Sabtu, 25 Januari 2014

Kisah Si Bangau Putih Jilid 50.

Kisah si Bangau Putih Jilid 50

bedak tebal sehingga tidak nampak, aku tahu bahwa ia menjadi terkejut, pucat dan matanya membayangkan kedukaan yang mendalam, suaranya juga menjadi lain, menggetar penuh keharuan. Tidak perlu membohongi aku lagi, ada hubungan. istimewa apakah antara kalian?”
“Baiklah, Siang Cun, kalau memang engkau ingin sekali mengetahui, aku pun akan berterus terang saja. Memang tidak dapat kusangkal bahwa dahulu ada pertalian batin antara kami. Kami saling mencinta walaupun kami tidak pernah menyatakan hal itu dengan kata-kata. Ketahuilah bahwa Hong Li adalah putera suhengku, oleh karena itu kami mengetahui bahwa tidak mungkin menjadi suami isteri. Karena itu, maka aku lalu pergi meninggalkannya, merantau bersama muridku dan aku tiba di Lu-jiang, terlibat dalam urusan antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang. Sungguh mati, tidak ada hubungan yang buruk dan cemar di antara kami.”
Siang Cun mendengarkan dengan muka berubah agak pucat.
“Jadi.... jadi itukah sebabnya?” katanya, seperti kepada diri sendiri.
“Apa maksudmu? Sebab apa?”
“Jadi selama ini, hatimu telah dimiliki orang lain, engkau selama ini tak pernah berhenti mencintanya? Ah, kalau saja aku tahu....“ Siang Cun mulai menangis. “pantas kau.... kau yang menjadi suamiku tidak pernah mencintaku....!”
Sin Hong terkejut dan menyentuh lengan isterinya.
“Jangan bicara seperti itu, isteriku. Apakah selama menjadi suamimu aku pernah menyakiti hatimu? Bukankan aku selalu berusaha untuk menjadi seorang suami yang baik? Aku selalu setia, aku membantu pekerjaan ayahmu, aku tidak pernah bersikap kasar padamu, aku....“
“Aku tahu! Akan tetapi semua itu palsu, hanya pura-pura. Keramahan dan kemesraan yang dibuat-buat. Palsu! Engkau tidak pernah cinta padaku! Siang Cun menangis dan merebahkan kepalanya di atas meja dalam kamar hotel itu, menyembunyikan muka di dalam lingkaran lengannya.
Sin Hong memandang kepala isterinya itu dengan bingung. Dia seorang laki-laki yang belum berpengalaman sehingga dia tidak dapat menyelami hati wanita, tidak mengenal watak wanita pada umumnya, wanita selalu haus akan kasih sayang orang lain, terutama kasih sayang pria. Tidak ada kepedihan hati yang lebih hebat bagi seorang wanita daripada merasa tidak dicinta pria! Apalagi bagi seorang isteri! Yang didambakannya hanyalah kasih sayang suaminya, kasih sayang yang kadang-kadang harus diperlihatkan melalui pemanjaan!
“Kalau memang tidak pernah cinta kepadaku, kenapa engkau dahulu suka menjadi suamiku? Ah, engkau hanya ingin menyiksa hatiku, ingin membuat aku sengsara!”
Kembali Siang Cun berkata sambil menangis. Sin Hong menjadi semakin penasaran ketika diungkit-ungkit masa lalu itu.
“Siang Cun, engkau sungguh bersikap tidak adil sama sekali!” katanya dan walaupun suaranya masih lembut dan tenang, namun hatinya mulai panas. “Lupakah engkau akan keadaanmu dahulu? Engkau hendak membunuh diri kalau tidak kuperisteri, karena merasa malu dan untuk menghapus aib aku harus menjadi suamimu. Aku kasihan kepadamu, kepada orang tuamu, dan aku melihat engkau seorang calon isteri yang baik, aku melihat Ngo-heng Bu-koan sebuah tempat dan lingkungan yang baik untuk muridku. Karena itu aku menerima usul ayahmu dan aku menjadi suamimu. Aku sudah berusaha untuk memupuk cinta kasih antara kita. Akan tetapi bagaimana mungkin berhasil kalau dari pihakmu tidak ada bantuan? Engkau sendiri tidak cinta padaku, Siang Cun.”
Tiba-tiba wanita itu mengangkat mukanya dan muka itu basah air mata, kedua matanya merah. “Tidak cinta kau bilang? Aku sudah menyerahkan kehormatanku, seluruh diriku, melayanimu tanpa mengeluh, dan kau bilang aku tidak cinta padamu?” Siang Cun enangis lagi dan Sin Hong termenung. Jadi begitukah pendapat isterinya? Karena sudah menyerahkan diri kepadanya, melayaninya, itu bukti bahwa isterinya mencintanya? Dia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang isterinya melalui penyerahan diri itu.
Isterinya melakukan hal itu hanya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri terhadap suami, lain tidak. Tidak ada kasih sayang terkandung dalam pandang matanya, dalam suaranya, atau dalam sentuhan tangannya. Agar tidak mendatangkan percekcokan dan pertengkaran, dia pun diam saja dan selanjutnya perjalanan pulang itu dilakukan tanpa kata-kata antara mereka, hanya bicara kalau perlu saja dan selebihnya hanya geleng atau angguk!
Setelah mereka berdua tiba di Lu-jiang, mulai saat itu terdapat suatu keretakan atau kerenggangan di antara mereka. Mulailah keduanya merasa tersiksa. Terjadi semacam perang dingin diantara mereka, tidak saling menegur dan hanya bicara seperlunya saja.
Tidur pun saling membelakangi, bahkan akhirnya karena tidak tahan menghadapi keadaan seperti itu, Sin Hong tidur di atas lantai, membiarkan isterinya tidur sendiri di atas pembaringan mereka. Akan tetapi di luar kamar, terutama di depan Bhe Gun Ek dan isterinya, suami isteri ini memaksa diri bersandiwara dan bersikap biasa saja. Biarpun demikian, Bhe Kauwsu dan isterinya dapat melihat perubahan sikap mereka dan menduga bahwa tentu ada sesuatu yang mengganggu keakraban puteri dan mantu mereka itu.
Kunjungan Ciang Kun, bekas murid Bhe Kauwsu, mendatangkan kegembiraan pada Siang Cun. Wanita muda ini menyambut suhengnya dengan sikap gembira dan akrab sekali, dan sebaliknya Ciang Kun juga jelas memancarkan sinar kasih sayang dan berahi dalam pandang matanya terhadap sumoinya itu. Hal ini nampak jelas oleh Sin Hong, akan tetapi dia diam saja dan pura-pura tidak tahu akan hal ini, bersikap wajar terhadap Ciang Kun. Akan tetapi, kunjungan Ciang Kun ini makin memperlebar jurang pemisah antara suami isteri muda yang belum ada setahun menjadi suami isteri itu, dan membuat Sin Hong makin sering melamun seorang diri.
“Suhu, kenapa Suhu kelihatan berduka selalu selama beberapa hari ini? Apalagi semenjak Suhu pulang dari menghadiri pernikahan enci Hong Li, Suhu nampak semakin berduka saja dan banyak melamun. Ada urusan apakah, Suhu?”
Sin Hong memaksa diri, tersenyum. Dia tidak heran melihat ketajaman mata muridnya dan keberanian muridnya bertanya kepadanya. Muridnya ini memang lebih pantas menjadi adiknya atau keluarga yang amat dekat, yang amat sayang kepadanya, juga amat setia dan berbakti.
“Tidak ada apa-apa, Yo Han. Ini urusan orang dewasa, keberitahu pun engkau tidak akan mengerti.”
Anak itu mengamati wajah gurunya beberapa lamanya. Dia amat hafal akan wajah gurunya yang selalu diterangi kelembutan itu, maka dia melihat perubahan yang amat besar pada wajah itu. Kini gurunya nampak seperti orang yang berduka, ada garis-garis di sekeliling kedua matanya dan kerut merut di antara kedua alisnya. Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada gurunya.
“Suhu, apakah ada sesuatu yang buruk antara Suhu dan Subo?”
Sin Hong terkejut dan dengan alis berkerut dia memandang muridnya.
“Yo Han! Omongan apa yang kaukeluarkan itu? Jangan sembarangan bicara kau! Berani kau mengatakan begitu tentang subomu (ibu gurumu)?” Biarpun berlawanan dengan suara hatinya, Sin Hong terpaksa membentak dan menegur muridnya karena sikapnya ini memang sudah sepatutnya dan Yo Han terlalu berani bicara.
“Suhu, teecu tidak bicara ngawur atau sembarangan saja, melainkan dengan alasan kuat, dan teecu bukan sekedar ingin tahu, melainkan teecu ingin sedapat mungkin membantu Suhu mengatasi kedukaan Suhu. Tadi Suhu mengatakan bahwa urusan itu adalah urusan orang dewasa, berarti Suhu mempunyai masalah dengan mertua atau dengan isteri. Akan tetapi mengingat bahwa Suhu baru saja pergi ke undangan pernikahan puteri supek di Pao-teng bersama Subo, dan mengingat pula akan hubungan cinta antara Suhu dan enci Hong Li dahulu maka teecu menduga bahwa tentu ada sesuatu yang buruk terjadi antara Suhu dan Subo. Suhu adalah seorang yang bijaksana dan gagah, mengapa Suhu harus tenggelam dalam kedukaan dan tidak bertindak mengatasi semua masalah sehingga beres?”
Sin Hong diam-diam terkejut dan juga kagum. Muridnya ini memang memiliki kecerdikan yang luar biasa dan jalan pikirannya sudah demikian dewasa. Apakah hal ini karena gemblengan keadaan hidupnya yang penuh derita, ataukah memang pembawaan yang dibawa sejak lahir, dia tidak tahu. Dia menarik napas panjang, tidak jadi marah mengingat bahwa kelancangan muridnya ini terdorong oleh rasa cintanya kepadanya, keinginannya untuk membantu.
“Sudahlah, Yo Han. Urusanku ini tidak dapat kuceritakan kepada siapapun juga, apalagi kepada engkau yang masih kecil. Engkau takkan dapat membantu, tak seorang pun di dunia ini akan dapat membantu. Hanya Thian saja yang akan dapat menjernihkan persoalan ini. Sudah, jangan ganggu aku lebih lama lagi. Pergilah berlatih, bukankah engkau mengalami kesukaran dengan jurus kedua belas dari Pat-mo Sin-kun (Silat Sakti Delapan Iblis) itu? Latihlah lagi dengan tekun, akan tetapi di dalam kamarmu, jangan perlihatkan kepada murid Ngo-heng Bu-koan yang lain.”
“Baik, Suhu dan maafkan teecu. Akan tetapi ada satu pertanyaan lain mengenai latihan ini. Suhu mengajarkan Pat-mo Sin-kun dan Pat-sian Sin-kun kepada teecu, akan tetapi kenapa tidak kepada para murid lain?”
Sin Hong tersenyum.
“Yo Han, engkaulah satu-satunya muridku, karena itu engkau berhak mempelajari ilmu-ilmu yang kudapatkan dari para penghuni Istana Gurun Pasir. Murid-murid Ngo-heng Bu-koan tentu saja hanya mempelajari ilmu silat yang diajarkan di perguruan ini oleh ayah mertuaku, dan aku hanya membantu dalam memperbaiki gerakan mereka saja.”
“Terima kasih, Suhu, kini teecu mengerti. Dan maafkan kelancangan teecu tadi, sesungguhnya teecu hanya ikut merasa prihatin dan ingin sekali membantu.”
“Aku mengerti, sudahlah, kau berlatih sana Yo Han!” kata Sin Hong sambil mengangguk dan tersenyum. Perih hati Yo Han melihat senyum suhunya itu, tidak begitu senyum suhunya dahulu. Dahulu suhunya kalau tersenyum, bebas lepas dan memancarkan kebahagiaan hatinya. Kini, senyum itu pahit dan seperti di luar saja, menutupi sesuatu yang menyedihkan, senyum hiburan saja.
Yo Han merasa penasaran sekali. Dia dapat menduga bahwa tentu ada “apa-apa” antara suhunya dan subonya. Dia seorang anak yang cerdik sekali, dan dia pun melihat kedatangan Ciang Kun yang disambut demikian gembira oleh subonya. Sebagai seorang anak yang cerdik dan disuka oleh para murid lain di Ngo-heng Bu-koan, akhirnya Yo Han dapat mengorek keterangan bahwa Ciang Kun adalah murid Ngo-heng Bu-koan yang sudah beberapa tahun meninggalkan perguruan dan pindah ke kota raja, dan terutama sekali keterangan bahwa antara Ciang Kun dan subonya itu pernah terjalin hubungan cinta ketika keduanya masih remaja! Inikah masalah yang menyedihkan hati gurunya? Akan tetapi, gurunya berduka dan berubah lama sebelum Ciang Kun muncul!
Bagaimanapun juga, dia merasa penasaran dan karena dia merasa yakin bahwa kedukaan gurunya itu karena ada sesuatu dengan isteri gurunya, maka dia ingin menyelidiki keadaan subonya! Hanya itulah yang akan dapat dia lakukan dalam usahanya membantu gurunya. Dia akan menyelidiki subonya, mendekati subonya dan kalau mungkin memancing keterangan dari subonya!
Pada suatu malam yang sunyi. Sejak siang tadi, gurunya pergi dan kepada semua keluarga berpamit hendak pergi berburu ke dalam hutan di sebelah barat karena banyak penduduk di lembah Yang-ce sekitar hutan itu yang mengeluh akan adanya gangguan harimau yang mengganas sampai ke dusun-dusun. Mendengar ini, Sin Hong lalu pergi untuk berburu harimau yang mengganggu penduduk itu, bahkan kabarnya sudah membunuh tiga orang penduduk dusun. Dia tidak mengajak Yo Han karena maklum bahwa dalam perburuan ini terdapat bahaya besar bagi orang yang belum memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Yo Han berlatih silat di kamarnya, kemudian setelah sunyi dia meninggalkan kamarnya dan berindap pergi ke dalam taman. Dia bermaksud untuk berlatih di dalam taman itu yang hawanya sejuk dan malam itu malam terang bulan. Akan tetapi dia harus berhati-hati, keluar dari kamarnya dengan sembunyi-sembunyi agar jangan terlihat oleh murid lain. Tentu gurunya akan ditegur oleh para murid lain kalau mereka melihat dia berlatih dalam ilmu silat yang asing, dan mungkin para murid itu lalu menuntut kepada gurunya untuk mengajarkan ilmu silat itu.
Yo Han menyelinap di antara pohon-pohon sehingga akhirnya dia tiba di tengah taman di mana terdapat sepetak rumput yang amat enak untuk dipakai sebagai tempat berlatih silat.
Akan tetapi, baru saja dia hendak mulai berlatih, tiba-tiba dia meloncat dan sekali bergerak dia sudah menyusup dan mendekam di balik semak-semak. Dia mendengar suara orang! Karena terkejut, takut kalau latihannya kepergok, maka dia menyusup dan bersembunyi ke balik semaksemak itu.
Muncullah dua orang yang membuat jantung dalam dada Yo Han berdebar tidak karuan saking tegangnya. Subonya jalan berdampingan dengan Ciang Kun, suheng yang pernah dilihatnya beberapa hari yang lalu itu. Menurut keterangan yang diperolehnya, Ciang Kun yang sudah sepekan berada di Lu-jiang, tinggal di rumah seorang pamannya.
Sungguh janggal sekali melihat subonya berjalan-jalan di dalam taman bersama Ciang Kun, berdua saja pada saat suhunya tidak berada di rumah! Keduanya tiba di tengah taman yang sunyi itu dan Yo Han melihat mereka duduk berdampingan di atas bangku panjang yang terdapat di situ, tidak jauh dari tempat dia bersembunyi sehingga bukan saja dia dapat melihat mereka di bawah sinar bulan, juga dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas!
“Suheng, jangan terlalu menyalahkan aku kalau aku menikah dengan orang lain. Bukan sekali-kali aku melupakanmu, Suheng, ahhh, bagaimana mungkin aku dapat melupakanmu. Aku menikah dengan dia hanya karena aku harus mencuci aib dan malu akibat perbuatan si jahanam Phoa Hok Ci.”
“Tapi, Sumoi, apakah engkau sekarang berbahagia dengan dia?”
Siang Cun menundukkan mukanya dan menggeleng,
“Sama sekali tidak. Dia tidak cinta padaku, Suheng, dia mencinta wanita lain yang kini menikah dengan orang lain.”
“Ah, mengapa begitu? Cun-sumoi, engkau tahu bahwa selama ini aku tidak pernah melupakanmu. Aku tetap cinta padamu, Sumoi....“
“Aku.... aku juga, Suheng....“
Dengan mata terbelalak Yo Han yang mengintai melihat betapa subonya kini dirangkul oleh Ciang Kun dan mereka berpelukan, dan berciuman! Agaknya keduanya demikian bergelora dibakar oleh nafsu berahi sehingga gairah yang memuncak itu membuat keduanya seperti terguling dari atas bangku dan mereka masih terus berpelukan di atas rumput!
Yo Han tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dia meloncat keluar dari tempat sembunyinya dan menghampiri mereka yang masih bergelut di atas rumput.
“Subo....!”
Akan tetapi, dua orang yang sedang terbakar oleh nafsu berahi itu, tidak mendengar suara ini dan mereka masih saling berciuman dan bergulingan di atas rumput seperti dua ekor ular bergelut.
“Subo....!” Yo Han berteriak lebih nyaring lagi dan sekali ini, mereka berdua terkejut dan cepat keduanya meloncat bangkit dan berdiri dengan mata terbelalak memandang kepada Yo Han. Rambut Siang Cun kusut, pakaiannya juga lusuh dan mukanya agak pucat, napasnya masih terengah-engah.
“Yo Han....! Kau.... kau kenapa kau di sini....?” bentaknya untuk memulihkan ketenangannya karena ia merasa terkejut bukan main melihat anak itu tiba-tiba berada di situ dan jelas bahwa anak itu telah melihat perbuatannya bersama Ciang Kun tadi. Akan tetapi, Yo Han tidak gentar ketika dibentak oleh subonya. Dia terlalu marah melihat perbuatan subonya tadi. Biarpun dia masih kecil, namun dia tahu apa artinya perbuatan subonya tadi. Subonya telah menyeleweng! Subonya telah bermain cinta dengan pria lain, telah mengkhianati suami sendiri! Tahulah dia kini mengapa suhunya selalu berduka. Kiranya subonya ini tidak cinta kepada suhunya, dan agaknya subonya tahu bahwa suhunya dahulu mencinta wanita lain, yaitu Kao Hong Li. Dan kini subonya dengan berani sekali telah mencemarkan kesucian rumah tangganya sendiri. Ini berarti suatu penghinaan besar bagi gurunya!
“Subo? Apa yang Subo lakukan ini? Sungguh tidak tahu malu sekali! Subo telah mengkhianati suhu! Subo telah menghina suhuku!”
“Tutup mulut, keparat!” Siang Cun membentak marah, juga malu karena merasa dimaki oleh anak kecil itu. Sementara itu, Ciang Kun melangkah maju dan menghardik Yo Han.
“Engkau ini anak kecil tahu apa? Hayo pergi atau akan kupukul kepalamu!”
Melihat sikap ini, Yo Han menjadi semakin marah.
“Ciang Kun, engkaulah yang perlu dipukul setengah mati! Engkau tahu, Subo adalah isteri suhu, dan engkau sudah berani mengganggunya, berani menggodanya! Engkau ini laki-laki macam apa? Tidak tahu malu, merusak kerukunan rumah tangga orang! Engkau telah menghina suhu dan engkau layak dihajar!”
“Keparat, bocah bermulut busuk!” Ciang Kun membentak, dan Siang Cun yang khawatir kalau Yo Han akan membuat ribut, lalu melanjutkan.
“Yo Han, sudahlah engkau anak kecil, tidak tahu urusan. Ini adalah urusanku sendiri. Engkau jangan ribut dan jangan menceritakan kepada siapa saja, nanti kuberi hadiah.”
Yo Han menjadi semakin marah. Janji hadiah asal dia menutup mulut itu merupakan hinaan besar sekali baginya.
“Subo, aku tidak akan tinggal diam. Akan kuberitahukan kepada Bhe Kauwsu. Akan kuberitahukan kepada siapa saja perbuatan kalian yang tidak tahu malu ini!” Yo Han terengah-engah, dadanya naik turun saking marahnya. Kemarahan yang timbul karena duka dan prihatin melihat nasib gurunya yang dikhianati isteri sendiri!
“Bocah gila! Ketahuilah, kami sudah saling mencinta sebelum gurumu datang ke sini!” bentak Ciang Kun.
“Manusia tak tahu malu! Tapi Subo kini telah menjadi isteri orang, menjadi isteri suhu! Butakah matamu, tulikah telingamu?”
“Anak jahat, engkau bermulut busuk, layak dihajar!” kata Ciang Kun dan dia sudah melangkah maju dan mengirim tendangan ke arah Yo Han. Tendangan itu cukup keras dan kalau mengenai tubuh Yo Han, tentu akan membuat anak itu terpelanting dan menderita luka yang cukup parah. Namun, tidak percuma selama ini Yo Han mempelajari ilmu silat dari gurunya dengan tekun. Sambaran kaki itu dapat dielakkannya dengan mudah, dengan miringkan tubuh dan menggeser kaki ke kanan. Melihat ini, Ciang Kun menjadi semakin penasaran dan marah. Dia bukan saja murid tingkat pertama dari Bhe Kauwsu, akan tetapi juga selama beberapa tahun ini di kota raja, dia telah memperdalam ilmu silatnya dari guru-guru yang lebih pandai lagi.
Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, dia menyerang lagi, kini dengan pukulan tangan kanan ke arah kepala Yo Han, sedangkan tangan kirinya mencengkeram pundak.
Serangan ini cepat dan kuat sekali. Namun, Yo Han sudah siap dengan gerakan ilmu silat Pat-mo Sin-kun yang sedang dipelajarinya. Karena setiap hari berlatih ilmu ini, otomatis ketika menghadapi serangan, dia pun langsung saja menggerakkan tubuhnya sesuai dengan ilmu silat yang dipelajarinya ini.
Kembali kedua kakinya bergeser sambil melangkah mundur dan ketika kedua tangan lawan sudah menyambar luput, dia pun maju dan membalas dengan pukulan ke arah perut orang! Menurut ilmu silat itu, pukulan ini ditujukan ke arah ulu hati lawan, akan tetapi karena tubuh lawan jauh lebih jangkung, Yo Han yang memukul dengan gerakan lurus ke depan itu menyerang perut. Ciang Kun menggerakkan tangan hendak menangkap lengan anak yang memukul itu, akan tetapi Yo Han sudah menarik kembali pukulannya dan ini sesuai dengan jurus itu, dan tiba-tiba sekali tubuhnya sudah membuat gerakan memutar ke sebelah kiri lawan dan begitu kakinya bergerak, dia sudah menendang ke arah sambungan lutut.
“Dukkk!” Lutut Ciang Kun kena ditendang. Akan tetapi Ciang Kun memiliki kekebalan dan tendangan Yo Han tentu saja kurang kuat maka tendangan itu hanya membuat Ciang Kun meringis tanpa mampu menjatuhkannya. Ciang Kun menjadi malu dan marah sekali, dan dia menyerang kalang kabut, mendesak Yo Han sehingga anak ini terpaksa harus berloncatan dan mengelak ke sana-sini. Sampai sepuluh kali Ciang Kun menyerang bertubi-tubi dan selalu dapat dielakkan oleh Yo Han. Hal ini membuat Ciang Kun marah bukan main, juga malu karena di depan kekasihnya dia seperti dipermainkan seorang bocah. Makin gencar dia menyerang dan ketika Yo Han mundur mengelak, kakinya terbentur akar pohon dan anak itu pun roboh terlentang! Melihat anak itu roboh, Ciang Kun tidak menghentikan serangannya, bahkan maju dan mengirim tendangan ke arah kepala dengan kuatnya!
“Suheng, jangan!” teriak Siang Cun khawatir melihat tendangan suhengnya yang dapat membahayakan nyawa Yo Han kalau mengenai kepala. Akan tetapi terlambat. Dalam kemarahannya karena merasa dipermainkan seorang anak kecil, Ciang Kun sudah lupa diri dan biarpun dia tahu bahwa tendangannya berbahaya, dia sudah tidak mampu menarik kembali kakinya.
“Tukkk!” Sebuah kerikil mengenai sepatu Ciang Kun, demikian kuatnya sehingga Ciang Kun berseru kaget dan tendangannya tertahan dan meleset sehingga tidak mengenai kepala Yo Han. Sesosok bayangan putih berkelebat dan Sin Hong sudah berdiri di situ.
Dialah yang melempar kerikil tadi menyelamatkan muridnya.
“Pengecut, menyerang seorang anak kecil!” Sin Hong mencela. Akan tetapi Ciang Kun yang sudah marah, kini melotot kepada Sin Hong, suami dari kekasihnya yang dianggapnya telah merebut kekasihnya dari tangannya itu. Dia sudah mendengar akan kelihaian Sin Hong, akan tetapi justeri hal ini yang memanaskan perutnya dan dia ingin sekali menguji kepandaian suami kekasihnya. Kini ada alasan untuk menentangnya.
“Hemmm, anak setan ini terlalu kurang ajar, agaknya tidak pernah memperoleh pendidikan yang patut dari gurunya! Memang aku hendak menghajarnya karena gurunya tidak mampu mendidiknya. Kalau gurunya hendak membelanya, silakan!”
Sin Hong tersenyum pahit. Sebetulnya, sudah sejak tadi dia pulang dan memergoki penyelewengan isterinya. Dan melihat pula isterinya bergumul dengan Ciang Kun di atas rumput tadi dan dia kagum melihat pembelaan muridnya yang begitu berani mati menegur subonya untuk membela gurunya.
Dia tahu apa yang berkecamuk didalam hati pria ini. Agaknya pria ini ingin memperlihatkan di depan kekasihnya bahwa dia tidak kalah oleh suami kekasihnya!
“Bagus! Kalau aku katakan bahwa bukan muridku yang kurang ajar, melainkan engkau yang tidak tahu diri, tidak tahu malu dan pengecut, engkau mau apa?”
Ciang Kun terbelalak dan marah sekali.
“Keparat, engkau menantang!” katanya dan dia sudah menerjang ke depan dan tangannya digetarkan, dibuka maka nampaklah tangan itu tergetar dan warna telapak tangannya berubah agak kemerahan! Maklumlah Sin Hong bahwa dia berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu telapak tangan Ang-see-ju (Telapak Tangan Pasir Merah), yaitu tangan itu telah dilatih dengan memukuli pasir merah panas yang direndam racun. Pukulan telapak tangan seperti itu mengandung racun panas yang dapat melumpuhkan otot yang membakar daging kulit! Diam-diam dia marah.
Ciang Kun ini adalah murid pertama Bhe Kauwsu dan tentu saja sudah tahu bahwa dia adalah mantu Bhe Kauwsu. Biarpun ada urusan cinta antara dia dan Siang Cun, namun tidak sepantutnya kalau sekarang menyerangnya dengan ilmu sekeji itu. Terlintas dalam otaknya untuk melumpuhkan ilmu itu dan memberi hajaran dengan mematahkan tulang lengan itu. Akan tetapi dia segera teringat. Orang ini hendak memamerkan kepandaiannya kepada Siang Cun, dan belum tentu dia menggunakan Ang-see-jiu karena kejam hatinya. Mungkin dia sudah mendengar bahwa yang menjadi lawannya memiliki ilmu yang tinggi, maka agar jangan sampai kalah, kini begitu menyerang, dia menggunakan ilmu yang diandalkan. Ingatan ini menyabarkan pula hatinya dan dia pun mengelak ketika pukulan itu lewat.
Untuk menghadapi seorang lawan setingkat Ciang Kun ini, biarpun memiliki Ang-see-jiu, Sin Hong tidak mau mengeluarkan ilmu simpanannya, yaitu Pek-ho Sin-kun (Silat Sakti Tangan Putih).
Dia bahkan menyambut hantaman telapak tangan merah itu dengan telapak tangannya sendiri sambil menggunakan Tenaga Inti Bumi, secukupnya saja untuk mengimbangi kekuatan lawan yang dapat diukurnya dari sambaran hawa pukulannya.
“Plak!” Dua telapak tangan bertemu dan melekat! Ciang Kun terkejut. Dia memang bukan orang jahat dan sama sekali tidak ingin mencelakai lawan, melainkan hanya untuk mengalahkannya atau mengimbanginya. Kini, lawannya itu menerima Ang-see-jiu dan telapak tangan mereka melekat. Dia tidak mampu lagi menarik kembali tangannya. Akan tetapi, tiba-tiba dia terbelalak. Lawannya sama sekali tidak menderita oleh hawa beracun telapak tangannya bahkan dia sendiri yang merasa ada hawa panas masuk dari telapak tangannya itu membuat lengannya seperti lumpuh.
“Pergilah!” Sin Hong mendorong dan tubuh Ciang Kun terjengkang. Akan tetapi karena Sin Hong mengukur tenaganya, Ciang Kun tidak terluka dan pemuda ini marah sekali.
Siang Cun menahan jeritnya dan ia menghampiri Ciang Kun dan membantunya bangkit berdiri. Ciang Kun merasa malu, wajahnya merah dan dia menjadi nekat. Dalam beberapa gebrakan saja dia telah jatuh terjengkang, di depan kekasihnya lagi! Siapa yang tidak akan merasa malu? Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, dia sudah mencabut pedangnya dan kini dia menyerang Sin Hong dengan kemarahan memuncak.
“Suheng, jangan....!” Siang Cun berseru, akan tetapi suhengnya yang sudah nekat itu tidak peduli.
Melihat ini, Sin Hong tersenyum mengejek dan dengan mudah saja dia mengelak sampai lima kali serangan.
“Ciang Kun, hentikan seranganmu, kalau tidak, terpaksa aku akan membuatmu malu dan merobohkanmu!” kata Sin Hong. Akan tetapi, Ciang Kun tidak menjawab dan tidak pula menurut, bahkan memutar pedangnya semakin gencar melakukan serangan bertubi-tubi. Siang Cun yang maklum bahwa kalau dilanjutkan, suhengnya yang menjadi kekasihnya itu tentu akan benar-benar roboh oleh suaminya yang ia tahu amat sakti, lalu maju pula sambil memegang pedangnya.
“Engkau tidak boleh merobohkannya!” bentaknya sambil ikut mengeroyok Sin Hong!
Melihat ini, Yo Han terbelalak.
“Sungguh penasaran! Penasaran....!” teriaknya dengan nyaring. Melihat gurunya dikeroyok oleh isterinya sendiri dan kekasih isteri gurunya, dia sungguh marah bukan main.
Sin Hong sendiri menjadi serba salah. Tentu saja dia tidak gentar dan biar ditambah beberapa orang lagi yang mengeroyoknya, dia masih akan mampu mencapai kemenangan. Akan tetapi sungguh tidak mungkin kalau dia harus menjatuhkan isterinya sendiri, walaupun isterinya telah bersikap tidak patut, membantu kekasih gelapnya!
“Suhu! Kalau Suhu tidak mau memperlihatkan kelihaian, teecu akan merasa malu sekali! Disangkanya Suhu takut!” berkali-kali Yo Han berseru dan suaranya ini berpengaruh juga. Sin Hong tadinya hanya mengandalkan kegesitannya untuk mengelak ke sana sini.
Mendengar seruan muridnya, dia teringat akan pedang Cui-beng-kiam yang selalu disimpan di balik jubahnya. Ada jalan untuk menghentikan serangan kedua orang itu tanpa melukai mereka, pikirnya. Sekali tangannya bergerak, nampak sinar yang menyilaukan mata dan ada hawa yang amat menyeramkan menyambar. Sinar itu bergulung-gulung dan menyambar dua kali, terdengar bunyi nyaring dan dua batang pedang di tangan Siang Cun dan Ciang Kun yang kena disambar sinar itu menjadi buntung! Ketika mereka berdua memandang, pedang Cui-beng-kiam di tangan Sin Hong sudah masuk lagi ke dalam sarungnya di balik baju pemuda berpakaian putih itu!
Wajah Ciang Kun menjadi pucat sekali, akan tetapi dia masih sempat saling berpegang tangan dengan pedang Siang Cun. Pada saat itu, terdengar suara gaduh dan muncullah Bhe Kauwsu dan para murid Ngo-heng Bu-koan.
“Apa yang terjadi di sini....?” katanya dengan mata terbelalak memandang kepada mantunya lalu kepada puterinya, kemudian kepada Ciang Kun, dan yang terakhir kepada Yo Han, dan kepada gagang pedang buntung di tangan puterinya dan Ciang Kun.
Sin Hong merasa tidak enak sekali. Dia tidak ingin membuka rahasia yang akan mencemarkan nama baik isterinya, apalagi di situ terdapat banyak murid Ngo-heng Bu-koan yang mendengarkan.
“Hanya suatu kesalah-pahaman saja, Ayah,” kata Sin Hong kepada mertuanya,
“Kesalah-pahaman antara Yo Han dan Suheng Ciang Kun yang kemudian melibatkan diriku. Tidak ada apa-apa....”
“Suhu! Kenapa Suhu berkata demikian? Inilah saatnya terbaik bagi Suhu untuk membebaskan diri dari sumber kedukaan! Bukankah Suhu mengajarkan teecu agar selalu jujur dan tidak berbohong?”
“Yo Han....!” Sin Hong membentak, akan tetapi dia lalu memandang kepada ayah mertuanya. “Sebaiknya kalau kita bicara di dalam saja, ini urusan keluarga.”
NEXT---->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar