Jumat, 07 Februari 2014

Serial Pedang Kayu Harum 41

Pedang Kayu Harum Jilid 041

<--kembali

"Haiii, hayaaaa..... Luput lagi, sayang! Baunya sudah agak kurang, tidak merusak hidung seperti tadi."

Lagaknya mempermainkan sekali. Diam-diam Thian It Tosu terkejut setengah mati. Ia sudah mengerahkan ginkangnya, sudah mengerahkan tenaganya, namun anehnya, goloknya selalu meleset setiap kali mendekati tubuh lawan, seolah-olah ada tenaga tersembunyi yang mendorong senjatanya ke samping! Makin lama makin cepat dia menyerang dan akhirnya bulu tengkuknya meremang sendiri karena bocah yang bersilat kaku tidak karuan dan jurusnya yang itu-itu juga selalu dapat menghindarkan bacokan-bacokan dan tusukan-tusukannya! Sebetulnya kalau Keng Hong hanya mengandalkan Ilmu Silat Tiat-ciang-kun-hoat yang dia pelajari hanya dengan melihat jurus-jurus yang telah dimainkan dalam pertandingan terdahulu tadi, mana mungkin dia mampu menandingi ilu golok dari ketua Kim-to Bu-koan itu? Tentu dia sudah roboh dalam beberapa jurus saja. Akan tetapi, tentu saja pemuda ini bukan semata-mata mengandalkan ilmu silat yang sama sekali belum dikuasainya itu, melainkan mengandalkan kegesitan dan tenaga sakti yang sudah ada pada dirinya. Adapun gerakan-gerakan ilmu silat yang dia tiru dari jurus-jurus Tiat-cinag-kun-hoat hanya merupakan kembangannya saja. Ilmu silat hanyalah cara mengatur gerakan kaki tangan dan tubuh sepraktis mungkin, selain mengatur posisi tubuh agar dapat sebaiknya menghadapi lawan, juga agar gerakan dapat teratur dan tidak ngawur, dapat mengubah-ngubah kedudukan tubuh menjadi penyerang atau penjaga diri. Namun yang terpenting adalah menguasai kegesitan dan tenaga. Seekor monyet yang tidak mengerti ilmu silat sudah memiliki kegesitan sebagai pembawaan alam sehingga amatlah sukar untuk dapat memukul seekor monyet, demikian pula dengan binatang-binatang kecil lainnya yang memiliki kegesitan. Seekor gajah, biarpun tidak pandai ilmu silat, merupakan lawan yang amat berat karena binatang ini telah memiliki tenaga dahsyat sebagai pembawaan alam pula.

Keng Hong sudah memiliki ginkang dan sinkang yang amat luar biasa, sukar dicari bandingnya, apalagi dia telah melatih diri dengan ilmu-ilmu silat tinggi yang mencakup semua dasar ilmu silat sehingga tentu saja dengan mudah dia mampu menghindarkan diri dari setiap sasaran golok Thian It Tosu. Hal ini bukan karena kelihaian Tiat-ciang-kun-hoat, melainkan karena gerakannya jauh lebih gesit daripada lawannya itu baginya merupakan gerakan-gerakan yang amat lamban dan mudah dielakkan. Jangankan memakai gerakan jurus Tiat-ciang-kun-hoat yang tidak dia kuasai benar, sedangkan kalau dia menghendaki, tanpa jurus apa pun dia akan sanggup menghindarkan setiap tusukan atau bacokan golok lawannya itu.

Para murid yang berfihak kepada Ouw Beng Kok, mulai bersorak-sorak ketika menyaksikan betapa "murid tak bernama" dari Tiat-ciang-pang mampu mempermainkan tosu sombong itu. Ouw Beng Kok sendiri sudah bangkit berdiri, makin lama makin terheran-heran melihat betapa jurus-jurus Tiat-ciang-kun-hoat yang paling banyak ada lima jurus yang dikuasai pemuda itu, ternyata mampu dipergunakan untuk menghadapi serangan Kim-to yang demikian lihainya. Dia sendiri belum tentu dapat menang menghadapi lima jurus yang diulang-ulang tanpa membalas sama sekali! Mulailah timbul kesangsian dan pertanyaan dalam hatinya. Dia tidak percaya, bahkan yakin bahwa pemuda itu sama sekali bukan murid Tiat-ciang-pang, melainkan seorang pemuda sakti yang sengaja hendak membela nama baik Tiat-ciang-pang, maka diam-diam dia merasa berterima kasih sekali.

Lima puluh jurus telah lewat dan sudah lebih dari seratus bacokan dan tusukan menyambar dan selalu dapat dielakkan oleh Keng Hong. Tentu saja pemuda ini tidak hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya yang mengelak begitu saja karena kalau hal ini dia lakukan ada bahayanya tubuhnya akan terciut dan terserempet golok

Ilmu golok yang dimainkan oleh Thian It Tosu amatlah hebat dan tosu itu sendiri sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi. Tidak, Keng Hong tidak hanya mengandalkan ginkangnya saja, melainkan diam-diam dia menyalurkan sinkang ke arah kedua lengannya sehingga setiap gerakan kedua tangannya membawa sambaran angin amat kuat yang cukup untuk membuat golok itu tertahan dan menyeleweng, tak pernah dapat menyentuh kulit tubuhnya.

Thian It Tosu sudah mandi peluh. Sebagian kecil karena serangan-serangannya yang tak kunjung henti disertai tenaga sepenuhnya, sebagian besar karena penasaran, marah dan juga gentar. Selama dia hidup, baru sekali ini dia bertemu lawan yang hanya mengelak saja dan bertahan sampai lima puluh jurus menghadapi hujan serangan goloknya!

"Heh-heh-heh, begini saja ilmu golok yang kau sombongkan, tosu bau?" Keng Hong mengejek.

"Wuuuuuutttt....!" Golok menyambar ganas ke arah lehernya. Keng Hong memperlambat gerakannya sehingga terdengar seruan tertahan disana sini yang mengira bahwa sekali ini leher pemuda itu akan terbabat putus. Akan tetapi pada detik terakhir, Keng Hong merendahkan tubuhnya dan mengkeretkan leher seperti kura-kura menarik kepalanya, dan sambaran golok itu luput lagi.

"Wah, sayang sekali, ya? Luput lagi! Eh, tosu bau, mengapa seranganmu sejak tadi luput melulu? Bukan ilmu golokmu yang buruk, melainkan engkau yang tidak becus mainkan golok!"

"Siuuutttt!" Golok membacok kepala. Seperti tadi, Keng Hong memperlambat elakannya dan baru miringkan tubuh setelah golok dekat sekali.

"Luput lagi! Thian It Tosu, engkau sudah yakin sekarang kelihaian Tiat-ciang-kun-hoat yang dapat mengatakan golokmu penyembelih babi?"

"Bocah setan!" Thian It Tosu menusukkan goloknya ke perut Keng Hong. Pemuda ini membuat gerakan jurus yang dilihatnya tadi, akan tetapi kalau jurus tadi hanya mengelak, kini dia tambah dengan penggunaan dua buah jari tangan telunjuk dan jari tengah kanan, diulur cepat dan menjepit punggung golok dari atas.

"Cettt!" Golok itu terhenti gerakannya! Thian It Tosu membetot-betot sekuat tenaga, namun tak mampu menarik kembali goloknya. Ia melotot dan penasaran sekali. Masa dia kalah oleh tenaga jepitan kedua tangan dan mengerahkan seluruh tenaga, bukan hanya tenaga sinkang, melainkan ditabah tenaga kasar, kedua kakinya menekan tanah di depan, tubuhnya mendoyong ke belakang! Orang yang dikuasai nafsu amarah kehilangan kewaspadaanya dan karena itu maka seorang ahli sifat akan tetap tenang dan sabar, tidak mau dikuasai kemarahan yang merupakan pantangan besar. Akan tetapi, setelah dipermainkan oleh Keng Hong, tosu itu lupa akan pantangan ini, dan sikapnya yang mengotot untuk mmembetot kembali goloknya amat menggelikan, seperti sikap seorang anak kecil memperebutkan barang mainan!

Keng Hong tersenyum dan menanti saat baik, kemudian secara tiba-tiba dia mendorong golok itu dengan kedua jari tangannya sambil melepaskan jepitan. Tanpa dapat dicegah lagi tubuh Thian It Tosu terjengkang dan terbanting ke atas tanah sampai berdebuk bunyinya. Masih untung dia cepat menggulingkan tubuh sehingga kepalanya tidak terbanting ke tanah. Ia melompat bangun dan berdiri terengah-engah, matanya melotot dan mukanya merah, rambutnya riap-riapan, pakaiannya kotor terkena tanah.

Melihat ini, Ouw Beng Kok yang sudah sejak tadi bangkit berdiri itu berkata, "Totiang, apakah Totiang tidak melihat kenyataan dan suka mengalah? Harap Totiang jangan mencampuri urusan dalam perkumpulan kami

"Heh, orang she Ouw! Engkau boleh maju mengeroyok sekali!" jawab tosu itu yang sudah marah bukan main. Mendengar ini wajah Ouw Beng Kok menjadi merah dan dia melangkah mundur, duduk kembali di atas kursinya, meneguk araknya dan mengambil keputusan untuk membiarkan pemuda aneh yang menolong nama baik Tiat-ciang-pang itu memberi hajaran kepada tosu sombong ini.

"Ha-ha-ha, tosu yang sombong. Sudah jelas bahwa ilmu golokmu sama sekali tidak mampu mengalahkan Tiat-ciang-kun-hoat yang kumainkan. Padahal aku belum mengeluarkan pukulan Tiat-ciang-kang yang jarang ada bandingnya di dunia ini, kutanggung sekali pukul akan membikin putus .....tali kolormu!"

Ucapan ini memancing ledakan suara tertawa lagi, bahkan ada yang bertepuk tangan saking gembiranya menyaksikan tosu yang hendak mengacau Tiat-ciang-pang itu benar-benar dipermainkan, tidak hanya dalam ilmu silat, akan tetapi juga dapat perbantahan. Pemuda "murid" Tiat-ciang-pang itu telah mempermainkan si tosu habis-habisan dengan ilmu silat dan kata-kata.

Thian It Tosu sebetulnya bukanlah seorang bodoh. Kalau bodoh tak mungkin dia bisa menjadi ketua Kim-to Bu-koan, sungguhpun perkumpulannya atau perguruannya itu namanya makin surut dan suram. Akan tetapi, sungguhpun dia dapat menduga bahwa pemuda ini seorang yang sakti, kemarahan telah membuat dia mata gelap dan nekat. Mendengar ejekan pemuda itu, dia mengggerakkan goloknya dengan cepat dan penuh tenaga. Di dalam hatinya dia tetap tidak percaya bahwa pemuda ini akan mampu merobohkannya dan mengira gerakan lincah saja, sungguhpun kenyataan yang baru saja dia alami, yaitu pemuda itu sanggup menjepit goloknya dengan dua buah jari merupakan hal yang telalu aneh baginya.

"Tosu nekat minta dihajar!" Keng Hong berseru dan kini dia melompat ke kiri menghindarkan diri dari terjangan golok, kemudian kedua tangannya bergerak cepat sekali melakukan pukulan dengan gaya Tiat-ciang-kang ke arah kepala dan tenggorokan! Dia tidak pernah mempelajari Tiat-ciang-kang, tentu saja dia tidak bisa mengerahkan tenaga itu,
Akan tetapi gaya pukulannya dapat dia tiru dan yang meluncur keluar dari kedua tangannya bukanlah tenaga Tiat-ciang-kang, melainkan tenaga saktinya sendiri yang puluhan kali lebih hebat daripada Tiat-ciang-kang!

Thian It Tosu terkejut bukan main ketika merasai adanya sambaran angin pukulan yang demikian dahsyat ke arah muka dan lehernya. Pukulan itu amat cepat maka dia cepat mengangkat golok dibabatkan ke atas diikuti tangan kirinya yang menjaga tubuh bagian atas. Golok berkelebat menjadi sinar berkilau, kedua tangan Keng Hong agaknya akan terbabat golok. Akan tetapi pemuda ini sesungguhnya hanya memancing saja dan pada saat lengannya sudah dekat sekali dengan golok, tiba-tiba dia mengubah gerakannya, tangannya menyelonong ke bawah.

"Brettt...."

Terdengar suara orang tertawa-tawa dan bersorak riuh-rendah ketika celana tosu itu putus kolornya dan karena celana itu besar, maka seketika merosot turun. Hebatnya, kakek ini ternyata tidak memakai pakaian dalam sehingga merosotnya celana yang berkumpul di bawah kakinya itu membuat tubuh bawahnya telanjang bulat sehingga tampak jelas semua bagian tubuh ini!

"Wah-wah-wah, tak tahu malu!" Keng Hong mengejek, memancing suara ketawa lebih hebat lagi.

Thian It Tosu hampir pingsan saking malu dan marah. Dengan tangan kirinya mendekap bagian rahasia tubuhnya, tangan kanan mengangkat golok tinggi-tinggi, dia menerjang maju, akan tetapi tubuhnya terguling karena dia lupa akan celananya dan kedua kakinya yang terbelit celana itu membuatnya terjerat dan roboh!

Thian It Tosu menjadi pucat wajahnya. Digigitnya goloknya, kemudian dia bangkit dan menarik celananya ke atas, mengikat celananya dengan kolor yang putus itu sedapatnya, kemudian menyambar lagi goloknya dan dengan mati-matian dia menerjang maju pemuda yang masih tersenyum-senyum.

Sekali ini Keng Hong tidak main-main lagi, tubuhnya bergerak ke depan dan sebuah tamparan dengan jari tangan terbuka membuat lawan terpental karena tangan kanan tosu itu telah patah oleh hantaman jari-jari tangannya! Tosu itu terhuyung mundur dan berdiri dengan muka pucat dan mulut meringis kesakitan.

"Thian It Tosu!" Kini Keng Hong berkata dengan suara nyaring dan penuh wibawa, tidak lagi bermain-main seperti tadi, sikapnya angkuh dan seperti seorang dewasa benar.

"Engkau adalah seorang tosu, bahkan ketua dari sebuah perguruan seperti Kim-to Bu-koan, akan tetapi mengapa engkau masih suka mengumbar nafsumu? Tiat-ciang-pang melakukan pemilihan ketua baru adalah urusan dalam, tidak boleh orang luar mencampurinya, akan tetapi mengapa engkau hendak menggunakan ketajaman golokmu untuk merebut kekuasaan? Andaikata engkau berhasil merebut kekuasaan, apakah kaukira para anggauta Tiat-ciang-pang akan sudi menerimamu? Dan apakah artinya kedudukan yang kau rebut kalau para anggauta tidak menerimanya? Apa artinya raja tanpa rakyat? Apa artinya jenderal tanpa prajurit? Apa artinya ketua tanpa anggauta? Totiang, engkau tentu maklum bahwa yang memperebutkan takkan mendapatkan dalam arti kata yang sesungguhnya. Lupakan Totiang akan pelajaran agama Totiang sendiri bahwa: To adalah :

"selalu menang tanpa merebut, mendapat sambutan tanpa berkata, semua datang tanpa memanggil, selalu berhasil tanpa rencana, Jalan langit lebar dan luas, Biar jarang namun tiada yang bocor."

"Mengapa Totiang sekarang mempergunakan kekerasan untuk merebut kedudukan yang bukan menjadi hak Totiang?"

Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Keng Hong, semua orang tertegun, juga Ouw Beng Kok makin kagum, akan tetapi Thian It Tosu yang ditegur dengan menggunakan pelajaran dari kitab agamanya sendiri, menjadi makin marah.

Ia sudah merasa kepalang, kalau sekarang mundur berarti dia harus menderita malu yang luar biasa, dan hal ini akan menghancurkan sama sekali namanya. Maka tanpa menjawab dia lalu mmenerjang lagi dengan kedua tangan karena goloknya sudah lenyap. Biarpun tangan kanannya patah tulangnya dan sakit rasanya, namun kakek ini masih cukup kuat menerjang maju, bahkan menggunakan tangan kanan yang patah tulang lengannya itu untuk menyerang lagi.

Keng Hong menyambut serangan ini dengan taparan tangan yang mengenai leher kiri kakek itu. Tubuh Thian It Tosu terlempar ke arah Kim-to Lai Ban dan memang hal ini disengaja oleh Keng Hong. Lai Ban yang melihat tubuh suhengnya melayang itu, cepat menangkapnya dan ternyata bahwa tosu itu telah pingsan.

Ouw Beng Kok cepat meloncat maju dan menudingkan telujuknya ke arah Lai Ban sambil berkata, "Lai Ban, mulai detik ini engkau tidak kami akui lagi sebagai seorang anggauta Tiat-ciang-pang, dan para anggauta yang menyeleweng, kalau masih setia padanya dan tidak akan diakui selamanya sebagai anggauta Tiat-ciang-pang!"

Lai Ban yang masih memondongkan tubuh Thian It Tosu, tidak dapat bicara lagi. Ia hanya menundukkan mukanya dan membawa pergi tubuh suhengnya yang pingsan. Adapun para pendukungnya yang juga merasa bahwa mereka tidak ada muka lagi untuk terus berada di situ, satu demi datu lalu berdiri dan dengan muka tunduk mengikuti Lai Ban meninggalkan tempat itu.

Sepergi mereka yang mengacaukan pemilihan ketua ini, tentu saja dengan sendirinya Ouw Kian dipilih sebagai ketua baru menggantikan ayahnya, dan pesta dilanjutkan dengan meriah. Ouw Beng Kok lalu menarik tangan Keng Hong, diajak masuk ke dalam, diikuti oleh Ouw Kian. Lain orang tidak diperkenankan menyaksikan pertemuan di dalam.

Ouw Beng Kok mempersilakan Keng Hong duduk menghadapi meja, berhadapan dengan dia dan puteranya, kemudian ketua Tiat-ciang-pang yang selama ini menatap wajah Keng Hong penuh perhatian, lalu berkata,

"Sekarang tiba saatnya supaya Taihiap memperkenalkan diri. Siapakah Taihiap dan sungguhpun kami semua menghaturkan banyak terima kasih dan merasa bersyukur sekali atas bantuan Taihiap yang mencuci bersih nama baik perkumpulan kami, akan tetapi sungguh kami ingin mengetahui, mengapa Taihiap melakukan ini semua?"

Keng Hong yang kini tidak lagi bersikap ketolol-tololan seperti tadi, menghela napas panjang dan berkata, "Ouw -pangcu, sebelum saya memperkenalkan diri, saya mohon tanya bagaimana pendapat Pangcu tentang diri Lai Ban."

"Dia? Ah, sudah jelas bahwa dia seorang yang mengkhianati perkumpulan seorang yang tamak dan ingin merampas kedudukan. Hemmm, sayang aku tidak mendapat kesempatan untuk menghancurkan kepalanya!"

Keng Hong mengangguk-angguk. "Jadi Pangcu tentu dapat menerima kalau dikatakan bahwa dalam sepak terjangnya dahulu, banyak kemungkinan dia melakukan kesalahan-kesalahan, melakukan tindakan sewenang-wenang sehingga mengotorkan nama perkumpulan Tiat-ciang-pang?"

Ouw Beng Kok mengerutkan keningnya, kemudian mengangguk-angguk. "Sangat boleh jadi, dan kalau hal itu terjadi, sungguh aku merasa menyesal sekali."

"Dan banyak hal seperti itu memang terjadi, Pangcu. Dahulu Lai Ban sering kali melakukan hal sewenang-wenang menanam bibit permusuhan dengan pertai-partai lain, memimpin anak buahnya yang memang tidak dapat dikatakan bersih kelakuannya. Sekarang saya mohon bertanya, Pangcu. Saya datang dan menyamar sebagai anggauta Tiat-ciang-pang untuk melawan Lai Ban dan tosu Kim-to Bu-koan itu untuk membuktikan niat baik saya. Andaikata saya mempunyai kesalahan-kesalahan yang timbul dari salah pengertian di masa lalu, sudilah kiranya Pangcu memaafkan saya dan menghapus semua kesalahfahaman yang timbul karena sepak terjang Lai Ban!"

Ouw Beng Kok menatap wajah pemuda itu dan mengerahkan seluruh ingatannya untuk mengenalnya, akan tetapi dia merasa yakin bahwa dia belum pernah bertemu dengan pemuda ini. Ia menghela napas dan berkata, "Dahulu aku amat percaya kepada Lai Ban, akan tetapi sekarang aku mengerti bahwa tentu banyak perbuatannya yang menyimpang sehingga menyelewengkan Tiat-ciang-pang. Aku akan melupakan segala persoalan antara engkau dan perkumpulan kami, Taihiap."

"Bagus, Pangcu. Seorang laki-laki yang dapat menyadari kekurangan diri sendiri, patut dikagumi. Sekarang, lihatlah baik-baik, tentu Pangcu sudah mengenal aku." Keng Hong lalu meraba mukanya, mengupas lapisan pada mukanya yang terbuat daripada getah pohon.

Biarpun mukanya belum bersih benar, namun sekarang berubah sama sekali dan tentu saja Ouw Beng Kok mengenal bekas "musuh besar" ini. Ia mencelat dari kursinya, memandang Keng Hong dan berkata, "Kau....... kau..... Murid Sin-jiu Kiam-ong.....!"

Keng Hong juga bangkit berdiri dan menjura. "Benar, Ouw-pangcu. Aku adalah Cia Keng Hong dan perbuatanku tadi hanya untuk membuktikan bahwa sesungguhnya aku sama sekali tidak memusuhi Tiat-caing-pang dan bukanlah musuh Tiat-ciang-pang. Kalau dulu terjadi peristiwa sehingga aku dimusuhi, semua adalah gara-gara sepak terjang Lai Ban dan anak buahnya terhadap murid-murid Hoa-san-pai." Ia lalu menceritakan semua pengalamannya ketika dia membantu kakak beradik Sim yang dikeroyok oleh anak buah Lai Ban.

Mendengar penuturan Keng Hong, Ouw Beng Kok mengangguk-angguk, kemudian berkata, "Peristiwa yang lalu baiklah kita anggap sebagai sebuah kesalahfahaman dan untuk semua perbuatan itu, saya mengharap Taihiap suka memaafkan. Akan tetapi saya juga mengharap agar peristiwa yang terjadi hari ini tidak sampai terdengar oleh dunia kang-ouw, karena sesungguhnya......"

Ketua ini ragu-ragu sejenak lalu melanjutkan, "Lebih baik saya berterus terang saja bahwa saya tidak ingin dunia kang-ouw mendengar bahwa Taihiap, murid Sin-jiu Kiam-ong telah membantu Tiat-ciang-pang. Dapatkah Taihiap berjanji?"

"Ayah! Mengapa begitu? Cia-taihiap sudah menolong kita...."

Keng Hong tersenyum memandang Ouw Kian dan berkata kepadanya. "Ouw-pangcu, aku dapat mengerti pendirian ayahmu. Memang benar sebaiknya begitu karena nama mendiang guruku dimusuhi oleh banyak tokoh kang-ouw, maka ayahmu tidak menghendaki kalau sampai timbul persangkaan bahwa Tiat-ciang-pang bersahabat dengan aku, murid guruku yang dimusuhi." Ia lalu menghadapi Ouw Beng Kok yang agak merah mukanya. "Harap Pangcu jangan khawatir. Aku pun tidak berniat memperkenalkan diri, maka aku sengaja menyamar. Tujuanku yang utama hanya ingin menghapus permusuhan di antara kita. Nah, selamat tinggal, Pangcu, aku harus pergi sekarang juga." Ia menoleh dan berkata, "Ilmu kepandaian Lo-pangcu tidak kalah oleh tosu itu, akan tetapi sebaiknya kalau kau menggembleng puteramu agar kelak sanggup menghadapi tosu itu kalau dia datang mengacau membalas dendam. Selamat tinggal!" Ia lalu berkelebat melalui jendela dan dalam sekejam mata saja, lenyap, meninggalkan ayah dan anak yang bengong dengan kagum itu.

***

Cia Keng Hong melakukan perjalanan naik turun gunung, keluar masuk hutan dan dusun-dusun. Beberapa pekan kemudian, tibalah dia di lereng Beng-san yang indah pemandangannya. Ia terkenang kepada Siauw-bin Kuncu karena di lembah inilah dia mula-mula bertemu dengan kakek itu. Teringat akan kakek itu, mau tidak mau Keng Hong tersenyum. Kakek, itu benar-benar yang amat ahli dalam filsafat, dan biarpun tidak sengaja, namun telah merupakan seorang yang amat berjasa baginya.

Karena merasa lelah, Keng Hong berhenti di lereng itu, mengaso di bawah pohon sambil memandang pemandangan di bawah yang amat indah mempesonakan. Ia teringat akan semua pengalamannya dan ketika dia mengenangkan Siauw-bin Kuncu, dia menarik napas panjang. Dia sendiri pun sejak kecil banyak membaca kitab-kitab filsafat, akan tetapi betapa banyaknya hal-hal yang amat sulit kalau menghadapi peristiwa dalam penghidupan. Pikiran dan hati selagi, tentu saja udah menangkap dan mengerti akan filsafat-filsafat yang tinggi, akan tetapi sekali nafsu menguasai diri, menghadapi peristiwa yang menimpa diri, semua filsafat diterbangkan angin, mata terbuka serasa buta dan otak yang terang menjadi gelap. Betapa sukarnya menguasai nafsu.

Gurunya sendiri, seorang yang sakti dan cerdik dan pandai, rupa-rupanya tidak kuasa menundukkan nafsunya sendiri, bahkan seperti mengumbarnya sehingga mengakibatkan permusuhan, atau lebih tepat dimusuhi oleh banyak sekali orang. Semua gara-gara nafsu pribadi. Dan dia sendiri? Ah, dia merasa malu kalau dia mengenang semua penglamannya, betapa dengan mudahnya dia tergelicir oleh bujuk rayu Cui Im, betapa dia terpeleset menghadapi keindahan tubuh dan kecantikan wajah wanita. Membuat dia mata gelap, digelapkan oleh nafsunya, membuat dia tunduk dan menuruti nafsunya, selain melayani Cui Im yang haus akan cinta berahi, juga dia menyambut uluran gadis-gadis yang kemudian korban karena cintanya. Teringat dia akan nasib Sim Ciang Bi, murid Hoa-san-pai itu. Teringat pula akan nasib dua orang murid wanita Kong-thong-pai, Kim Bwee Ceng dan Tang Swat Si. Ia menghela napas dengan hati penuh penyesalan.Tiga orang gadis itu telah menjadi korban semua.

Benar, bahwa mereka tewas dalam tangan Cui Im, akan tetapi andaikata dia tidak melayani cinta kasih mereka, andaikata dia tidak bermain cinta dengan mereka belum tentu mereka itu akan dibunuh oleh Cui Im yang cemburuan, yang agaknya akan membunuh semua wanita yang dia layani cinta kasihnya! Dengan demikian, biarpun tidak langsung, sama artinya bahwa dialah yang menyebabkan kematian mereka.

Ah..... nafsu..... Dia harus belajar menguasai nafsunya sendiri. Teringat dia akan filsafat kitab kuno yang pernah dia baca. Pelajaran yang menyatakan bahwa nafsu itu sifatnya sama dengan kuda. Jasmani adalah keretanya dan kemajuan jasmani tergantung daripada tarikan kuda nafsu. Tanpa tarikan kuda nafsu, maka kereta jasmani tidak akan mendapatkan kemajuan. Akan tetapi, kuda yang sifatnya liar, seperti nafsu, perlu sekali dikendalikan dan ikuasai oleh tangan kusir yang pandai dan bijaksana. Kusir inilah sebenarnya yang harus menguasai segalanya, kusir inilah jiwa yang murni. Sang Aku sejati. Kusir ini yang seharusnya memelihara dan mengawasi kereta jasmani, agar kereta jangan rapuh dan rusak. Kusir ini pula yang harus dapat mengendalikan kuda, sehingga dapat mengemudikan kuda nafsu untuk menarik kereta jasmani menuju ke jalan yang tepat dan benar. Kalau sang kusir ini tidak pandai menguasai nafsu, kuda yang sifatnya liar itu akan membedal da membawa kereta ke mana dia suka, sehingga akhirnya banyak bahayanya kuda itu akan menjerumuskan kereta dan kusirnya sekali ke dalam jurang!

Betapa tepatnya perumpamaan itu. Nafsu pada diri manusia tidak semestinya dibunuh, melainkan dipelihara dan dikendalikan. Nafsu yang dikendalikan akan dapat membawa jasmani ke arah kemajuan, akan dapat mambawa diri ke tempat yang dikehendaki, dan akan dapat mendatangkan kenikmatan dan kesenangan hidup. Namun, kuda nafsu yang tidak dikendalikan akan bahaya sekali, akan membedal, meliar, mengganas, bahkan memperhamba diri dan akhirnya keruntuhanlah akibatnya.

Maka, tepat pula pelajaran dalam kalimat di kitab pelajaran para pemeluk Agama To, yaitu di dalam To-tik-king yang berbunyi :

Mengerti akan orang lain adalah pandai, mengerti akan diri sendiri adalah bijaksana. Menaklukkan orang lain adalah kuat tubuhnya, menaklukkan diri sendiri adalah kuat batinnya. Yang puas akan keadaan diri sendiri adalah kaya raya, yang memaksakan kehendaknya adalah orang nekat. Yang tahu akan kedudukannya akan berlangsung mati dalam kebenaran berarti panjang usia.

Keng Hong menarik napas panjang. Ah, kalau dia teringat akan semua filsafat dan pelajaran kebatinan yang pernah dibacanya, dia kini dapat melihat betapa gurunya telah menyia-nyiakan hidupnya dengan berkecimpung dalam lautan pemuasan hawa nafsu. Perlukah watak seperti itu dia contoh? Biarpun guru, akan tetapi dia beguru kepada Sin-jiu Kiam-ong hanya dalam hal mengejar ilmu silat, kalau dia melihat sifat-sifat yang tidak benar dari gurunya, tidak perlu dia mencontoh. Bahkan dia harus membetulkan kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan gurunya,seperti yang dia dengar dalam nasihat Siauw-bin Kuncu! Memiliki ilmu kepandaian saja, seperti yang telah dia miliki sekarang, tidak akan ada gunanya bagi manusia dan dunia, bahkan dapat mengakibatkan kerusakan, kalau dia tidak berpegang kepada kebenaran dan kebajikan. Ilmu tetap ilmu, akan tetapi dapat membangun atau merusak, tergantung daripada akhlak si pemilik ilmu. Manusia tetap manusia, akan tetapi ada dua macam, yaitu manusia utama dan manusia rendah, dan untuk menjadi satu di antara keduanya, hanya diri pribadilah yang akan mengusahakan dan menentukannya.

Teringatlah dia akan pelajaran Nabi Khong Cu yang menjawab pertanyaan-pertanyaan para muridnya tentang manusia utama yang tinggi budi dan manusia rendah yang rendah budinya.

Manusia utama mengerti mana yang benar, Manusia rendah mengerti mana yang menguntungkan dirinya. Manusia utama menyayang jiwanya, Manusia rendah menyayang hartanya. Manusia utama ingat akan hukuman dosa-dosanya, Manusia rendah ingat akan hadiah jasa-jasanya. Manusia utama mencari kesalahan diri sendiri, Manusia rendah mencari kesalahan orang lain.

Masih banyak sekali contoh-contoh dan dalam keadaan tenang di tempat sunyi di lereng Beng-san itu, Keng Hong teringat akan semua filsafat dan makin jelaslah terasa olehnya betapa dia keliru mengikuti cara hidup suhunya dahulu, dan betapa dia pun telah menyeleweng dan akan mencontoh gurunya kalau saja dia tidak lekas-lekas sadar dan bertaubat, mengubah wataknya dengan memperkuat batin sehingga dia akan dapat menjadi seorang kusir yang bijaksana dan pandai mengendalikan kuda-kuda liar berupa nafsunya sendiri.

"Aku akan berusaha, akan berusaha sekuat tenagaku...!" Demikian pemuda ini berjanji kepada diri sendiri. Dia lalu bangkit berdiri dan melanjutkan perjalannya menuruni lereng Pegunungan Beng-san.

Ketika lereng itu akan habis dituruninya, tiba-tiba telinganya menangkap suara teriakan-teriakan di sebelah bawah yang datangnya dari hutan di kakai gunung. Cepat dia meloncat ke atas pohon yang tinggi dan memandang ke bawah. Dari tempat tinggi itu tampaklah olehnya berkelebatnya bayangan-bayangan orang dalam pertempuran.

Dari tempat yang jauh itu dia tidak dapat melihat siapa orangnya yang bertanding, akan tetapi dia dapat melihat seorang dikeroyok oleh belasan orang dan dari gerakan mereka tahulah dia bahwa yang bertanding adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Ia menjadi tertarik sekali, cepat melompat turun dari atas pohon kemudian lari cepat menuruni lereng dan memasuki hutan itu.

Keng Hong menyelinap di antara pohon-pohon mendekati tempat pertempuran dan setelah dekat dan bersembunyi di balik pohon, dia mendapat kenyataan bahwa yang sedang dikeroyok oleh tiga belas orang itu bukan lain adalah Kiu-bwe Toanio Lu Sian Cu, nenek galak berpakaian serba hitam yang dulu pernah bersama tokoh-tokoh lain menyerang gurunya di Kiam-ong-san, bahkan yang ikut "mengadilinya" di Kun-lun-san ketika dia ditangkap. Nenek itu kini mainkan senjatanya yang hebat, yaitu pecut yang di tiap ujung cabang itu dipasangi kaitan. Gerakan nenek itu masih tangkas, jelas membuktikan bahwa nenek itu seorang ahli ginkang yang mahir, dan birpun dia dikeroyok tiga belas orang, namun sembilan cabang cambuknya itu dapat melayani para penggeroyoknya dengan ganas.


lanjut ke Jilid 042-->

<--kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar