum.
"Karena itu, jangan tergesa-gesa menilai seseorang, Sian Li. Yang hari ini kaunilai baik, mungkin besok akan kaucela, sebaliknya yang kemarin kaucela, hari ini akan kau puji. Mungkin kalau hari ini aku kaunilai baik, besok lusa akan kaunilai jahat lagi, siapa tahu?"
Sian Li tertawa.
"Aku mengerti, Ki Bok. Penilaian seseorang tergantung daripada kepentingan si penilai, kalau diuntungkan, tentu menilai baik, kalau dirugikan, akan menilai buruk. Akan tetapi, juga tergantung kepada orang yang dinilai. Setiap perbuatan baik tentu mendatangkan kekaguman, dan perbuatan buruk mendatangkan celaan. Bukankah demikan?"
"Engkau memang cerdik, Sian Li. Nah kau bersabar dan tenanglah saja, dan harap menjaga diri agar jangan sampai terpancing keributan sebelum Suhu Lulung Lama bicara denganmu. Selamat malam dan selamat tidur."
Sian Li yang sudah bangkit, tersenyum.
"Selamat bermimpi, Ki Bok."
Mereka berpisah dan Sian Li sama sekali tidak mengira bahwa ucapannya tadi sungguh terjadi. Ia mengatakan selamat bermimpi hanya untuk berkelakar, tidak tahunya malam itu Ki Bok benar-benar bermimpi semalam suntuk, mimpi bertemu dengannya dan berkasih sayang dengannya!
***
Gak Ciang Hun, ibunya, dan Yo Han bekerja dengan cepat. Yo Han segera menghubungi para tokoh di perbatasan yang pernah disadarkannya, sedangkan Nyonya Gak dan puteranya pergi menghadap para pendeta Lama dan pasukan pemerintah yang berada di benteng daerah perbatasan tak jauh dari tempat itu.
Panglima yang menjadi komandan pasukan Tibet itu menerima laporan Gak Ciang Hun dan ibunya. Dia segera berunding dengan para pendeta Lama. Tentu saja mereka sudah mendengar akan adanya gerakan Hek I Lama, akan tetapi karena gerombolan itu tidak melakukan kekacauan, pasukan pemerintah pun tadinya mendiamkan saja.
Bagaimanapun juga para pimpinan Hek I Lama dahulunya adalah tokoh-tokoh pendeta Lama yang terkenal. Akan tetapi, ketika mendengar laporan Gak Ciang Hun dan ibunya bahwa gerombolan pendeta Lama jubah hitam itu kini bersekutu dengan orang-orang Nepal yang menjadi pelarian dari negara mereka, juga bersekutu dengan kaum pengemis sesat dan orang-orang Pek-lian-kauw, komandan itu merasa khawatir dan dia pun cepat mengerahkan pasukan, siap untuk melakukan penyerbuan terhadap gerombolan yang kini merupakan persekutuan besar dan hendak melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Tibet itu.
Sementara itu, para tokoh sesat yang kini telah sadar akibat kebijaksanaan Sin-ciang Tai-hiap, ketika pandekar aneh itu minta bantuan mereka tentu saja mereka menjadi gembira dan mereka seakan berlumba untuk membuktikan bahwa kini mereka bukanlah penjahat-penjahat lagi, melainkan orang-orang gagah yang siap mengganyang pemberontak dan penjahat yang mengganggu ketenteraman.
Setelah menerima kesanggupan para tokoh kang-ouw itu, Yo Han yang ketika menemui mereka mengenakan capingnya yang menyembunyikan mukanya dan mengurai rambut, cepat kembali ke bukit yang dijadikan sarang Hek I Lama. Dia pun menanggalkan penyamarannya dan ketika dia muncul di depan pintu gerbang yang seperti benteng itu, dia sudah menjadi seorang pemuda biasa, bukan lagi pendekar yang selalu menyembunyikan mukanya itu. Yo Han maklum bahwa dia tidak perlu menyamar kalau ingin memasuki perkampungan yang menjadi sarang gerombolan itu dengan aman.
Pemuda murid Lulung Lama itu pernah melihat dia bersama Sian Li, pernah pula bicara dengan dia. Oleh karena itu, ketika para penjaga pintu gerbang menghadang dan membentaknya, dia pun berkata dengan suara tenang.
"Aku bernama Yo Han, dan aku ingin bertemu dengan saudara Cu Ki Bok. Aku sudah mengenalnya."
Yo Han dipersilakan menunggu dan dua orang penjaga lalu berlari masuk untuk memberi kabar kepada Cu Ki Bok. Selama dua hari ini, sejak jenazah Dobhin Lama diperabukan, ketua baru mereka, Lulung Lama, memerintahkan agar penjagaan diperketat dan semua anggauta Hek I Lama diharuskan bersiap siaga. Lulung Lama maklum bahwa Sin-ciang Tai-hiap tentu tidak akan tinggal diam dan akan datang menyerbu untuk membebaskan Tah Sian Li. Oleh karena ingin memancing munculnya Sin-ciang Tai-hiap inilah maka dia memerintahkan agar gadis itu tetap menjadi tawanan, walaupun diperlakukan dengan baik. Dia sudah membujuk agar gadis itu suka membantu perjuangannya, dengan harapan kalau gadis itu mau bekerja sama seperti halnya Sian Lun, mungkin Sin-ciang Tai-hiap akan mau pula membantunya. Dan mengingat bahwa gadis itu dan suhengnya adalah murid keluarga Pulau Es, maka kalau mereka bekerja sama dengan perkumpulannya, tentu lebih mudah menarik tokoh-tokoh kang-ouw untuk bekerja sama pula.
Ketika dua orang penjaga itu melapor bahwa ada orang bernama Yo Han mencarinya, Cu Ki Bok yang sudah lupa lagi akan nama itu, menduga-duga siapa orang yang mencarinya di tempat itu. Apalagi nama orang itu menunjukkan bahwa dia tentu orang Han. Dia sedang bingung memikirkan Sian Li. Gurunya tidak berhasil membujuk gadis itu untuk bekerja sama. Sian Li selalu menolak dengan halus maupun kasar. Akan tetapi gurunya tetap belum mau membebaskan Sian Li. Menurut gurunya, gadis itu sengaja di tahan untuk memancing datangnya Sin-ciang Tai-hiap. Agaknya Lulung Lama masih penasaran dan belum puas kalau belum mendapatkan bantuan pendekar aneh itu.
Sian Li juga bertahan, tidak mau bekerja sama. Ia selalu mencari kesempatan untuk dapat meloloskan diri, dan harapan satu-satunya hanya pada Cu Ki Bok yang selama ini bersikap baik dan tidak mencurigakan. Kemarin, ketika ia kebetulan bertemu dengan Sian Lun di taman bunga, ia tidak mampu mengendalikan kemarahannya.
"Keparat busuk, penghianat jahanam!” Bentaknya, “Orang macam engkau layak mampus!" Dan Sian Li langsung saja menyerang bekas suhengnya itu dengan penuh kebencian. Saking dahsyatnya serangan gadis itu, biarpun Sian Lun sudah menangkis, tetap saja dia terhuyung ke belakang.
"Sumoi, nanti dulu....!" teriaknya.
"Siapa sumoimu? Aku tidak sudi menjadi sumoi seorang pengkhianat jahanam!" Dan Sian Li sudah menyerang lagi, mengerahkan tenaganya dan kembali Sian Lun terhuyung ke belakang.
"Sumoi....!"
Sian Li tidak memberi kesempatan kepada bekas suhengnya untuk banyak cakap lagi karena ia sudah menerjang lagi, dengan serangan-serangan yang dimaksudkan untuk membunuh! Ia bukan hanya membenci Sian Lun karena telah mengkhianatinya, membantu pihak musuh untuk mencurangi dan menangkapnya, akan tetapi juga karena ia mendengar dan melihat sendiri betapa bekas suheng itu telah bermain gila dengan tiga orang wanita cabul dari Pek-lian-kauw!
Pada saat Sian Lun terhuyung dan Sian Li terus mendesaknya, dan berhasil menendang paha Sian Lun sehingga pemuda itu terpelanting, tiba-tiba muncul Pek-lian Sam-li yang segera turun tangan membantu Sian Lun dan mengeroyok Sian Li!
Melihat munculnya tiga orang wanita yang memang dibencinya ini, Sian Li menjadi semakin marah dan ia pun mengamuk. Akan tetapi, tiga orang wanita itu juga memiliki ilmu kepandaian yang hebat, apalagi mereka maju bertiga sehingga begitu mereka membalas dan mendesak, Sian Li mulai terdesak mundur.
"Tahan! Jangan berkelahi!" Tiba-tiba muncul Cu Ki Bok melerai. "Sam-li, ajak Sian Lun manyingkir," katanya. Tiga orang tokoh Pek-lian-kauw itu tidak berani membantah.
Mereka tahu bahwa Ki Bok adalah seorang pemuda yang berdisiplin dan setelah kini Lulung Lama menjadi Ketua Hek I Lama, maka pemuda itu berarti menjadi wakilnya.
Mereka bertiga lalu menggandeng tangan Sian Lun dan diajak pergi dari situ. Sementara itu, Ki Bok menghampiri Sian Li dan menghiburnya.
"Sian Li, apa gunanya membuat ribut dengan bekas suhengmu itu? Kalau engkau sudah tidak menyukainya dan tidak mau berhubungan dengannya, lebih baik kaudiamkan saja dia. Membikin ribut di sini sungguh tidak menguntungkan dirimu, dan pula, jangan-jangan orang akan menganggap engkau...."
"Menganggap aku kenapa?" Sian Li mendesak, mukanya masih kemerahan karena marah.
"Maaf, mungkin saja orang akan menganggap engkau cemburu melihat keakrabannya dengan Pek-lian Sam-li...."
"Gila! Akan kuhancurkan mulut orang yang menganggap aku cemburu! Siapa yang cemburu? Biar dia menggandeng seratus orang perempuan, apa peduliku? Biar dia mampus! Yang membuat aku marah adalah karena dia adalah murid paman kakekku. Kalau guru-gurunya mengetahui akan kelakuannya, tentu dia pun akan mereka hukum berat!”
“Sudahlah, kelak dapat saja engkau membuat laporan kepada guru-gurumu, atau boleh saja engkau menghukum dia, akan tetapi kalau kalian sudah tidak berada di sini. Kalau engkau membuat ribut di sini, tentu aku akan ikut repot menanggung akibatnya."
Demikianlah, sampai hari itu, Lulung Lama belum memberi keputusan mengenai diri Sian Li. Dan Ki Bok sedang menimbang-nimbang dan mencari jalan terbaik untuk membebaskan gadis itu. Dia jatuh cinta kepada Sian Li, akan tetapi kalau gadis itu tidak mau bekerja sama dengan Hek I Lama, terpaksa mereka harus berpisah dan dia harus mencarikan jalan terbaik agar gadis itu dapat keluar dari perkampungan yang menjadi pusat Hek I Lama itu secara aman. Ketika dua orang penjaga melapor tentang munculnya seorang bernama Yo Han mencarinya, Ki Bok segera menuju ke pintu gerbang.
Begitu melihat Yo Han, teringatlah dia akan pemuda yang dia temui bersama Sian Li tempo hari. Pemuda yang menjadi perantara menyampaikan tantangan mendiang Dobhin Lama kepada Sin-ciang Tai-hiap. Alisnya berkerut karena pertemuan ini sungguh mengejutkan hatinya, akan tetapi dia pun diam-diam merasa girang dan menaruh harapan untuk dapat mengadakan hubungan dengan Sin-ciang Tai-hiap melalui "perantara" ini.
"Kiranya saudara Yo Han yang datang berkunjung! Selamat datang, dan benarkah bahwa engkau hendak bicara dengan aku?" tanya Ki Bok.
Yo Han memberi hormat.
"Benar sekali, dan saya datang untuk bicara tentang nona Tan Sian Li."
"Silakan masuk, saudara Yo Han, kita bicara di dalam," ajak Ki Bok, mempersilakan tamunya untuk memasuki pondok penjagaan di dekat pintu gerbang. Dengan lagak seorang yang jujur dan tidak curiga, Yo Han melangkah masuk mengikuti pemuda tinggi tegap yang tampan gagah itu, dan mereka lalu duduk berhadapan di atas bangku, di dalam pondok atau gardu penjagaan. Ki Bok sudah memberi isyarat kepada para petugas jaga untuk menjauhi gardu agar mereka berdua dapat bicara dengan leluasa tanpa terdengar orang lain. Karena pemuda itu merupakan seorang tokoh penting dalam perkumpulan Lama Jubah Hitam, maka para petugas menghormatinya dan mentaati perintahnya.
"Saudara Yo Han, selamat datang dan aku girang sekali menerima kunjunganmu ini. Angin baik apakah yang membawamu ke sini?” Diam-diam Yo Han mendongkol akan tetapi juga waspada sekali. Pemuda di depannya ini sudah dia kenal ilmunya, dan ternyata selain lihai, juga cerdik dan licin bagaikan ular, pendai bersikap manis budi seperti ini.
Yo Han mengerutkan alisnya.
"Aku datang karena diutus oleh Sin-ciang Tai-hiap," katanya sengaja berhenti, untuk melihat tanggapan orang itu.
Wajah Ki Bok nampak berseri mendengar disebutnya pendekar itu. Agaknya harapannya akan semakin besar dan kesempatan semakin etrbuka untuk dapat mengajak pendekar sakti itu bekerja sama.
“Aih, sungguh merupakan kehormatan sekali dan terima kasih atas perhatian Sin-ciang Tai-hiap yang kami kagumi.”
”Sudahlah tidak perlu bersandiwara,” kata Yo Han. “Tai-hiap marah sekali karena kecurangan kalian. Tidak kami sangka bahwa Hek I Lama, perkumpulan besar yang terhormat itu dapat melanggar janji dan melakukan kelicikan dan kecurangan. Bukankah janjinya sebelum bertanding, kalau ketua kalian kalah oleh Tai-hiap, maka Sian Lun akan dibebaskan dan mutiara hitam akan dikembalikan. Mutiara itu memang telah dikembalikan kepada Tai-hiap, akan tetapi kenapa Sian Lun tidak dibebaskan, sebaliknya adikku Sian Li malah ditangkap pula? Pantaskah hal securang itu dilakukan oleh orang-orang Hek I Lama yang gagah? Sepatutnya hanya dilakukan orang-orang pengecut, bukan anggauta perkumpulan pejuang yang menganggap dirinya pahlawan.”
Ki Bok tidak marah mendengar umpat caci ini dan hal ini saja sudah membuktikan bahwa dia memang cerdik dan mampu mengendalikan perasaan hatinya. Dia malah tersenyum ramah.
“Harap tenang dan bersabarlah, saudara Yo Han, atau lebih baik kusebut Yo-toako (Kakak Yo) saja karena tadi engkau mengatakan bahwa engkau adalah kakak Nona Sian Li. Benarkah itu?”
Yo Han mengangguk.
“Aku adalah kakak misan Tan Sian Li,” jawabnya. Dia tidak berterus terang, akan tetapi juga tidak terlalu membohong, karena bukankah dia termasuk kakak dari gadis itu, walaupun bukan kakak misan melainkan kakak seperguruan? Dia juga merasa seperti anak sendiri dari orang tua gadis itu, maka sepatutnya saja kalau dia mengaku gadis itu sebagai adiknya.
“Bagus, kalau begitu aku dapat bicara terus terang. Sesungguhnya, Sian Lun telah setuju untuk membantu perjuangan kami menawan orang-orang Mancu. Oleh karena itu, dia sengaja menawan sumoinya agar suka pula bekerja sama dengan kami. Sekarang, Nona Sian Li menjadi tamu kami, bukan tawanan dan diperlakukan dengan baik dan terhormat. Kami menunggu sampai Nona Sian Li juga menyetujui sikap suhengnya, dan mau pula bekerja sama dengan kami. Bahkan kami mengharapkan agar engkau suka menyampaikan himbauan kami kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bergabung dengan kami, bersama-sama menentang penjajah, Mancu.”
“Hemm, aku tidak tahu apakah Taihiap suka menerima ajakan itu atau tidak. Yang jelas, dia marah sekali karena janji yang merupakan taruhan pertandingan itu dilanggar. Pula, bagaimana aku dapat percaya bahwa adikku Sian Li diperlakukan dengan baik di sini sebelum aku bertemu dengannya dan melihat sendiri?”
“Engkau ingin bertemu dengan adikmu itu, Yo-toako? Baik, baik, tentu saja engkau boleh dan dapat bertemu dengannya. Akan tetapi tentu saja kita harus lebih dahulu menghadap Suhu dan minta persetujuannya.”
“Menghadap ketua kalian Dobhin Lama?”
“Tidak, menghadap Suhu Lulung Lama,” jawab Ki Bok singkat. Yo Han merasa heran akan tetapi diam saja tidak bertanya lagi dan dia mengikuti Cu Ki Bok yang mengajaknya memasuki perkampungan itu. Di rumah induk, dia dibawa Lulung Lama di ruangan depan rumah besar itu dan di situ Yo Han tidak saja melihat Lulung Lama akan tetapi juga para tokoh lain di tengah ruangan depan itu terletak sebuah peti mati. Diam-diam Yo Han terkejut. Kini mengertilah dia mengapa dia diajak menghadap Lulung Lama, bukan Dobhin Lama. Kiranya ketua perkumpulan Hek I Lama itu telah meninggal dunia!
Padahal, kemarin masih bertanding dengan dia. Kalau begitu, agaknya kakek yang sudah tua renta itu terlalu memaksa diri mengerahkan tenaga ketika bertanding sehingga tubuh yang sudah tua itu kehabisan tenaga dan tewas. Mungkin ketika dia duduk bersila ketika selesai bertanding kemarin, dan diam saja melihat kecurangan anak buahnya yang mengeroyok, kakek itu sudah tewas. Kalau benar demikian, bukan Dobhin Lama yang curang, melainkan Lulung Lama dan anak buahnya. Juga penangkapan atas diri Sian Li tentu diatur oleh Lulung Lama, karena buktinya ketika Dobhin Lama merasa kalah, kakek tua itu mengembalikan mutiara hitam dan menyuruh Lulung Lama membebaskan Sian Lun.
“Siapa ,yang meninggal dunia itu?” tanya Yo Han, pura-pura terkejut dan tidak tahu.
“Dia adalah ketua kami....“
“Dobhin Lama yang bertanding melawan Sin-ciang Tai-hiap?” Yo Han bertanya. Cu Ki Bok mengangguk dan kesempatan ini dipergunakan oleh Yo Han untuk cepat menghampiri peti mati dan berlutut di depan peti mati sambil mengeluarkan kata-kata yang bernada sedih penuh penyesalan.
“Losuhu, maafkan saya. Sungguh saya menyesal sekali bahwa Losuhu tewas karena pertandingan melawan Sin-ciang Tai-hiap. Bagaimanapun, saya merasa menyesal karena saya yang menjadi perantara. Akan tetapi, Tai-hiap tidak sengaja melukai Losuhu, Tai-hiap tidak pernah mau membunuh lawan. Sayangnya, setelah Losuhu tidak ada, anak buah Losuhu berbuat curang, tidak menepati janji. Bukan saja Sian Lun tidak dibebaskan, bahkan adikku Sian Li ditawan. Losuhu, saya menyesal sekali. Andaikata Losuhu tidak meninggal, tentu adik saya tidak ditawan....“
Sementara itu, Ki Bok telah mendekati gurunya dan menerangkan siapa adanya pemuda yang berlutut di depan peti mati itu. Setelah mendengar keterangan muridnya, Lulung Lama bangkit dan menghampiri Yo Han.
“Saudara Yo, bangkitlah. Mati hidup berada di tangan Tuhan dan tidak ada yang perlu disesalkan. Juga kami tidak melanggar janji. Ketahuilah bahwa Liem Sian Lun dengan sukarela berada di sini, bukan kami tawan. Dia memang sudah sadar dan ingin berjuang bersama kami menentang penjajah Mancu. Dialah yang menghendaki agar sumoinya ikut pula membantu perjuangan kami yang suci. Maka, tidak salah kiranya kalau engkau suka membujuk Sin-ciang Tai-hiap agar suka bekerja sama pula dengan kami.”
Yo Han bangkit dan memberi hormat kepada Lulung Lama, lalu berkata dengan suara mengandung penasaran.
“Saya datang sebagai utusan Tai-hiap yang menuntut agar Liem Sian Lun dan adikku Tan Sian Li dibebaskan dari sini, sesuai perjanjian.”
“Omitohud, sudah pinceng katakan bahwa kami tidak menawan Liem Sian Lun dan....”
“Bagaimana saya dapat percaya kalau tidak bertemu sendiri dengan adik saya?”
Lulung Lama yang sudah mendengar penjelasan muridnya, tersenyum dan mengangguk.
“Baiklah, saudara Yo Han. Engkau boleh bertemu dengan adikmu itu. Ki Bok, antarkan dia bertemu dengan Nona Tan Sian Li.”
Cu Ki Bok, mengajak Yo Han meninggalkan ruangan itu. Yo Han girang bahwa mereka itu agaknya sama sekali tidak pernah mengira bahwa dialah sebenarnya Sin-ciang Tai-hiap. Kini Ki Bok mengajaknya ke bagian belakang perkampungan yang luas itu dan akhirnya dia melihat Sian Li yang duduk seorang diri di ruangan depan sebuah pondok.
Ketika tadi diajak pergi ke tempat itu, diam-diam Yo Han memperhatikan dan dia tahu bahwa di tempat itu terdapat banyak sekali orang yang diam-diam melakukan penjagaan sehingga untuk mengajak Sian Li dan Sian Lun melarikan diri dari tempat itu bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Dia juga tadi melihat bahwa di ruangan perkabungan terdapat banyak sekali orang yang tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia melihat pula orang-orang Nepal yang bertubuh tinggi besar, orang-orang Han yang melihat pakaian mereka mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang Pek-lian-kauw.
Ketika Sian Li yang sedang termenung memikirkan sikap Sian Lun yang aneh, berubah sama sekali dan menjadi seperti boneka yang memuakkan di bawah pengaruh Pek-lian Sam-li, melihat ada orang datang menghampirinya, ia mengangkat muka. Ia girang melihat Cu Ki Bok yang amat baik kepadanya itu, akan tetapi ketika ia melihat orang ke dua, ia terbelalak saking kagetnya. Sama sekali tidak disangkanya bahwa Yo Han akan muncul begitu saja, secara terang-terangan di tempat itu. Karena ia tidak tahu bagaimana maksud Yo Han dengan kemunculannya, maka ia pun tidak berani lancang membuka suara dan hanya memandang dengan mata terbelalak.
“Li-moi, sukur engkau dalam keadaan selamat dan sehat!” teriak Yo Han sambil menghampiri dan memegang kedua tangan gadis itu.
Melihat sikap Yo Han yang wajar saja Sian Li merasa lega, apalagi ia pun percaya bahwa Cu Ki Bok adalah seorang pemuda yang baik dan yang ingin menolongnya.
“Han-ko, bagaimana engkau bisa datang ke sini?”
“Aku menjadi utusan Sin-ciang Tai-hiap untuk menyampaikan tuntutan kepada Hek I Lama agar engkau dan suhengmu itu dibebaskan, Li-moi. Mereka mengatakan bahwa Sian Lun dan engkau mau bekerja sama dengan mereka dan tidak ditahan, maka aku minta agar dapat melihat dengan mata sendiri dan dapat bicara denganmu.”
“Aku memang diperlakukan dengan baik di sini, Koko, sebagai tamu. Adapun Suheng....” ia ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
Yo Han memotong dan berkata kepada Cu Ki Bok, suaranya mengandung penasaran.
“Aku menuntut agar adikku dibebaskan sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak akan pergi dari sini, aku harus menemani adik misanku ini!”
Ki Bok tersenyum.
“Yo-toako, engkau melihat sendiri bahwa Nona Tan Sian Li dalam keadaan sehat dan selamat. Sebaiknya kalian bicara berdua di sini, untuk membuktikan bahwa kalian di sini diberi kebebasan dan bukan menjadi tahanan.” Setelah berkata demikian, Ki Bok meninggalkan mereka berdua di ruangan depan pondok itu.
lanjut--->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar