Rabu, 12 Februari 2014

Pedang Kayu Harum 103

Pedang Kayu Harum Jilid 103

<--kembali

"Nah, itulah cinta kasih yang murni, bebas dari kepentingan sang aku! Andaikata terbukti bahwa isteri Sicu mencinta orang lain, andaikata isteri Sicu merasa berbahagia untuk hidup berdampingan dengan laki-laki lain, maka cinta kasih murni di hati tidak akan terluka, tentu Sicu, dengan dasar cinta kasih yang ingin melihat kebahagiaan isteri Sicu itu, akan mengalah dan membiarkan isteri Sicu berbahagia! Akan tetapi, Sicu menjadi cemburu. Mengapa? Karena cinta kasih Sicu telah dipalsu dan dikotori oleh sang aku palsu itulah! Maka timbullah kemarahan karena Sicu yang diganggu, Sicu yang dirugikan, isteri Sicu, milik Sicu, yang hendak direbut orang. Jadi, perasaan cemburu, sakit hati dan marah itu timbul bukan demi cinta kasih terhadap isteri Sicu, melainkan demi cinta diri, demi cinta yang berkedok sang aku. Mengertikah, Sicu?"

"Ohhhhh........! Betapa bodohnya aku...........! Dan betapa murni cinta kasih Yan Cu yang rela hendak mengorbankan nyawa demi kebahagiaanku, suaminya yang tidak berharga ini......." Cong San mengeluh dan merangkul isterinya yang masih menyusui puteranya.

"Cinta kasih murni tidak mengenal cacad, berharga atau tidak, pendeknya, cinta kasih murni tidak membuat penilaian!" kakek itu berkata lagi dengan mata setengah terpejam. "Lihatlah cinta kasih Tuhan kepada manusia dan segala mahluk. Sinar matahari diberikanNya kepada siapapun juga, baik pengemis maupun hartawan, pencuri maupun pendeta, dari semut sampai gajah, sinar matahari itu adalah curahan kasih suci yang bebas dari penilaian. Itulah cinta kasih murni! Lihatlah cinta kasih ibu terhadap anaknya, dari semua makhluk! Tiada penilaian apakah anaknya itu baik ataukah buruk, cinta kasih seorang ibu tetap takkan berubah! Itulah cinta kasih murni manusia, Aaahhh, pinceng telah terlalu banyak bicara, pinceng telah melaksanakan pesan Tiong Pek Hosiang mengembalikan anak-anak kalian. Selamat tinggal dan semoga kalian memperoleh kesadaran." Kakek itu bersama Thian Lee Hwesio meninggalkan hutan, berjalan dengan langkah lebar tanpa menoleh ke kanan kiri.

Keng Hong dan Biauw Eng saling pandang, demikian pula Cong San dan Yan Cu. Biarpun kata-kata Thian Kek Hwesio itu hanya sederhana saja, namun mereka merasa terpesona dan terbuka mata batin mereka, merasa ngeri kalau mengingat kembali perbuatan mereka yang sudah lalu.

"Semoga anak-anak kita akan menjadi manusia-manusia yang lebih sadar daripada kita," Keng Hong berbisik.

"Semoga demikian.........." Cong San menyambung.

"Dan semoga seluruh manusia di dunia ini, bersama-sama saya, akan suka belajar mengenal diri sendiri, sedikit demi sedikit menggosok bersih debu-debu nafsu yang mengeruhkan dan menjadi penghalang dari SINAR API yang berada dalam diri sendiri manusia, sehingga sinar itu akan menyorot keluar dan menerangi dunia, mendatangkan suasana DAMAI penuh KASIH dalam penghidupan manusia," demikian berkata pengarang sebagai penutup cerita "Pedang Kayu Harum" ini.

( TAMAT )

Selanjutnya-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar