Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 30

Pedang Kayu Harum Jilid 030

<--kembali

"Kalau ku dapatkan bocah itu, akan kuganyangkan dagingnya, ku minum darahnya dan ku hancurkan kepalanya!" Pak-san kwi-ong berkata dengan nada marah sekali. Pat-jiu Sian-ong juga marah dan kecewa, akan tetapi sesuai dengan sifatnya , dia tersenyum dan berkata halus, " Sayang sekali, kembali Kun-lun-pai yang menjadi korban. Kalau dunia kang-ouw mendengar akan hal ini, siapakah yang tidak akan timbul persangkaan bahwa bocah itu sengaja disembunyikan oleh Kun-lun-pai?"

"Pat-jiu Sian -ong, hati-hati sedikit kalau bicara!" Kiang Tojin membentak, alisnya berkerut dan matanya mengeluarkan sinar berapi.

Pat-jiu Sian -ong tersenyum menyeringai dan matanya mengerling ke kanan kiri.

"Eh, apakah yang telah ku katakan? Aku tidak menuduh Kun-lun-pai, hanya menyatakan betapa mengherankan melihat bocah yang sudah terluka itu mendaki batu pedang kemudian lenyap tak berbekas sama sekali dari puncak sana. Kemanakah perginya? Terbangkah dia? Atau menghilang? Siapa dapat menjawab? Batu pedang bukanlah milik kami, bukan wilayah kami, tentu saja hanya Kun-lun-pai yang dapat mengetahui rahasianya. Sudahlah, selamat berpisah! Kwi-bo dan Kwi-ong, tidak pergi dari sini au menunggu apalagi sih?" Pat-jiu Sian-ong tertawa dan berkelebat pergi dan diikuti Ang-bin Kwi-bo dan Pak-san Kwi-ong.

Demikian pula para tokoh kang-ouw itu pergi seorang demi seorang meninggalkan puncak Kiam-kok-san dengan hati kecewa. Melihat sikap mereka, Kiang Tojin maklum bahwa omongan Pat-jiu Sian -ong tadi mendapatkan sasaran dan para tokoh itu biarpun sedikit, ada menaruh kecurigaan kepada Kun-lun-pai dan hal ini pasti akan tersiar luas!

Setelah mereka semua pergi, Kiang Tojin berkata kepada gurunya, "Suhu, amatlah mengherankan bagaimana Keng Hong dapat lenyap dari puncak sana. Dapatkah Suhu memberi ijin kalau teecu meninjau ke puncak dan melihat apakah sebetulnya yang terjadi di sana?"

"Suhu, teecu juga hendak ikut!" kata Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin hampir berbareng. Thian Seng Cinjin menghela napas panjang.

"Semoga arwah sucouw sudi mengampuni kita yang membiarkan orang mengotori Kiam-kok-san. Pergi dan lihat lah, apa yang telah terjadi dan kemana perginya murid Sin-jiu Kiam-ong. Ah, Sie-taihiap, masih belum cukup banyakkah kami membalas budi kebaikanmu terhadap Kun-lun-pai?"

Kiang Tojin dan dua orang sutenya itu cepat menggunakan ginkang mereka mendaki batu pedang. Mereka yang belum pernah mendaki batu tinggi ini, melakukannya dengan hati-hati sekali dan dengan perasaan penuh hormat kepada tempat yang dianggap keramat ini.

Kiang Tojin terheran-heran setelah tiba di atas menyaksikan permukaan batu pedang yang sudah rata dan rusak bekas amukan tokoh kang-ouw tadi, terheran memikirkan bagaimana Keng Hong dapat melepaskan diri dari ancaman orang-orang sakti tadi?

Tidak ada jalan keluar kecuali dari tempat yang dinaikinya tadi. Dari atas tampak jelas betapa sisi -sisi lain dari batu pedang itu tidak mungkin dituruni orang karena tegak lurus dan licin. Jangan-jangan anak itu putus harapan dan meloncat turun, pikirnya. Kiang Tojin adalah seorang tokoh besar yang sudah mengalami segala macam peristiwa, akan tetapi memikirkan kemungkinan bahwa Keng Hong meloncat turun dari tempat setinggi itu, dia bergidik. Kalau hal mengerikan ini dilakukan Keng Hong dan tubuh pemuda itu terbanting ke bawah, kiranya tidak akan ada sisanya dan hancur lebur sebelum mencapai tanah, dihunjam dan dikerat permukaaan batu yang runcing dan tajam.

Betapapun ketiga orang tosu itu mencari-cari, tidak ada bekas-bekas Keng Hong dan terpaksa mereka lalu turun kembali melaporkan kepada Thian Seng Cinjin yang menghela napas dan berkata.

"Hanya Thian yang mengetahui apa yang telah terjadi denngan murid Sin-jiu Kiam-ong itu. Masih baik bahwa tidak terjadi pertempuran dan banjir darah. Mudah-mudahan saja urusan mengenai peninggalan Sin-jiu Kiam-ong akan habis sampai di sini saja." Akan tetapi benarkah akan terjadi seperti yang diharapkan ketua Kun-lun-pai? Jauh daripada itu. Cia Keng Hong masih hidup dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ternyata masih utuh dan dapat ditemukan Keng Hong. Lebih hebat lagi, tanpa dikehendakinya, Keng Hong terpaksa mengajak Ang-kiam Tok-sian-li memasuki tempat rahasia penyimpanan pusaka-pusaka itu dan kini Bhe Cui Im, gadis murid lam-hai Sin-ni itu telah melarikan beberapa buah kitab yang dipilihnya dari kumpulan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong!

"Cui Im..!" Keng Hong berteriak-teriak sambil berjalan terus setelah menanti beberapa lama mendengar suara batu-batu pecah dan gempur tanpa dapat menduga apa yang sesungguhnya telah terjadi. Terowongan itu amat panjang dan makin lama makin gelap.

"Cui Im!"

Akhirnya tampak cahaya terang dan terowongan itu berakhir, akan tetapi Keng Hong berdiri terbelalak di ujung terowongan memandang ke depan. Kiranya jalan terowongan itu berakhir di pinggir sebuah celah yang amat lebar,dan disebelah celah atau jurang itu tampak Cui Im berdiri sambil tersenyum menertawakannya!

"Cui Im...!" Keng Hong berseru memanggil dengan nada suara marah,. Apa yang telah kaulakukan? Kembalikan kitab-kitab peninggalan suhu yang kau curi!"

"Hi-hi-hik, Keng Hong yang ganteng, kaupikirkan dulu baik-baik sebelum memaki orang karena ucapanmu itu sama saja dengan maling teriak maling!" Gadis berpakaian merah itu mengangkat tinggi-tinggi lima buah kitab kuno dengan kedua tangannya lalu melanjutkan kata-katanya.

"Tahukah engkau kitab-kitab apa yang kupegang ini? Ang dua buah adalah kitab-kitab Seng-to-ci-keng dan I-kiong-hoan-hoat dari Siauw-lim-pai untuk pelajaran Iwekang dan menghimpun sinkang. Yang sebuah adalah kitab pelajaran ilmu pedang dari Go-bi-pai. Sebuah lagi kitab pelajaran ilmu ginkang, dan yang sebuah terakhir adalah kitab pelajaran ilmu silat tangan kosong yang hebat dan kalau tidak salah gubahan Sin-jiu Kiam-ong sendiri. Nah, di antara lima buah kitab, yang tiga buah adalah kitab curian. Sin-jiu Kiam-ong mencuri kitab, kalau sekarang kitabnya dicuri orang lain, bukankah sudah adil itu namanya?"

“Cui Im , jangan gila kau! Engkau sudah ku ajak masuk ke sini, mau mempelajari ilmu boleh saja, akan pergi jangan mencuri !" Dengan pandang matanya, Keng Hong mengukur dan dia terkejut sekali mendapatkan kenyataan bahwa tidaklah mungkin bagi seorang manusia untuk meloncati jarak antara dia dan Cui Im. Akan tetapi bagaimanakah gadis itu dapat berada di seberang? Agaknya dari jarak sejauh itu , Cui Im dapat menduga apa yang dipikirkan Keng Hong.

Ia tertawa, kemudian duduk di tepi jurang itu dengan suara mengejek.

“Hi-hi-hik, mau meloncat ke sini? Jangan mimpi, Keng Hong. Selain terlampau jauh, sekali kau terjatuh ke bawah, tubuhmu akan hancur lebur. Tidak mengerikankah? Sayang tubuhmu yang muda dan perkasa , wajahmu yang tampan. Hanya ada satu cara untuk menyeberang melewati jurang ini, yaitu melalui jembatan , dan jembatannya berada di tanganku!"

Keng Hong mendengus marah. Gadis ini membual. Mana mungkin jembatan bisa disimpan? "Kau tidak percaya? Inilah jembatannya, berada ditanganku. Kalau kuhendaki mudah saja aku menyeberang ke situ, akan tetapi engkau? Kecuali kalau di pundakmu keluar sayap dan dapat terbang, tak mungkin engkau dapat menyeberang ke sini!"

***
"Hemmm, engkau jahat dan curang, Cui Im! Akan tetapi, jangan kau mengira bahwa aku akan membiarkan saja engkau melarikan kitab-kitab itu," kata Keng Hong dan mengertilah dia bahwa di antara kedua tempat ini memang terdapat jembatan yang merupakan penghubung, yaitu yang terbuat daripada sehelai tambang yang kini sudah tergulung dan berada di tangan Cui Im. Tentu tambang itu tadinya terpasang melintang di atas jurang. Setelah menyeberang mempergunakan ginkangnya yang memang sudah mencapai tingkat tinggi, yaitu berjalan di atas tambang, gadis itu lalu melepaskannya dan menggulungnya, tentu ada cara melepaskan yang mudah dari seberang, mungkin kedua ujung tambang itu dipasangi kaitan dan karena kedua tempat itu terdiri dari batu-batu yang kasar dan runcing, mudahlah melemparkan kaitan ke seberang sehingga dapat tercipta jembatan tambang dan dengan menyendal-nyendal dapat pula kaitan di seberang dilepaskan.

"Hi-hi-hik, engkau mimpi, Keng Hong.Andaikata kelak engkau dapat mencariku, setelah aku mempelajari lima buah kitab ini, engkau akan bisa berbuat apakah terhadap aku? Pula , engkau tidak akan dapat bertahan lama bertahan di situ, tidak ada bahan makanan tidak ada air dan belum lagi diingat bahwa tokoh itu tentu akan mencarimu. Aku akan pergi meninggalkanmu di situ dan membawa kitab-kitab ini. Sudah ku periksa isinya dan kalau dapat berlatih selama lima tahun saja, di dunia ini tidak akan ada orang yang mampu melawanku!"

Keng Hong bukan seorang yang bodoh.Tidak, sebaliknya malah . Dia cerdik sekali dan pikirannya dapat dikerjakan secara cepat menarik kesimpulan-kesimpulan . Mengapa Cui I setelah mengambil jebatan tambang itu tidak lekas pergi malah menantinya di situ? Hanya untuk mengejek? Tak mungkin, seorang yang telah mendapatkan pusaka kitab-kitab yang diinginkan oleh seluruh tokoh kang-ouw tentu merasa terlalu tegang untuk main-main dan mengejek, tentu akan terus pergi melarikan diri dan cepat-cepat mempelajari isi kitab. Akan tetapi Cui Im menantinya di situ. Membual! Ya, gadis itu tentu sengaja membual unutk menutupi kelemahannya ia mengangguk-angguk dan berkata.

"Cui Im, siapa percaya bualanmu? Engkau menemui jalan buntu, tidak dapat meninggalkan tempat itu. Jalan keluar hanya melaui lorong ini dan kau terjebak di situ, tidak dapat terus dan tidak dapat kembali. Nah, katakan, apa kehendakmu dariku?"

Cui Im terperanjat sekali dan meloncat berdiri. "Eh,eh,eh, bagaimana kau bisa tahu?" Saking kaget dan herannya ia sampai tidak dapat menyimpan rahasianya lagi.

Keng Hong tersenyum. "Kalau ada jalan keluar di sebelah situ, tentu engkau takkan menanti hanya untuk bicara denganku. Engkau telah mencuri lima buah kitab dan mungkin dapat kau pelajari di situ sehingga engkau menjadi seorang sakti. Akan tetapi apa gunanya kalau kau tak dapat keluar, menjadi nenek-nenek dan mati kering di situ?"

"Aku akan menanti kesempatan, setelah kepandaianku meningkat, aku akan menggunakan jembatan tambang ini menyeberang ke situ dan membunuhmu!"

"Ha-ha-ha, bicara sih mudah. Akan tetapi boleh kau coba. Aku tidak bodoh, nona manis. Aku akan selalu waspada dan sekali saja tabang itu kau lontarkan ke sini, akan ku nanti sampai kau enyeberang di tengah-tengah, keudian tabang itu akan ku bikin putus sebelah sini. Wah, tentu lucu sekali melihat kau terbang ke bawah sana."

Cui Im membanting-banting kaki. "Keng Hong engkau manusia kejam!" Kemudian suaranya mengandung isak, ketika ia berkata lagi, "Engkau laki-laki yang tidak mengenal budi, tidak tahu dicinta orang! Setelah susah payah aku selalu membayangimu, melindungimu, menyatakan cinta kasihku dengan perbuatan, membiarkan diriku terancam bahaya, membebaskanmu dari tangan musuh-musuhmu, kau..kau..." Akan tetapi Cui Im segera teringat bahwa ia kelepas bicara, akan tetapi terlambat karena Keng Hong sudah meloncat berdiri dan muka pemuda itu menjadi merah sekali.

"Cui Im! Jadi...engkaulah orang nya...? Engkaukah yang selama ini membayangiku, membunuh murid wanita Hoa-san-pai, membunuh murid-murid Kong-thong-pai dengan racun? Engkaukah gerangan orangnya??"

Cui Im tidak dapat mundur kembali dan baginya sudah kepalang. Tidak perlu lagi kini merahasikan perbuatannya.

"Benar ! Akulah orangnya yang melakukan itu semua! Demi cintaku kepadamu, Keng Hong, dengarkah engkau? Demi cintaku kepadau, bukan cinta seperti yang pernah ku rasakan terhadap pria manapun juga. Aku cinta kepadamu, akan tetapi engkau buta!"

Jantung Keng Hong berdebar keras. "Jadi engkau yang membunuh Sim Ciang Bi, membunuh murid-murid wanita Kong-thong-pai pula? Mengapa ?"

"Tentu saja! Mereka itu berani merayumu, bermain cinta denganmu. Ahhh, betapa sakit hatiku, hampir gila oleh cemburu. Kalau tidak sebesar ini cintaku kepadamu, tentu engkau pun sudah ku bunuh pula!"

"Dan ... ketika malam gelap itu..yang datang kepadaku, merayuku penuh cinta kasih.. Engkau pulakah itu?"

Cui Im tertawa genit. "Hi-hi-hik, benar aku! Masa engkau tidak mengenal aku? Biarpun aku tidak bicara banyak , apakah engkau tidak mengenal suaraku, tidak mengenal kesedapan keringatku? Hi-hi-hik!"

"Cui Im… ! Kenapa kau lakukan itu?"

"Kenapa? Karena kau selalu menolakku dan aku sudah amat cinta kepadau. Hatiku perih sekali harus berpura-pura seperti itu..." "Bukan itu maksudku ! Kenapa engkau mengenakan pakaian putih, menggunakan senjata rahasia dan senjata-senjata Biauw Eng? Mengapa engkau menyambar sebagai Biauw Eng ?"

"Kenapa? Ah. Biar dia rasakan ! Sumoi berani sekali merampas engkau dari tanganku! Berani dia berlancang mulut menyatakan cinta kasihnya kepadamu, padahal biasanya sumoi menganggap cinta sebagai sebuah pantangan besar! Panas hatiku, dan biar dia tahu rasa, berani merebut cinta kasih kasih sucinya!"

Kedua telinga Keng Hong terasa panas dan andai kata Cui Im berada di depannya tentu sudah ditamparnya perempuan itu. Akan tetapi dia menekan kemarahannya dan hatinya menjadi girang sekali. Girang, terharu dan menyesal . Girang karena kini dia mendapat kenyataan bahwa Biauw Eng bukanlah wanita jahat seperti yang diduganya. Biauw Eng suci dan bersih. Terharu karena teringat betapa Biauw Eng melindunginya mati-matian, bahkan mengakui segala perbuatan yang dituduhkan olehnya dengan dasar membela dan melindunginya. Betapa besar dan murni cinta kasih gadis itu kepadanya! Cinta yang amat mengharukan, apalagi kalau dia teringat bahwa gadis itu adalah puteri suhunya! Dan dia menyesal, ia menyesal kepada diri sendiri sehingga mau rasanya dia menampari mukanya sendiri kalau teringat betapa dia menjatuhkan fitnah-fitnah keji terhadap gadis itu, bahkan menangkapnya untuk dibunuh oleh para tokoh kang-ouw.

"Cui Im ... mengapa engkau sendiri sekeji itu?" tanyanya dengan suara perlahan.

"Keji apa? Mereka yang keji, dan sumoi yang bersalah kepadaku. Demi cintaku kepadamu, aku rela melakukan apa juga. Bahkan sekarang ini aku rela pula mengalah kepadamu, aku ingin berdamai denganmu, Keng Hong."

***

Keng Hong menahan kemarahannya. Dalam keadaan seperti ini, dia harus bersabar . Wanita ini berbahaya sekali, selain lihai ilmunya, juga amat cerdik dan banyak akalnya. "Cui Im, engkau pandai membual. Engkau sudah terjebak di tempat itu, maka engkau sengaja hendak membujukku,bukan?"

"Manusia sombong, keras kepal engkau! Memang , disini tidak ada jalan keluarnya, akan tetapi setelah kepandaianku meningkat, kiranya tidak sukar mencari jalan keluar, atau kalau perlu menyerbumu ke situ! Bukan karena itu, dan jangan mengira kalau aku akan minta-minta kepadamu. Tidak , biarpun aku terjebak di sini, engkau pun terjebak di situ dan keadaanmu lebih buruk lagi. Engkau tahu? Di sini terdapat persediaan makanan yang akan cukup dimakan sampai bertahun-tahun. Terdapat roti-roti gandum kering yang asin, yang tidak rusak di simpan bertahun-tahun, apalagi disimpan di dalam kamar yang rapat sekali. Di sini terdapat air jernih karena air kali kecil itu lewat di bagian sini. Dan di akhir terowongan menjadi tempat bersarangnya ratusan ribu burung sehingga aku dapat makan telur burung atau menangkap dan makan dagingnya.Sedangkan engkau di situ akan makan dan minum apa? Mencari makan dengan menuruni batu pedang sama saja dengan menyerahkan diri kepada para tosu Kun-lun-pai. Nah, katakan, siapa yang terjebak? Engkau amat membutuhkan aku, atau lebih tepat, tempat ini dan aku. Aku amat membutuhkan engkau untuk membacakan dan menuntun aku mempelajari kitab-kitab ilmu silat..."

"Heeeee? Engkau buta huruf?"

Merah wajah Cui Im. "Buta sama sekali sih tidak. Kalau hanya membaca dan menulis surat-surat cinta saja aku bisa. Akan tetapi, kitab-kitab ini... terutama sekali kitab dari Siauw -lim-pai, tulisannya seperti cakar bebek dan bahasanya amat kuno, menggunakan sajak-sajak yang sukar dimengerti. Marilah kita berdamai dan saling membantu. Kita berdua dapat dapat hidup di sini mempelajari ilmu dan kelak kita menjadi jago-jago nomor satu di dunia ini, apakah tidak senang dan nikmat?"

Keng Hong mengerutkan keningnya. Biarpun amat menggemaskan hatinya, namun harus dia akui bahwa ucapan Cui Im ada benarnya. Kalau memang ransum makanan dan air minum berada di seberang sana, sudah tentu dia amat membutuhkannya. Dan gadis itu juga membutuhkan dia untuk membaca kitab-kitab ilu. Hemmmmm, dengan demikian, tentu saja dalam mempelajari ilmu-ilmu berdua, dia akan lebih menang karena lebih dulu membaca dan mudah saja untuk melewati bagian-bagian penting sehingga tingkat Cui Im akan tetap berada di bawahnya. Dengan demikian ,kelak akan mudahlah menundukkan gadis ini kalau menjadi liar dan jahat. Tidak ada jalan pada saat seperti ini.

"Baiklah Cui Im, Tidak ada jalan lain bagi kita berdua selain berdaai dan bekerja sama. Nah, lontarkan ujung tambang itu agar jembatan tambang selalu terbentang!"

"Hi-hi-hik, nanti dulu Keng Hong."

"Ada apa lagi? Jangan engkau main-main, Cui Im."

"Bukan aku yang main-main, melainkan aku khawatir kalu engkau yang akan main-main. Lebih dulu bersumpahlah engkau , Keng Hong, baru aku mau bekerja sama denganmu. Siapa tahu engkau menipuku seperti engkau memberikan Siang-bhok-kiam palsu, hi-hi-hik!" Keng Hong mendongkol sekali. Gadis ini terlalu cerdik, dia harus berhati-hati. Hanya ada satu harapannya, yaitu bahwa Cui Im agaknya benar-benar memcintainya sehingga dia tidak khawatir gadis itu akan tega mencelakainya. Pula, kalau dipikir secara mendalam, amatlah merugikan kalau kitab-kitab peninggalan suhunya itu dibawa pergi oleh Cui Im yang tentu minta bantuan orang-orang lain untuk membacakannya. Dengan demikian, isi kitab-kitab itu akan diketahui orang ke tiga. Lebih baik dia sendiri yang membacakannya daripada orang lain!

"Baiklah, Cui Im. Kalau engkau kurang percaya kepadaku, aku akan bersumpah. Harus bersumpah bagaimana?"

"Berlututlah dan bersumpahlah demi nama suhumu, Sin-jiu Kiam-ong!"

Keng Hong terkejut dan ingin membantah, akan tetapi dia sudah mengenal watak Cui Im

Yang keras dan dalam persoalan ereka sekarang ini, kedudukannyalah yang lebih lemah dan tidak menguntungkan. Ia hanya menghela napas panjang untuk bersumpah saja, asal dia memegang sumpahnya, menggunakan nama suhunya juga tidak mengapa. Maka dia lalu berlutut dan mengucapkan kata-kata yang dikehendaki Cui Im.

"Teecu bersumpah demi nama suhu Sin-jiu kiam-ong.."

"Pertama, engkau tidak akan membunuhku!"

“….bahwa teecu tidak akan membunuh Ang-kiam Tok-sian-li Bhe Cui Im"

"Kedua, bahwa engkau akan membacakan kitab-kitab ilmu silat dengan sebenarnya dan tidak menipuku!"

Celaka ,pikir Keng Hong dalam hatinya. Gadis ini cerdik bukan main! Terpaksa dia mengucapkan kata-kata menurut kehendak Cui Im , "... Bahwa teecu akan membacakan kitab-kitab ilmu silat dengan sebenarnya dan tidak menipunya..."

"Ke tiga, bahwa engkau akan menerima aku belajar sambil selesai dan tidak menghalangi bila sewaktu-waktu aku menghentikan pelajaran dan keluar dari tempat ini!" Keng Hong meniru ucapan itu dan hatinya lega ketika Cui Im menyatakan sudah cukup puas. Cepat dia bangkit berdiri dan berkata dengan wajah dan berseri, "Cui Im, lontarkan tabang itu dan aku ingin meninjau tempat di seberang situ!"

Cui Im menjadi heran mengapa Keng Hong kelihatan demikian gembira setelah bersumpah. Akan tetapi dia percaya bahwa seorang pemuda seperti Keng Hong ini sekali bersumpah, apalagi demi nama gurunya, sampai mati pun tidak akan sudi melanggar sumpahnya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia lalu melontarkan ujung tambang yang ada besi kaitannya ke seberang.

Tepat seperti dugaannya tadi, besi kaitan itu melayang dan mengait batu di seberang sana Cui Im mengait ujung yang satu lagi pada batu di sana. Akan tetapi Keng Hong memeriksa lagi kaitannya, dan setelah mendapat kenyataan bhawa besi itu mengait baik-baik dan kuat-kuat, dia lalu meloncat ke atas tambang dan berlari diatas tambang menuju ke seberang. Diam-diam dia kagum kepada Cui Im. Tadinya gadis itu merasa ngeri ketika mendaki batu pedang, akan tetapi begitu mendapat kitab-kitab itu, gadis itu tidak merasa ngeri untuk berjalan di atas jembatan tabang yang lebih mengerikan lagi.

Begitu dia meloncat di daratan seberang, Cui Im menyambutnya dengan bibir mencari-cari bibirnya. Akan tetapi Keng Hong menghindarkan mukanya dan dengan halus mendorong pundak Cui Im.

"Keng Hong, mengapa? Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik?"

"Cui Im, kita bersahabat untuk saling membantu dalam mengejar ilmu disini, dan tentang cinta, ingat, tidak ada disebut-sebut dalam sumpahku tadi!"

Kini mengerilah Cui Im mengapa tadi sehabis bersumpah pemuda itu kelihatan lega dan girang. Kiranya dia lupa memasukkan "acara" dan syarat ini ke dalam sumpah itu. Ia menyesal sekali dan mukanya cemberut.

***

lanjut ke Jilid 031-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar