Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 31

Pedang Kayu Harum Jilid 031

<--kembali

Keng Hong merasa tidak baik kalau kerja sama itu dimulai dengan tidak menyenangkan hati Cui Im, maka katanya cepat.

"Cui Im, engkau akan tahu dari ilmu ilmu dalam kitab-kitab ini bahwa selagi mempelajari ilmu tinggi, hubungan antara pria dan wanita merupakan paling besar. Hal itu akan menghambat kemajuan ! Tunggu dan lihat sendiri saja nanti kalau kita sudah mulai belajar." Ucapan ini menyenangkan hati Cui Im karena ia menganggap bahwa adanya Keng Hong menolak cintanya adalah karena pemuda ini menganggap hal itu sebagai pantangan dalam belajar, jadi bukan karena pemuda itu mambencinya atau tidak membalas cintanya! Masih banyak kesempatan baginya untuk kelak menjatuhkan hati pemuda ini. Dia adalah seorang ahli dalam hal itu. Keng Hong bersama Cui Im lalu memeriksa keadaan di situ dan memang Cui Im tidak membohong. Di situ terdapat bahan-bahan makan-minum seperti yang diceritakan Cui Im tadi dan tidak ada jalan untuk keluar karena ujung terowongan yang dihuni ratusan ribu ekor burung walet itu merupakan dinding yang curam dan tegak lurus, pula amat licin.

Demikianlah, mulai hari tu, Keng Hong dan Cui Im mulai membalik-balik lembaran kitab-kitab pelajaran ilmu silat yang tinggi, dan memang tepat pemberitahuan Keng Hong tadi, karena dalam kitab pertama , yaitu kitab I-kiong-hoan-hoat dari Siauw-li-pai, jelas disebutkan bahwa pantangan utama dalam hubungan antara pria dan wanita!

Ilmu I-kiong-hoan-hoat adalah semacam ilmu memindahkan jalan darah dari partai Siauw -lim-pai, juga kitab ke dua Siauw-lim-pai, Seng-to-cin-keng adalah ilmu yang khas yang mengajarkan Iweekang, bersamadhi mengatur pernapasan unutk menghimpun sinkang. Setelah melihat sendiri bahwa emang ada pantangan hubungan antara pria dan wanita sewaktu melatih dri dengan ilmu-ilmu itu, Cui Im tidak banyak rewel lagi dan tidak mau menganggu Keng Hong, sungguhpun kadang-kadang ia kelihatan seperti cacing kepanasan dan menderita sekali. Bhe Cui Im yang tadinya menghambakan diri kepada terganggu dorongan nafsu, akan tetapi nafsunya ingin menjadi jagoan wanita nomor satu di dunia ini mengalahkan nafsu berahinya sehingga ia tekun berlatih.

Keng Hong sendiri secara diam-diam membaca semua kitab yang berada di situ, akan tetapi karena dia menganggap bahwa apa yang dia dahulu pelajari dari gurunya tidak kalah mutunya, dia hanya membaca kitab-kitab milik partai lain hanya untuk dimengerti isinya dan dikenal sifatnya, pula dia mempunyai rasa segan untuk mencuri ilmu partai lain. Dia hanya membaca dan mengenal, akan tetapi tidak melatih dirinya dengan ilmu-ilmu itu. Kecuali kitab tulisan gurunya sendiri yang ternyata merupakan inti sari daripada ilmu silat Siang-bhok- Kiam-sut dan Ilmu silat San-in-kun-hoat sehingga dia menjadi girang sekali. Ia dapat memperdalam ilmu silatnya yang masih mentah itu dan melatih diri dengan rajin.

Biarpun Cui Im juga minta agar dia membacakan kitab ciptaan gurunya, namun dia yakin bahwa tanpa memiliki sinkang seperti yang dia "oper" dari gurunya, dan tanpa memiliki dasar-dasar yang dulu dia pelajari dari Sin-jiu Kia-ong, kepandaian yang didapat oleh Cui Im hanyalah permukaannya atau kulitnya belaka. Namun tentu saja dia tidak mau bicara tentang hal ini bahkan setiap kali ada kesempatan dia memuji kemajuan-kemajuan yang diperoleh gadis itu sehingga Cui Im menjadi girang sekali. Memang harus diakui bahwa Cui Im yang memiliki bakat baik sekali itu kini memperoleh kemajuan pesat.

Keng Hong menjadi matang ilmunya. Biarpun yang dia matangkan hanya ilmu silat yang dua macam itu, yaitu San-in-kun-hoat yang terdiri dari delapan jurus pukulan tangan kosong dan Siang- Kiam-sut yang terdiri dari tiga puluh enam jurus, namun kematangannya dan keistiewaan dua ilmu ini mencakup seluruh dasar dan inti ilmu silat yang dikuasai Sin-jiu Kiam-ong, dia kini dapat mainkan ilmu silat itu secara dahsyat. Biarpun hanya delapan jurus, namun ilmu silat San-in-kun-hoat ini cukup untuk membuat dia patut dijuluki Sin-jiu (Kepalan Sakti), sedangkan Siang-bhok Kiam-sut adalah ilmu pedang istiewa yang dapat dikatakan menjadi rajanya ilmu pedang sehingga dia patut pula dijuluki Kiam-ong (Raja Pedang) seperti gurunya!
Setelah dia membaca kitab peninggalan suhunya, barulah dia sadar bahwa Ilmu Silat San-in-kun-hoat memiliki segi-segi yang amat hebat, dengan perkembangan yang tak terhitung banyaknya tergantung dari keadaan dan daya khayalnya sendiri sehingga biarpun pada dasarnya hanya mempunyai delapan jurus, namun apabila dikembangkan menjadi jumlah jurus yang tak terhitung banyaknya! Tadinya dia hanya menguasai dasarnya yang dia gerakkan dengan mengandalkan sinkang kuat belaka. Kini dia dapat mainkan setiap jurus dengan kembangan yang tak terhitung banyaknya. Demikian pula dengan Ilmu Pedang Siang-bhok- Kiam-sut, kalau sebelum ini dia hanya menghafal gerakan-gerakan yang tiga puluh enam jurus mengandalkan sinkang dan kecepatan, akan tetapi kini dia dapat menangkap inti sarinya dan dapat mempergunakan Siang-bhok-kiam sedemikian rupa sehingga sinar kehijauan pedang itu cukup untuk merobohkan lawan. Diam-diam dia selalu memperhatikan latihan-latihan yang dilakukan Cui Im dan dia menjadi kagum bukan main. Gadis itu benar-benar hebat, berbakat dan karena tadinya sebagai murid Lam-hai Sin-ni dia telah memiliki tingkat tinggi, kini dengan mudahnya ia melahap semua isi kitab yang berada di situ dan telah hafal akan semua isinya, telah pandai pula mainkan ilu-ilmu itu termasuk ilmu silat yang diciptakan oleh Sin-jiu Kiam-ong sendiri!

Cemas-cemas hati Keng Hong kalau melihat ini karena dia maklum bahwa Cui Im sekarang, setelah tiga empat tahun berlatih dengan tekun, jauh bedanya dengan Cui Im dahulu, sungguhpun orangnya masih tetap cantik manis genit. Ilmu kepandaiannya telah meningkat secara hebat sekali.

Hanya ada satu hal yang melegakan hati Keng Hong melihat kemajuan Cui Im yang mencemaskan itu, ialah betapa pun gadis itu berlatih dan mencari-cari dalam kitab-kitab yang berada di situ, gadis itu tidak dapat menemukan ilmu Thi-khi-I-beng, dan dalam hal tenaga sinkang, betapa pun gadis itu menghimpun dan berlatih, tidak dapat menandingi tenaga sinkangnya sendiri yang dia terima secara langsung dipindahkan dari tubuh gurunya.

Empat tahun telah berlalu dengan cepat sekali karena kedua orang ini tekun belajar dan berlatih sehingga waktu berlalu tanpa terasa oleh mereka. Kini semua kitab telah habis dipelajari Cui Im ! Gadis ini telah memnjadi seorang wanita berusia dua puluh enam tahun yang matang segala-galanya! Cantik jelita, dan dalam pandang matanya yang kini terdapat sinar berapi yang dahulunya tidak ada, sinar berapi yang timbul dari kekuatan sinkangnya ditambah kepercayaannya kepada diri sendiri.

Pada suatu hari, pagi-pagi sekali ketika Keng Hong bangun dari tidurnya, dia mendapatkan Cui Im tersenyum-senyum di dekatnya dan dia heran melihat gadis itu mengenakan pakaian yang bersih, agaknya baru kemarin atau malam tadi dicuci, rambutnya digelung indah, wajahnya berseri-seri dan mulutnya tersenyum-senyum. Akan tetapi dengan terkejut Keng Hong melihat adanya pandang mata aneh, pandang mata yang jelas membayangkan nafsu berahi!

Kekhawatirannya terbukti ketika bangun duduk tiba-tiba Cui Im menjatuhkan diri duduk di dekatnya, memandang penuh kemesrann dan tertawa-tawa kecil penuh nafsu.

"Eh, Cui Im , apa-apaan ini? Engkau mau apa ?" Keng Hong merenggutkan lengannya yang mulai dipegang dengan sentuhan halus mesra oleh gadis itu.

"Hi-hi-hik, Keng Hong, betapa rinduku kepadamu. Hampir mati aku menanggung rindu kepadamu, kekasihku. Hampir gila aku mengekang diri, setiap malam kalau engkau sudah tidur memandangimu, teringat masa lalu!"

"Cui Im, tidak boleh...." Keng Hong membuang muka menghindarkan ciuman gadis itu dan dia mulai terangsang. Akan tetapi dia teringat betapa gadis ini telah melakukan hal-hal keji, yang menjatuhkan fitnah kepada Biauw Eng.

Selama empat tahun ini, ingatan itu selalu menyiksa dirinya dan membuat dia makin menyesal di samping rasa rindu kepada Biauw Eng. Hal ini menimbulkan rasa muak dan bencinya kepada Cui Im sehingga begitu teringat kepada Biauw Eng, lenyaplah rangsangan berahinya terhadap gadis yang membelai dan membujuk rayunya itu.

"Jangan berpura-pura alim Keng Hong. Dulu engkau begitu mencintaiku! Dan sekarang aku tidak lagi berlatih menghimpun sinkang, sudah cukup kuat aku, hi-hi-hik, lebih kuat dari guruku sendiri. Ya, kini aku dapat menjagoi di seluruh dunia dan cintaku kepadamu menjadi lebih kuat daripada dulu-dulu karena engkau telah membantuku, kekasihku. Layanilah aku, Keng Hong, dan kita nanti keluar dari sini, menjadi sepasang kekasih, juga sepasang jagoan nomor satu di dunia. Mungkin engkau tidak mendapat banyak kemajuan, akan tetapi jangan khawatir, kepandaianku telah meningkat secara hebat, dan aku siap selalu melindingimu, kekasihku. Marilah..! Cui Im menubruk, merangkul dan menggelutinya.

Keng Hong hampir tak dapat menahan gelora darah mudanya ketika di gelut oleh Cui Im yang merayu dan yang makin cantik jelita ini. Akan tetapi dia cepat menekan perasaannya dan berkata.

"Engkau telah berlaku keji terhadap Biauw Eng..."

Jari-jari tangan yang sedang membelainya itu tiba-tiba terhenti, akan tetapi hanya sebentar, kemudian mengelus-elus lagi, mulut itu menciuminya sekerasnya. "Aiiiih, kekasihku, hal itu kulakukan karena cintaku kepadamu..."

Keng Hong sudah menjadi dingin lagi begitu dia teringat Biauw Eng. Ingin dia meronta menggunakan sinkangnya, akan tetapi dia tidak mau memancing keributan dengan Cui Im. Maka dia lalu berkata.

"Baiklah, Cui Im. Siapa dapat bertahan mengahadapi kecantikan dan rayuanmu? Akan tetapi, aku... aku hendak mandi dulu…."

"Hi-hi-hi, tak usahlah...".

"Tidak , nanti saja. Aku perlu mandi dulu!" Keng Hong merenggutkan tubuhnya terlepas dari pelukan gadis itu kemudian dia melompat dan lari menuju ke jembatan tambang. Ia menoleh melihat Cui Im meandangnya dengan mata penuh gairah nafsu berahi. Ia perlu mencari waktu untuk menenteramkan hatimu yang yang terangsang. "Kau tunggulah aku hendak mandi..!" Katanya dan Cui Im tertawa aneh.

Cui Im mengertak gigi saking gemasnya ketika melihat Keng Hong lari. Ia maklum bahwa dia telah kehilangan cinta pemuda itu karena Biauw Eng. Hemmm, orang yang tak tahu dicinta, gerutunya dan ia pun bangkit perlahan mengikuti Keng Hong. Dilihatnya pemuda itu meloncat ke atas jembatan tambang dan berlari cepat. Cui Im memperhatikan dan ia dapat melihat bahwa ginkang dari pemuda itu makin hebat saja. Ia pun dapat dengan mudah berlari cepat melalui tambang itu masih bergetar dan bergoyang sedikit.

Kini, melihat Keng Hong berlari cepat dan sedikit pun tambang itu tidak bergoyang hatinya menjadi khawatir sekali. Ia mencinta Keng Hong, akan tetapi kalau pemuda itu memiliki kepandaian yang hebat dan membahayakan dirinya sendiri, pemuda itu tidak berhak hidup lagi.

"Keng Hong, berhentilah!!"

Nada suara panggilan yang mengandung kemarahan ini membuat Keng Hong terkejut dan berhenti di tengah-tengah tambang, kemudian membalikkan tubuhnya menoleh ke arah Cui Im. Gadis itu berdiri di tepi jurang, dekat ujung tambang dan sikapnya membayangkan kemarahan besar. Akan tetapi kemarahannya itu ditutup oleh senyumannya yang lebar.

"Keng Hong, engkau bersumpahlah!"

"Heeeee?? Apa? Tidak alasan bagiku untuk bersumpah!"

"Keng Hong, bersumpahlah bahwa engkau mencintaiku dan akan melayani hasrat cinta kasihku!"

Keng Hong menggelengkan kepalanya, "Cui Im, sesungguhnya engkau seorang gadis yang cantik jelita dan sekiranya engkau tidak begitu keji, telah menjadi biang keladi terjadinya semua kekacauan bahkan merusak hati seorang gadis seperti Biauw Eng, sekiranya engkau tidak begitu curang dan tidak menimbulkan rasa muak dan benci di hatiku, agaknya aku akan menerima cintamu dengan penuh kegembiraan."

"Keparat, laki-laki tak tahu dicinta! Kalau begitu mampuslah!" Tiba-tiba gadis itu menggerakkan kedua tangannya ke depan dan tampaklah sinar-sinar merah kecil berkeredepan menyambar ke arah tujuh jalan darah di tubuh depan Keng Hong!

Itulah jarum-jarum merah senjata rahasia Cui Im, dan karena selama empat tahun ini ia telah mencapai kemajuan pesat dan tenaga sinkangnya sudah hebat sekali, maka sambitan jarum-jarumnya juga cepat sekali seperti kilat menyambar.

Keng Hong menggerakkan tangan kirinya ke depan dan angin pukulan tangannya sedemikian kuatnya sehingga jarum-jarum itu dalam jarak dua meter sebelum menyentuh tubuhnya sudah runtuh semua ke bawah, ke dasar jurang yang tidak tampak dari atas.

"Cui Im, apa yang kau lakukan ini..?" Akan tetapi Keng Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu sambil tertawa Cui Im sudah menggerakkan tangan lagi dan kini sinar putih berkilau menyambar..bukan ke arah Keng Hong, melainkan ke bawah, ke arah tambang yang diinjak pemuda itu. Keng Hong terkejut sekali, tidak berdaya menghindarkan ancaman bahaya ini karena sekali kena disambar senjata rahasia bola putih berduri, senjata rahasia Biauw Eng yang telah dicuri Cui Im, tambang itu putus di tengah-tengah dan tentu saja tubuh Keng Hong jatuh ke bawah!

Dalam detik itu Keng Hong maklum bahwa nyawanya terancam bahaya maut yang mengerikan. Cepat dia menyambar ujung tambang dan ketika tubuhnya meluncur ke bawah, dia menggerak-gerakkan tangan kakinya memukul dan menendang ke bawah sambil mengerahkan ginkang sehingga tenaga luncuran itu banyak berkurang.

***

Hal ini dia lakukan untuk mencegah tambang itu putus di bagian atas. Ketika tubuhnya terayun tambang ke arah dinding jurang, dia menggunakan tangan kirinya sehingga dia tidak terbanting keras dan tambang itu untungnya tidak putus, akan tetapi bajunya robek-robek dan kulitnya lecet-lecet mengeluarkan darah. Keng Hong tidak kekurangan akal, lalu perlahan-lahan dia memanjat naik melalui tambang yang tinggal sepotong karena putus pada tengah-tengah tadi. Ia berhasil mencapai tepi jurang di seberang dan begitu dia meloncat dan berdiri dengan baju robek-robek berdarah uka pucat berkeringat dan napas agak terengah karena baru saja dia terlepas dari bahaya maut mengerikan, dia melihat Cui Im di seberang sana tertawa terkekeh, membuat dia menjadi makin marah dan membenci wanita curang dan kejam itu.

"Hi-hi-hik, diberi jalan sorga kau memilih neraka ! Ditawari kesenangan engkau memilih penderitaan. Engkau tidak mau menyambut cintaku, ya ? Baiklah, kalau begitu engkau boleh bermain cinta dengan bayanganmu sendiri di situ sampai engkau mati tua karena engkau tidak mungkin akan dapat meninggalkan tempat itu. Hi-hi-hik! Adapun kitab-kitab pusaka-pusaka dan benda-benda berharga sekarang menjadi milikku semua dan akan kubawa pergi. Nah, selamat berpisah, Keng Hong bekas kekasihku. Aku akan hidup sebagai wanita tersakti di dunia ini menikmati pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dan engkau boleh mampus sebagai pertapa kesunyian disitu. Hi-hi-hik!"

Cui Im membalikkan tubuhnya dan menghilang, meninggalkan Keng Hong di seberang yang berdiri mengepal tinju akan tetapi tidak dapat berbuat sesuatu.

Keadaan Keng Hong amatlah buruknya dan kalau orang lain yang mengalami malapetaka seperti dia, tentu akan menjadi bingung, gelisah dan putus asa. Akan tetapi pemuda ini masih dapat mempertahankan ketenangannya. Ia memandang sepotong tambang yang sudah dia gulung naik. Tambang itu hanya setengah panjang jarak jurang antara kedua tepi. Biarpun tergesa-gesa mencari akal,takkan mungkin dapat mencegah Cui Im melarikan semua pusaka itu. Akan terlabat. Pula, bagaimana akalnya untuk dapat menyeberang? Ia berjalan perlahan memasuki lorong, dan untuk menghilangkan rasa panas karena kemarahannya terhadap Cui Im, dia lalu pergi ke air dan mencuci muka, dan tubuhnya yang lecet-lecet. Biasanya, dia datang ke bagian ini hanya kalau membutuhkan makan minum, karena di seberang lebih enak di tinggali. Kini dia mendapat kesempatan amat luas untuk menyelidiki keadaan disitu sampai habis, dan dengan teliti mulailah dia melakukan penyelidikan. Di mulut lorong sebelah sana, tempat yang dihuni burung-burung walet, mempunyai dinding yang tidak mungkin dituruni. Siapa tahu kalau-kalau ada jalan atau lorong rahasia di bagian ini. Hasil karya seorang sakti seperti gurunya tak dapat di duga lebih dulu.

Dengan membawa Siang-bhok-kiam yang tak pernah terpisah dari tubuhnya sehingga tidak sampai terampas Cui Im, dia lalu mulai melakukan pemeriksaan dengan teliti sekali. Karena dia melakukan amat teliti, setiap dinding dan lantai batu dia periksa, sejengkal demi sejengkal, maka Keng Hong harus menggunakan waktu sampai tiga hari untuk dapat memeriksa tempat itu seluruhnya, dari tepi jurang sampai sepanjang lorong, kamar berisi makanan , sampai ujung lorong yang dihuni burung-burung walet.

Pada hari ke tiga, setelah kesabarannya hampir habis, setelah kepalanya mulai pening karena kegagalan dan tenaganya habis karena mencokel-cokel dan mendorong-dorong setiap bagian dinding dan batu, tiba-tiba dia tertarik akan bunyi nyaring ketika dia mengetuk-ngetuk dinding hitam di bagian belakang dengan pedangnya. Bunyi nyaring ini menjadi tanda bahwa batu yang menjadi dinding itu kosong tidak berisi, atau di sebelah sana dinding merupakan ruangan kosong! Jantungnya berdebar dan mulailah dia meneliti. Bagian ini gelap karena dindingnya adalah batu -batu berwarna hitam. Ia menggunakan pedangnya menusuk-nusuk dan tiba-tiba pedang itu menusuk sebuah lubang sampai amblas ke gagangnya! Keng Hong menahan seruannya, lalu memutar-mutar pedang Siang-bhok-kiam itu ke kanan kri. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh di belakang diding batu itu. Keng Hong mencabut pedangnya dan bunyi gemuruh itu disusul dengan bunyi bergerit, kemudian dinding itu bergerak dan tampaklah sebuah lubang lima kaki persegi besarnya di dinding batu hitam itu!

"Terima kasih, Siang-bhok-kiam, lagi-lagi engkaulah yang menolongku!" Keng Hong mencium Pedang Kayu Harum itu kemudian dia merangkak-rangkak memasuki lubang ini. Siapa tahu kalau di sebelah sana terdapat jalan yang akan membawanya kepada kebebasan, pikirnya.

Begitu dia menembus dinding batu hitam yang tebalnya ada dua meter itu, dia melihat sebuah kamar lain di balik dinding dan hatinya kecewa. Bukan jalan keluar kamar ini pun merupakan jalan buntu! Akan tetapi, kekecewaannya segera lenyap, tertutup oleh keheranan dan kengerian ketika melihat sebuah rangka manusia yang masih utuh sedang "nongkrong" duduk di atas sebuah kursi gading! Tengkorak dari rangka itu agak menunduk dan kelihatannya seperti sedang mentertawakannya! Keng Hong bergidik dan menggoyang-goyang kepalanya. Mimpikah dia ? Ataukah karena tiga hari bekerja terus tanpa makan membuat dia tak dapat lagi menggunakan mata dan pikirannya secara normal? Namun, betapa dia menggoyang kepalanya, ketika memandang lagi, rangka itu tetap berada di situ, duduk di atas kursi gading dan di sebelah rangka itu terdapat sebuah kursi gading pula.

Meja yang kakinya terbuat daripada gading terukir itu, permukaannya dari batu putih halus dan diatas meja itu terletak sebuah kitab yang sudah kuning saking tuanya. Sejenak Keng Hong terpesona. Biarpun rangka itu hanyalah sekumpulan tulang manusia, akan tetapi sikap duduknya masih membayangkan sikap tegak dan wibawa, seperti sikap seorang raja atau seorang yang sudah biasa disembah-sembah orang.

Anehnya, bagi Keng Hong timbul perasaan seolah-olah rangka itu merupakan tuan rumah, pemilik ruangan -ruangan di dalam batu pedang ini, dan dia sendiri sebagai tamu tak diundang. Ia merasa bersalah, dan tanpa disadarinya pula, Keng Hong menekuk kedua lututnya dan berbisik, "Locinpwe, mohon maaf atas kelancanganku.." Ia berlutut sambil menunduk dan begitu dia menunduk, tampak ukiran huruf-huruf kecil di atas batu lantai di depan lututnya. Huruf-huruf itu terukir amat kecilnya sehingga takkan dapat dilihatnya kalau dia tidak berlutut dan menundukkan muka. Jantungnya berdebar apalagi ketika dia mengenal ukiran huruf -huruf ini serupa benar dengan ukiran-ukiran di gagang pedang Siang-bhok -kiam ! Jelas bahwa ukiran huruf-huruf di atas lantai itu dan di gagang pedang dibuat oleh satu orang, yaitu gurunya, Sin-jiu Kiam-ong!

"Terima kasih kepada Thai Kek Couwsu dan maaf bahwa teecu tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai."

Keng Hong menduga-duga. Tidak akan keliru kalau dia menduga bahwa rangka ini adalah rangka dari Thai Kek Couwsu, pendiri Kun-lun-paai yang dikabarkan bertapa di Kiam-kok-san dan lenyap bersama raganya sehingga batu pedang dianggap tepat keramat oleh Kun-lun-pai. Kiranya kakek yang dikabarkan sakti seperti dewa itu berada di sebelah dalam batu pedang dan meninggal dunia di tempat tersembunyi ini!

***

Dan rangkanya diketemukan suhunya, Sin-jiu Kiam-ong! Ia pun makin menghormat rangka itu dan menyembah delapan kali sambil berkata.

"Teecu Cia Keng Hong mohon maaf atas kelancangan teecu kepada Couwsu yang mulia." Kemudian perhatiannya tertarik kepada kitab di atas meja. Tadinya dia ragu-ragu, karena merasa tidak berhak menyentuh kitab itu. Akan tetapi kemudian dia berpikir bahwa gurunya yang amat suka akan ilmu dan suka pula akan kitab-kitab pusaka, mustahil kalau tidak memeriksa kitab itu. Mungkin itukah sebabnya gurunya menghaturkan terima kasih kepada Thai Kek Couwsu? Tidak ada seorang ahli silat yang tidak akan tertarik untuk membaca kitab peninggalan seorang sakti! Maka diapun lalu bangkit dan menghampiri meja itu, dengan hati-hati sekali mengambil kitab dari atas meja. Tiba-tiba terdengar suara berkerotokan dan rangka itu runtuh dari atas kursi mengeluarkan suara hiruk-pikuk! Keng Hong cepat meloncat ke samping, wajahnya pucat saking kagetnya. Akan tetapi dia segera mengerti bahwa tulang-tulang itu tentu runtuh karena sedikit pergerakan saja, karena memang tidak ada penyambungannya lagi. Kalau rangka itu asih dapat duduk sekian lamanya, hal ini adalah karena cara "duduk" tulang-tulang yang merupakan rangka itu amat tepat, sesuai dengan cara duduk bersamadhi yang dinamakan "keseimbangan". Ia makin kagum dan meletakkan kitab di atas meja untuk cepat menyempurnakan sisa-sisa raga Thai Kek Couwsu dengan cara membakar tulang-tulangnya itu.

Tulang-tulang itu sudah sedemikan keringnya sehingga mudah sekali dimakan api, dan sebentar saja raga pendiri Kun-lun-pai itu telah menjadi abu. Keng Hong mengumpulkan abu ini dan menaburkannya melalui jurang di ujung lorong yang dihuni burung-burung walet. Abu tipis beterbangan tertiup angin memenuhi udara dan menjadi satu dengan alam di sekelilingnya! Keng Hong segera kembali lagi ke kamar rangka itu dan begitu mengambil kitab di atas meja, kini tampaklah huruf-huruf terukir di permukaan meja seperti digurat-gurat benda tajam. Huruf-huruf ini berbeda dengan gaya tulisan Sin-jiu Kiam-ong, maka dia menduga bahwa ini tentulah tulisan Thai Kek Couwsu. Dengan hormat dia membaca huruf-huruf terukir itu.

"Thai-kek Sin-kun ditinggalkan untuk dia yang berjodoh memasuki tempat ini dan diharapkan dia suka menjadi ketua Kun-lun-pai."

Keng Hong mengerutkan keningnya dan belum berani membuka kitab yang pada kulit luarnya tertulis namanya: THAI KEK SIN KUN. Ah, kini mengertilah dia akan maksud huruf-huruf di lantai, yang ditulis oleh Sin-jiu Kiam-ong. Tentu gurunya itu telah masuk kekamar ini dan mempelajari isi kitab maka dia menghaturkan terima kasih, kemudian minta maaf karena tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai seperti yang diharapkan oleh Thai Kek Couwsu. Dia sendiri pun telah masuk ke kamar ini, dan hal itu merupakan jodoh baginya, membuat dia berhak memiliki kitab.

Adapun tentang menjadi ketua Kun-lun-pai , dia sama sekali tidak mengkehendakinya seperti diharapkan pencipta kitab ini. Biarlah seperti suhu kupelajari kitab ini dan kelak akan kuserahkan kitab ini kepada ketua Kun-lun-pai, pikirnya.

Demikianlah, lupa bahwa agaknya tidak ada harapan lagi baginya untuk keluar dari tempat itu, Keng Hong mengambil kitab kemudian meneliti keadaan kamar itu. Ia melihat sebuah peti hitam di sudut dan ketika peti itu dibukanya didalamnya penuh dengan pakaian-pakaian sutera putih dan kitab-kitab tentang Agama To! Sudah banyak dia membaca kitab-kitab Agama To ketika menjadi kacung di Kun-lun-pai, dan tentang pakaian itu, dia merasa berterima kasih sekali karena memang dia amat membutuhkan pakaian sebagai pengganti pakaiannya yang sudah empat tahun tidak diganti, dan kini robek-robek ketika dia berjuang melawan maut di tambang tadi.

Setelah makan dan minum untuk memulihkan tenaganya. Terkejut dan giranglah hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa kitab tebal ini terisi petunjuk-petunjuk inti sari ilmu silat tinggi sekali, termasuk petunjuk tentang penggunaan sinkang, ilmu silat tangan kosong dan ilmu silat pedang yang berdasarkan ilmu sakti Thai -kek Sin-kun!

Baru sekarang dia mengerti bahwa kesaktian gurunya sebagian besar disempurnakan oleh isi kitab ini dan dia dapat menduga mengapa gurunya tidak menurunkan ilmu ini kepadanya. Tiada lain adalah karena gurunya merasa tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai maka tidaklah berhak untuk menurunkan ilmu itu kepada orang lain. Diam-diam dia kagum sekali kepada gurunya yang biarpun merupakan seorang petualangan, namun sesungguhnya memiliki jiwa gagah perkasa yang tidak sudi melanggar janji tak tertulis tak terucapkan antara dia dan Thai Kek Couwsu!

"Teecu pun bersumpah takkan memperlihatkan kitab ini atau memberitahukan isinya kepada orang lain kecuali ketua Kun-lun-pai," demikian bisik hati Keng Hong dan mulailah dia membaca kitab itu penuh perhatian. Mulailah dia berlatih dengan tekun sekali dan dengan girang dia mendapat kenyataan bahwa semua yang telah dipelajarinya, baik dari mendiang suhunya maupun tambahan-tambahan yang dia dapat dari pelbagai kitab pusaka peninggalan gurunya yang dia bacakan kepada Cui Im, inti sarinya termuat dalam kitab ini, maka semua ilmu itu dapat disempurnakan. Lebih gembira lagi hatinya ketika mendapatkan petunjuk tentang cara untuk menguasai tenaga sinkang dan di bagian akhir kitab itu dia menemukan cara untuk menguasai tenaga sedot dari sinkangnya! Tanpa disengaja karena terciptanya tenaga sedot di tubuhnya memang merupakan suatu kebetulan yang tidak disengaja oleh gurunya maupun olehnya sendiri, kini Keng Hong telah menguasai ilmu yang dianggap sudah musnah dari dunia kang-ouw, yaitu ilmu mujijat Thi-khi-I-beng !

Lam-hai sin-ni yang mempelajari ilmu ini sampai belasan, bahkan puluhan tahun hanya dapat mengusai kulitnya saja, hanya berhasil menggunakan tenaga mujijat ini sepersepuluh bagian saja! Akan tetapi Keng Hong, dengan petunjuk kitab pusaka Thai-kek Sin-kun, dapat mengusai seluruhnya. Bagi orang yang tidak memiliki sinkang yang menciptakan daya sedot, betapapun saktinya orang itu seperti Sin-jiu Kiam-ong sekalipun, tidak dapat memiliki Thi-khi-I-beng biarpun telah membaca kitab peninggalan Thai Kek Couwsu ini.

Setahun lamanya Keng Hong melatih diri menurut petunjuk kitab itu dan kini di luar kesadarannya sendiri, dia telah memperoleh kemajuan yang jauh melampaui yang diperoleh Cui Im selama berlatih empat tahun! Setelah dia mempelajai kitab sampai habis dalam waktu setahun, mulailah dia merenung dan sering kali dia duduk di tepi jurang, memandang jarak yang didudukinya dan tepi jurang di seberang yang kini amat sunyi, tidak lagi terdengar suara ketawa Cui Im, tidak lagi tampak berkelebatnya bayangan merah pakaian gadis cantik dan genit itu. Ia mengerutkan keningnya kalau membayangkan betapa kini semua pusaka dibawa lari Cui Im, terutama sekali kalau membayangkan betapa gadis itu tentu akan melakukan perbuatan-perbuatan yang luar biasa sehingga menggegerkan dunia kang-ouw.

Betapa mungkin keluar dari tempat ini? Menyeberang ke sana tanpa jembatan, merupakan hal yang amat sukar.

***


lanjut ke Jilid 032-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar