Kamis, 30 Januari 2014

Kisah Si Bangau Merah Jilid 41

Kisah Si Bangau Merah Jilid 41

41

"Sian Lun, sudah jangan pedulikan bocah ingusan ini!" kata Ji Kui sambil menggandeng tangan Sian Lun, "Biarkan saja Pangeran Gulam Sing yang menjinakkannya." Tiga orang wanita itu terkekeh genit dan mereka bertiga menggandeng Sian Lun, diajak meninggalkan kamar. Ketika Sian Li melirik ke arah pintu, ternyata kini nampak beberapa orang bertubuh tinggi hitam, orang-orang Nepal, berjaga di luar pintu kamar.
Sian Li berusaha sekuatnya untuk melepaskan ikatan pada pergelengan tangan dan kakinya, namun hasilnya sia-sia belaka. Akhirnya, ia maklum bahwa usahanya itu hanya akan menghabiskan tenaga, maka ia pun diam saja, bahkan mengatur pernapasan untuk mengumpulkan tenaga dan ia termenung. Hal yang amat menyakitkan hatinya adalah kalau ia teringat kepada Sian Lun. Suhengnya telah menyeleweng! Kalau paman kakeknya mendengar, tentu dia dan isterinya akan marah sekali. Akan tetapi bagaimana mereka akan dapat mendengar akan hal ini? Hanya ia seorang yang tahu dan dapat melaporkan, dan untuk itu ia harus dapat membebaskan diri. Akan tetapi bagaimana?
Sian Li tidak merasa gentar, tidak merasa putus asa. Sebagai seorang gadis yang cerdik, ia pun tahu bahwa gerombolan itu tidak ingin membunuhnya. Kalau demikian halnya, tentu ia sudah sejak tadi dibunuh. Tidak, mereka tidak akan membunuhnya, dan yang jelas, mereka akan membujuknya agar ia suka membantu mereka, bekerja sama dan menjadi sekutu mereka. Seperti Sian Lun! Akan tetapi ia tidak sudi! Hanya ada satu hal yang membuat hatinya terasa cemas dan ngeri juga, yaitu ucapan tiga orang wanita Pek-lian-kauw tadi bahwa ia akan diserahkan kepada Pangeran Gulam Sing untuk dijinakkan!
Bergidik juga ia kalau teringat kepada pangeran Nepal itu. Memang seorang pria yang tinggi besar, brewok dan gagah, nampak jantan. Akan tetapi matanya sungguh menyeramkan, seperti mata seekor harimau kelaparan melihat domba!
Sian Li menghela napas panjang. Ia tidak perlu membayangkan hal-hal yang tidak-tidak.
Membayangkan hal-hal mengerikan yang belum datang hanya akan menimbulkan rasa cemas saja. Ia masih memiliki kemampuan untuk membela diri, dan di sana masih ada Yo Han! Yo Han dibantu oleh Nyonya Gak dan juga Gak Ciang Hun. Mereka bertiga adalah orang-orang sakti, tidak mungkin kalau sampai tertawan musuh. Bukankah Bibi Gak telah mengatur pelarian untuk mereka kalau bahaya mengancam? Pula, ia percaya sepenuhnya kepada Yo Han! Dobhin Lama sendiri yang demikian sakti masih tidak mampu menandinginya! Sungguh mangherankan sekali kenyataan itu. Yo Han, yang dahulu tidak pernah mau belajat silat, yang membenci kekerasan, kini tiba-tiba saja muncul sebagai Sin-ciang Tai-hiap yang demikian saktinya.
Terdengar suara laki-laki di depan pintu bicara dalam bahasa asing yang tidak dimengertinya dan beberapa orang Nepal itu meninggalkan pintu kamar. Jantungnya berdebar tegang. Apakah pangeran itu yang muncul? Ketika orang itu berdiri di ambang pintu, ternyata bukan pangeran Nepal yang datang melainkan Cu Ki Bok, pemuda peranakan Han Tibet, murid Lulung Lama. Pemuda yang tinggi tegap dan tampan itu berdiri di situ memandang kepadanya. Sian Li yang menghadap ke arah pintu juga memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kemarahan dan kebencian. Pemuda itu tersenyum, melirik ke kanan kiri lalu melangkah memasuki kemar dengan ringan dan cepat. Dia duduk di tepi pembaringan lalu berbisik.
"Nona, dengarkan baik-baik dan jangan membantah. Dengar, engkau telah tertawan dan aku akan melepaskan ikatan tangan kakimu. Akan tetapi, engkau harus bersikap damai, tidak memberontak karena percuma saja kalau engkau hendak melarikan diri. Di sini terjaga kuat dan kami berjumlah banyak. Engkau tidak akan diganggu, dan aku bertugas mengawasimu. Nah, kalau engkau berjanji tidak akan memberontak atau lari, aku akan melepaskan ikatanmu. Maukah engkau berjanji?"
Sian Li mengerutkan alisnya. Ia tahu akan benarnya ucapan pemuda itu, walaupun ia tidak dapat percaya sepenuhnya karena menduga bahwa sikap dan ucapan ini tentu sebuah tipu muslihat. Ia harus berhati-hati. Akan tetapi, tentu saja lebih baik kalau kaki tangannya tidak terikat. Setidaknya ia dapat leluasa dan dapat membela diri lebih baik kalau terancam bahaya.
Melihat keraguan gadis itu, Cu Ki Bok melanjutkan bisikannya.
"Nona tentu mencurigaiku. Akan tetapi ingatlah, kalau Nona dalam keadaan terbelenggu, bagaimana engkau akan dapat membela diri kalau Pangeran Gulam Sing datang dan mengganggumu? Pula, dalam keadaan terbelenggu, bagaimana mungkin engkau akan membebaskan diri? Berjanjilah bahwa engkau tidak akan memberontak atau lari, dan aku akan melepaskan ikatan tangan kakimu dan kau akan diperlakukan sebagai seorang tamu terhormat."
Sian Li mengangguk.
"Aku berjanji, akan tetapi janjiku ini bukan berarti bahwa aku tidak akan membebaskan diri dan lari dari sini kalau ada kesempatan."
Cu Ki Bok memandang kagum. Gadis ini terlalu gagah untuk berbohong, maka berjanji pun dengan terus terang karena tidak ingin melanggar janjinya sendiri. Bukan main!
"Tentu saja, Nona. Dan aku sendiri akan membantumu kalau kesempatan itu tiba. Untuk itu engkau harus memperlihatkan sikap lunak agar para pimpinan percaya bahwa kau tidak akan memberontak dan lari." Pemuda itu lalu melepaskan ikatan tali sutera dari kaki dan tangan gadis itu.
Sian Li bangkit duduk, mengurut-urut pergelangan tangan dan kakinya untuk memperlancar jalan darah sambil mengamati wajah Cu Ki Bok dengan tajam dan penuh selidik. Karena merasa tidak enak bicara dengan pemuda itu selagi ia duduk di atas pembaringan, gadis itu lalu berpindah duduk di atas kursi yang terdapat di kamar itu.
"Cu Ki Bok, apa artinya ini?, Katakan terus terang, mengapa engkau menolongku? Dengan pamrih apakah? Kalau ini merupakan siasat busukmu, lebih baik aku mengamuk sekarang dan tewas di tangan kalian!"
"Sabar dan tenanglah, Nona. Percayalah, sekali ini aku tidak bersiasat. Apa perlunya bersiasat dan membebaskanmu dari belenggu kalau tadi engkau sudah tidak berdaya?"
"Lalu, kenapa engkau membebaskan aku dari ikatan kaki tanganku?"
Tentu saja Cu Ki Bok tidak berani menyatakan secara terang bahwa sejak pertama kali berjumpa, dia sudah jatuh hati kepada gadis muda perkasa ini. Tak mungkin dia mengaku cinta begitu saja, karena selain hal itu mentertawakan, juga sudah pasti gadis itu tidak akan percaya dan menganggap dia merayu atau bersiasat.
"Ada dua hal yang memaksa aku tidak dapat membiarkan engkau tertawan dalam keadaan tersiksa dalam belenggu, Nona. Pertama, engkau seorang pendekar gagah perkasa, bukan penjahat, bahkan tenagamu dibutuhkan oleh rakyat untuk membebaskannya dari belenggu penjajahan. Kalau pun menjadi tawanan, engkau patut diperlakukan dengan hormat dan tidak dibelenggu seperti itu. Dan ke dua, terus terang saja aku merasa muak dan tidak suka melihat cara engkau ditawan oleh Liem Sian Lun."
Bagaimanapun juga, hati Sian Li masih merasa curiga dan ia tetap waspada terhadap pemuda tampan murid Lulung Ma itu.
"Apa yang terjadi dengan Liem Sian Lun? Kenapa dia bersikap seperti itu, berpihak kepada kalian dan mengkhianatiku?"
Cu Ki Bok menghela napas panjang.
"Ia bukan seorang jantan. Dia lemah dan bertekuk lutut terhadap rayuan Pek-lian Sam-li yang bekerja sama dengan Pangeran Gulam Sing. Berjuang menentang penjajah Mancu memang tugas seorang gagah dan boleh saja dia bergabung dengan kami untuk bersama-sama menentang penjajah Mancu. Akan tetapi dia bukan orang gagah, dia menaluk karena terbujuk rayuan tiga orang wanita itu."
"Hemmm, kau sendiri, orang baik-baikkah? Kenapa engkau menjadi antek para Lama dan juga bekerja sama dengan Pek-lian-kauw dan orang Nepal?"
"Aku murid Suhu Lulung Lama, tentu saja aku membantu Suhu. Kami memang pejuang, akan tetapi bukan penjahat. Kerja sama dengan Pek-lian-kauw dan orang Nepal hanya kerja sama di bidang menghadapi musuh, bukan untuk urusan lain. Aku tidak suka cara-cara pengecut dan curang."
Sian Li mengamati wajah pemuda itu dengan tajam penuh selidik, Ada benarnya pula ucapan pemuda itu. Jujurkah dia dalam usahanya menolongnya? Memang benar juga bahwa tidak ada gunanya mempergunakan muslihat. Ia tadi sudah tidak berdaya.
Andaikata terdapat muslihat di balik pertolongan pemuda ini tentu hanya untuk menyenagkan hatinya agar ia mau bekerja sama, membantu mereka dalam perjuangan melawan penjajah Mancu. Dan seperti juga Yo Han, ia tidak melihat sesuatu yang buruk dalam urusan membantu menentang pemerintah Mancu.
"Hemm, kalau begitu, sekarang aku menjadi tawanan, dan tidak boleh keluar dari tempat ini? Apakah aku boleh keluar dari kamar ini dan dengan bebas melihat-lihat keadaan di dalam sarang kalian ini?"
"Nona, akulah yang bertugas menjaga dan mengamatimu, dan aku sudah memberitahu kepada semua anggauta Hek I Lama agar engkau dibiarkan tinggal di sini dengan bebas, asal engkau tidak membikin ribut, tidak pula berusaha melarikan diri. Akulah yang bertanggung jawab atas dirimu, maka kalau Nona melarikan diri, berarti membikin susah padaku. Aku sudah berusaha menghindarkan dirimu dari keadaan yang tidak enak, maka kuharap engkau juga suka menjaga agar aku tidak sampai mendapat kesusahan karena engkau lari."
Sian Li mengangguk-angguk.
"Baiklah, Cu Ki Bok. Akan tetapi aku ingin bertemu dengan Liem Sian Lun, jahanam itu. Aku harus membuat perhitungan dengan dia!" Sian Li mengepal tinju, marah sekali kalau teringat kepada suhengnya itu.
Cu Ki Bok mengerutkan alisnya.
"Nona Sian Li, tentu saja kalau kebetulan engkau bertemu dengan suhengmu itu...."
"Dia bukan suhengku lagi! Mungkin aku akan membunuh jahanam itu kalau bertemu dengan dia!"
"Nah, itulah yang kurisaukan. Kalau Nona bertemu dan bicara dengan dia, hal itu masih tidak mengapa. Akan tetapi kalau sampai Nona menyerangnya, padahal kini Sian Lun telah menjadi sekutu kami, tentu semua orang akan membantunya dan Nona akan dipersalahkan. Oleh karena itu, mengingat bahwa urusan antara Nona dengan Sian Lun merupakan urusan pribadi, sebaiknya Nona bersabar hati dan menunggu sampai kelak setelah kalau kalian berada di luar lingkungan kami, barulah Nona dapat membuat perhitungan. Jangan di sini, Nona.”
Sian Li mengangguk-angguk. Benar juga, Pikirnya. Sian Lun telah menjadi sekutu mereka. Kalau ia menyerang Sian Lun, tentu mereka akan membantunya, bahkan pemuda di depannya ini tentu saja terpaksa harus berpihak kepada Sian Lun pula.
"Baiklah, aku tidak akan menyerangnya. Akan tetapi setidaknya ajaklah dia ke sini agar aku dapat bertanya sendiri kepadanya. Baru akan puas hatiku dan yakin bahwa dia benar-benar telah menyeleweng."
"Akan kuusahakan, Nona."
Pemuda itu lalu mengajak Sian Li keluar dari kamarnya. Dan kini, dalam keadaan sadar dan tidak terbelenggu, gadis itu mendapat kesempatan mengamati keadaan di sarang Hek I Lama itu. Tempat itu merupakan perkampungan besar dan di tengah-tengah terdapat bangunan induk yang bentuknya seperti kuil. Bangunan induk itu besar sekali, sedangkan tempat dimana ia dikurung merupakan bangunan disebelah kiri bangunan induk. Di dalam perkampungan itu terdapat banyak rumah-rumah yang bentuknya sama, dan itulah tempat tinggal para anggauta Hek I Lama. Terdapat pula bangunan baru berupa pondok-pondok yang menjadi tempat tinggal para anggauta pasukan Nepal, juga tempat para tamu dari pengemis tongkat hitam.
Setelah keluar dari rumah tempat ia di tahan, nampaklah oleh Sian Li betapa melarikan diri dari situ merupakan hal yang tidak mungkin. Banyak sekali anggauta gerombolan itu berkeliaran, dan penjagaan juga diadakan dengan amat ketatnya. Baru rumah di mana ia dikurung itu saja dijaga oleh sedikitnya dua puluh orang! Tak mungkin ia dapat pergi tanpa diketahui dan sekali ketahuan, tentu ia akan dikeroyok puluhan, bahkan ratusan orang. Cu Ki Bok berkata benar. Bodoh sekali kalau ia berusaha melarikan diri.
Sebaiknya bersabar menanti kesempatan yang lebih baik. Selama ia tidak diganggu, ia akan tinggal di situ, menanti kesempatan melarikan diri, atau menanti sampai munculnya Yo Han karena ia merasa yakin bahwa Yo Han pasti tidak akan membiarkan saja ia menjadi tawanan gerombolan. Teringat akan Yo Han, Sian Li tersenyum. Bekas suhengnya itu hebat bukan main!
"Kenapa Nona tersenyum?" tanya Cu Ki Bok dan ketika gadis itu memandang kepadanya, pemuda itu pun tersenyum. "Senang melihat Nona gembira," sambungnya.
"Tempat ini indah sekali, dan penjagaannya amat kuat. Engkau benar sekali, Ki Bok. Aku harus menanti dengan sabar dan tidak akan mencoba kebodohan melarikan diri. Dan kalau engkau beritikad baik, jangan sebut Nona kepadaku. Namaku Sian Li."
Wajah pemuda itu berseri.
"Aku tahu bahwa engkau adalah gadis yang selain gagah perkasa dan cerdik, juga berhati mulia, Nona.... eh, Sian Li. Sungguh aku akan merasa bahagia sekali kalau akhirnya akan dapat menjauhkanmu dari bencana dan ancaman bahaya. Nah, sekarang engkau akan kutinggalkan. Akan tetapi sekali lagi kuperingatkan, jangan mencoba untuk membuat keributan. Nona.... eh, kau akan selalu diawasi, Sian Li. Dan seperti kukatakan tadi, aku yang diserahi tugas menjagamu dan bertanggung jawab."
Sian Li mengangguk tegas.
"Baik Ki Bok. Dan aku sudah berjanji, bukan? Aku tidak akan suka melanggar janjiku sendiri."
Ki Bok tersenyum dan pergi meninggalkannya. Hemm, pemuda itu semakin tampan kalau tersenyum, pikir Sian Li. Sayang pemuda sebaik itu berada di tengah orang-orang Hek I Lama, tempat yang sungguh tidak sesuai dengan dirinya. Dan ia teringat betapa Ki Bok juga telah menguasai ilmu kepandaian silat yang tangguh.
Sian Li berjalan-jalan, dan kemana pun ia pergi di dalam kampung para pendeta Lama itu, ia tahu bahwa semua mata mengamatinya. Ia selalu dibayangi secara diam-diam.
Ketika ia tiba di pintu gerbang, satu-satunya pintu gerbang di perkampungan itu, ia melihat betapa di situ terdapat puluhan orang penjaga! Dan perkampungan itu dikelilingi pagar tembok yang tinggi, bahkan di sudut-sudutnya terdapat menara di mana terdapat penjaga pula. Seperti benteng saja. Belum lagi perondaan yang ia lihat dilakukan pasukan kecil Hek I Lama. Sukarlah untuk dapat melarikan diri dari perkampungan itu, dan agaknya lebih sukar lagi untuk menyusup masuk! Biarpun demikian, ia yakin bahwa Yo Han akan dapat menyerbu masuk dan menemukan dirinya.
Benar seperti dikatakan Ki Bok, kemana pun ia pergi, sampai ke pintu gerbang pun, tidak ada orang yang melarangnya, namun makin dekat dengan pintu gerbang, semakin banyak orang membayangi dan mengamatinya. Agaknya semua anggauta Hek I Lama sudah mendapat perintah untuk mengamatinya akan tetapi tanpa mengganggunya. Diam-diam ia bersukur dan berterima kasih kepada Cu Ki Bok. Akan tetapi karena teringat betapa ia ditipu Sian Lun, bahkan lalu dibelenggu oleh bekas suhengnya itu, ia amat membenci Sian Lun. Ia berusaha untuk menemui bekas suheng itu, sekarang ia tidak sudi lagi mengaku suheng kepadanya, namun usahanya sia-sia saja. Ia sampai pula di pemondokan para orang Nepal, dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu lagi ketika melihat betapa mata orang-orang Nepal itu memandang kepadanya seperti sekumpulan srigala memandang seekor domba muda yang gemuk. Juga ia merasa jijik ketika melihat sekelompok anggauta pengemis tongkat hitam yang berpakaian butut dan dekil, kotor sekali dan jorok.
Dengan berindap-indap ia kini menghampiri bangunan yang berbentuk kuil. Baru tiba di pekarangan saja sudah mendengar suara orang berdoa, diiringi ketukan kayu berirama.
Dan ketika ia tiba di ambang pintu gerbang masuk, nampak asap tebal mengepul tebal dari ruangan depan yang menjadi ruangan sembahyang seperti pada kuil-kuil biasa.
Kiranya bangunan induk ini di bagian depannya memang merupakan kuil yang luas dengan ruangan sembahyang yang mewah. Dan di tempat ini, penjagaan lebih ketat lagi walaupun penjaganya tidak tampak berjaga, melainkan para pendeta yang bertugas di situ.
Ia dibiarkan masuk ke ruangan ke dua di belakang ruangan sembahyang dan ternyata ruangan ini lebih luas lagi. Yang membuat ia terkejut adalah ketika ia melihat sebuah peti mati berada di tengah ruangan ini, engap dengan meja sembahyang dan dikelilingi pendeta-pendeta Lama yang berdoa. Ada orang mati di sini! Dan setelah ia menjenguk ke dalam, baru ia tahu mengapa tadi dalam perjalanan berkeliaran di perkampungan itu, ia tidak bertemu dengan tokoh-tokoh persekutuan itu. Kiranya mereka samua berkumpul di ruangan ini, agaknya melayat yang mati! Dan semua orang itu agaknya tidak mempedulikan Sian Li yang berada di luar pintu. Dengan terang-terangan Sian Li memandang ke arah kelompok yang duduk di ruangan itu. Ia melihat mereka lengkap semua! Lulung Lama, Cu Ki Bok, Hek-pang Sin-kai ketua perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam, Pangeran Gulam Sing dengan dua orang jagoannya yaitu Badhu dan Sagha, ada pula Pek-lian Sam-li bersama Liem Sian Lun yang duduk di tengah-tengah antara mareka. Akan tetapi tidak nampak di antara mereka. Siapa lagi kalau bukan ketua para Lama Jubah Hitam itu yang berada di dalam peti mati? Tentu kakek tua renta itu tewas setelah bertanding melawan Yo Han!
Ia melihat Sian Lun mengangkat muka memandang kepadanya, akan tetapi suhengnya itu menunduk kembali. Sian Li ingin menghampiri bekas suheng itu, memaki-makinya, atau menyeretnya dan menyerangnya. Akan tatapi ia teringat akan janjinya kepada Ki Bok dan pada saat itu, ia melihat Ki Bok juga memandang kepadanya. Bahkan pemuda itu lalu bangkit, dan dengan tenang menghampirinya, keluar dari pintu dan berkata dengan suara lirih.
"Harap jangan memasuki ruangan berkabung ini, Sian Li. Kecuali kalau angkau ingin melayat.”
“Dobhin Lama?" tanya Sian Li, juga berbisik sambil memandang ke arah peti mati.
Ki Bok mengangguk.
"Supek sudah terlalu tua. Pertandingan dengan Sin-cing Tai-hiap menghabiskan tenaganya. Dia meninggal karena kehabisan tenaga dan napas, tidak terluka. Pendekar aneh itu terlalu lihai baginya...."
Diam-diam Sian Li merasa bangga dan girang bukan main. Akan tetapi diam saja, lalu melirik ke arah Sian Lun yang masih menunduk, dan berkata,
"Aku masih ingin bicara dengan jahanam itu."
Ki Bok mengangguk.
"Akan kuusahakan, akan tetapi tidak sekarang. Setelah selesai pengurusan jenazah Supek. Engkau tidak hendak melayat dan duduk di dalam?"
Sian Li menggeleng kepala. Untuk apa masuk ke ruangan itu dia melihat Sian Lun di antara tiga wanita cabul itu? Ia khawatir tidak akan dapat menahan hatinya untuk tidak menyerang bekas suheng itu. Pula, tidak perlu berkabung terhadap kematian Ketua Hek I Lama yang menyebabkan Sian Lun tersesat dan ia sendiri tertawan. Ia lalu meninggalkan ruangan itu, keluar lagi.
Senja telah mendatang, dan lampu-lampu penerangan mulai dipasang di perkampungan itu. Sian Li kembali ke kamarnya dan seorang pelayan wanita setengah tua menyerahkan pakaian pengganti kepadanya, juga mempersiapkan air untuk mandi. Sian Li merasa senang. Ternyata Ki Bok memegang janjinya. Ia diperlakukan seperti seorang tamu terhormat, dilayani semua keperluannya walaupun diam-diam ia tidak pernah dilepaskan dari pengamatan tajam. Kepada pelayan itu ia pun dapat memesan semua keperluannya, minta disediakan makan malam.
Bagaimanapun juga, Sian Li tetap berhati-hati, memeriksa semua makanan dan minuman lebih dahulu sebelum memakan dan meminumnya. Penerangan dalam kamarnya juga cukup terang dan suasana cukup menyenangkan.
Malam itu sore-sore bulan sudah muncul. Udara cerah dan langit bersih, bulan tiga perempat menyinarkan cahaya lembut. Sian Li tidak betah berada di kamarnya. Ia keluar dan berjalan-jalan di taman bunga dalam perkampungan itu. Sebuah taman yang cukup luas dan terpelihara baik-baik. Agaknya, para pendeta Lama ini bukanlah orang-orang kasar, melainkan suka pula akan kedamaian dan keindahan.
Agaknya para tokoh masih berada di ruangan berkabung, dari mana terdengar doa-doa untuk si mati. Sian Li melihat banyak pula penjaga di taman itu, bahkan ia dapat menduga bahwa begitu ia memasuki taman, maka tempat itu telah dikepung para anggauta Hek I Lama yang bertugas mengamatinya. Ia menduga-duga apakah Ki Bok juga ikut mengamatinya, ataukah pemuda itu sudah begitu percaya kepadanya sehingga ikut berkabung di ruangan itu.
Di dekat empang ikan emas terdapat bangku-bangku yang dilindungi atap. Sian Li duduk di situ, termenung. Bulan menari-nari di air yang digerakkan perlahan oleh ikan-ikan yang berkejaran. Ia teringat akan Yo Han dan kembali bibirnya tersenyum, senang sekali mengingat pemuda itu, orang yang ketika ia masih kecil paling disayangnya. Dan sekarang setelah mereka kembali saling berjumpa dalam keadaan sudah sama dewasa, ia tidak tahu! Yang jelas, penyelewengan Sian Lun hanya membuat ia marah, tidak membuat ia bersedih. Diam-diam ia malah merasa gembira bahwa hal ini membuktikan bahwa biarpun tadinya ia sayang kepada Sian Lun, kesayangan itu adalah keakraban antara kakak beradik seperguruan yang selalu ingin akrab dalam pergaulan, dalam latihan bersama. Ia tidak pernah mencinta Sian Lun! Dan Yo Han? Ia tidak tahu, yang jelas, ia merasa bangga, kagum dan juga senang sekali dapat bertemu kembali dengan Yo Han!
Yo Han takkan membiarkan ia terancam bahaya! Ia yakin bahwa pemuda itu pasti akan datang menyelamatkannya. Ia teringat betapa sejak kecil, ketika ia baru berusia empat tahun, dan Yo Han juga hanya seorang anak remaja yang lemah, Yo Han sudah berani membelanya mati-matian, bahkan mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri dengan menukar dirinya menjadi tawanan iblis betina Ang I Moli. Yo Han pasti akan menolongnya! Kini ia mencoba mengenang kembali apa yang dapat diingatnya ketika ia masih kecil, ketika Yo Han masih menjadi murid ayah ibunya. Samar-samar masih teringat olehnya betapa dahulu ia sering digendong Yo Han, diajak bermain-main, dihibur dan selalu disenangkan hatinya.
"Nona, alangkah cantiknya engkau....!"
Tentu saja Sian Li terkejut dan serentak sadar dari lamunan ketika tiba-tiba mendengar kata-kata pujian yang lembut itu. Ia meloncat berdiri dan membalik karena suara itu tadi datang dari belakang dan ia berhadapan dengan pria tinggi besar gagah perkasa itu.
Pangeran Gulam Sing! Kalau saja ia tidak ingat akan janjinya kepada Cu Ki Bok, tentu Sian Li sudah menerjang dan menyerang pangeran Nepal yang dibencinya ini.
"Mau apa engkau? Pergi, aku tidak ingin bicara denganmu!" bentanya, lalu ia duduk kembali, membelakangi pangeran itu.
"Aduh, alangkah cantiknya! Marah-Marah semakin cantik jelita. Bukan main!" Kata-kata itu diucapkan dalam bahasa Han yang patah-patah sehingga terdengar lucu, namun cukup membuat kedua pipi Sian Li menjadi merah oleh perasaan malu dan marah.
"Manusia biadab! Jangan mencari perkara, atau aku akan kehilangan kesabaran dan akan membunuhmu! Sian Li membentak lagi, kini memutar duduknya menghadapi pangeran itu dangan air mata barapi. Wajahnya tertimpa sinar bulan dan nampak cantik bukan main, Pangeran itu mengerutkan alisnya. Sebelum bangsa Han dijajah Mancu, memang Kerajaan Beng menganggap orang asing adalat bangsa biadab. Maka tentu saja Pangeran Gulam Sing merasa dihina sekali. Akan tetapi dia malah tertawa, suara tawanya bening dan aneh.
"Nona Tan Sian Li, aku seorang pangeran! Pandanglah wajahku baik-baik, aku seorang pangeran Nepal, bukan bangsa biadab. Seluruh bangsa Nepal kalau melihatku, menghormati dan memuliakan aku, bahkan tidak mampu bergerak. Engkau juga, Nona! Pandang aku baik-baik, aku seorang pangeran dan engkau harus tunduk kepadaku!"
Pangeran tinggi besar itu kini melangkah maju menghampiri Sian Li, Gadis itu hendak meloncat bangun, akan tetapi aneh, ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya! Terngiang di dalam telinganya perintah pangeran itu bahwa ia harus tunduk dan tidak mampu bergerak. Ia mencoba untuk mengerahkan tenaga sin-kangnya pada saat pangeran itu sudah memegang kedua tangannya dan menariknya bangkit berdiri. Di lain saat, ia sudah didekap dalam pelukan kedua lengan yang panjang dan besar itu, dan ia mencium bau keharuman yang aneh keluar dari dada pangeran itu, di mana wajahnya didekap rapat.
"Pangeran, lepaskan nona itu!" tiba-tiba terdengar bentakan halus dan Pangeran Gulam Sing terkejut, lalu menoleh. Kiranya Cu Ki Bok yang membentak itu.
"Nona Tan Sian Li, mundurlah engkau!" Sungguh eneh, baru sakarang Sian Li dapat bergerak, seolah tenaga tak nampak yang tadi mampengaruhinya telah lenyap. Tahulah ia bahwa ia tadi dipengaruhi sihir pangeran Nepal itu, dan agaknya Cu Ki Bok yang membebaskannya dari pengaruh sihir.
"Pangeran Iblis! Keparat busuk engkau!" Ia pun membentak dan ia sudah menerjang dan menyerang Pangeran Gulam Sing. Pengeran itu mengelak dengan loncatan ke belakang dan ketika Sian Li hendak menyerang lagi, Ki Bok telah menghadang di depannya.
"Sian Li, ingat akan janjimu. Jangan membuat keributan di sini!"
Sian Li teringat dan ia pun menahan diri, mukanya merah dan matanya masih berkilat.
Sementara itu, Pangeran Gulam Sing tertawa,
"Ha-ha-ha, saudara Cu Ki Bok, engkau malah membela Si Bangau Merah ini? Sungguh aneh sekali!"
"Pangeran." kata Cu Ki Bok dan suaranya mengandung kemarahan. "Kalau Ketua Hek I Lama mendengar akan apa yang kau lakukan ini, tentu beliau akan menjadi tidak senang."
"Hem, Ketua Hek I Lama sudah mati, petinya juga belum diangkat dan ruangan berkabung!” kata pangeran itu membantah.
"Pangeran! Engkau tentu tahu bahwa wakil ketua adalah guruku, Lulung Lama dan setelah kini Supek Dobhin Lama meninggal dunia, gurukulah yang menjadi ketua! Nona Tan Sian Li ini menjadi tamu yang dihormati, dan Ketua Hek I Lama yang menugaskan aku untuk menjaganya. Kuharap Pangeran tidak membuat keributan di sini dan bersikap sebagai tamu dan sahabat yang baik."
"Aku protes!" Pangeran itu marah-marah. "Saudara Liem Sian Lun dan ketiga Pek-lian Sam-li telah berjanji akan menghadiahkan gadis ini kepadaku, dan sekarang engkau hendak menghalangiku! Beginikah sikap seorang sahabat?"
"Pangeran, lupakah Pangeran siapa Liem Sian Lun dan Pek-lian Sam-li? Mereka pun hanya tamu-tamu dari Hek I Lama seperti juga engkau. Nona ini adalah seorang tawanan kami, dan yang berhak memutuskan mengenai dirinya adalah ketua kami. Ketua kami menganggap Nona ini seorang pendekar wanita gagah perkasa yang patut diajak bekerja sama berjuang menentang orang Mancu. Bagaimana mungkin para tamu seperti Liem Sian Lun dan Pek-lian Sam-li dapat menghadiahkan Nona ini kepadamu? Mereka tidak berhak!"
"Orang muda, berani engkau bersikap seperti ini terhadap aku? Bagaimana kalau aku memaksa untuk memiliki gadis ini?"
Sepasang mata pemuda itu berkilat. Dia meraba pinggangnya di mana terdapat sabuk bajanya yang kedua ujungnya dipasangi pisau, senjatanya yang ampuh dan dia berkata dengan tegas.
"Pangeran, aku adalah utusan Ketua Hek I Lama dan aku melaksanakan tugas yang diperintahkan untuk menjaga Nona ini. Kalau ada yang berani mengganggunya, berarti dia melanggar peraturan di sini dan aku akan menghadapinya sebagai wakil ketua Hek I Lama!"
"Bocah sombong....!" Akan tetapi pada saat itu, entah dari mana datangnya, nampak beberapa orang pendeta Lama Jubah hitam bermunculan. Mereka hanya berdiri memandang, akan tetapi sikap mereka jelas siap untuk membantu Cu Ki Bok. Melihat ini, Pangeran Gulam Sing sadar bahwa dia berada di tempat orang sebagai tamu. Dia memandang kepada Sian Li dan mengepal tinju. Daging lunak yang sudah berada di depan bibir, terpaksa harus dia lepaskan! Dengan bersungut-sungut, memaki-maki dalam bahasanya sendiri, dia pun meninggalkan taman itu. Beberapa orang pendeta Lama itu pun, seperti bayangan-bayangan saja, lenyap dari dalam taman. Tahulah Sian Li bahwa andaikata Cu Ki Bok tidak berada di situ pun, para pendeta Lama itu tentu akan melihat ulah Pangeran Gulam Sing dan mereka akan turun tangan membantunya dan melapor kepada Cu Ki Bok. Betapapun juga, ia berterima kasih kepada pemuda ini dan ia bergidik kalau teringat betapa tadi ia didekap oleh pangeran Nepal yang tinggi besar itu tanpa mampu berkutik! Sian Li mulai percaya kepada Cu Ki Bok bahwa pemuda murid Lulung Lama ini memang benar-benar hendak melindunginya.
"Ki Bok, terima kasih atas pertolonganmu tadi. Apa yang telah terjadi denganku tadi? Kenapa aku tidak mampu bergerak! Apakah jahanam itu mempergunakan sihir?"
"Benar, Sian Li. Maafkan, aku agak terlambat. Akan tetapi, seperti kaulihat tadi, selalu ada beberapa orang anggauta Hek I Lama yang membayangimu sehingga engkau selalu aman. Para anggauta tadi tidak mengira bahwa pangeran itu akan menggunakan sihir."
lanjut--->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar