Kamis, 30 Januari 2014

Kisah Si Bangau Merah Jilid 43

Kisah Si Bangau Merah Jilid 43

43

Setelah Ki Bok pergi, Sian Li berkata
“Han-ko, duduklah. Kautahu, Cu Ki Bok itu ternyata baik sekali. Dia bersungguh-sungguh hendak menolongku,” ia lalu menceritakan tentang pertolongan Ki Bok ketika ia hendak dinodai pangeran Nepal. Setelah menceritakan pengalamannya sejak ia ditangkap oleh suhengnya sendiri ia bertanya,
“Akan tetapi kenapa engkau malah muncul di sini secara berterang, Han-ko? Bagaimana kalau mereka tahu siapa sebenarnya engkau?”
“Aku sengaja masuk ke sini agar dapat membantu nanti kalau orang-orang kang-ouw yang sudah kuhubungi datang menyerbu. Kita sendiri tidak mungkin dapat melawan mereka yang banyak jumlahnya. Aku sudah minta bantuan orang-orang kang-ouw, sedangkan saudara Gak Ciang Hun dan ibunya melapor kepada para pendeta Lama dan pasukan pemerintah di Tibet tentang usaha pemberontakan Lulung Lama. Dan bagaimana kabarnya dengan suhengmu? Di mana dia sekarang?”
Mendengar pertanyaan ini, wajah Sian Li berubah muram dan ia mengepal tinju tangannya.
“Dia telah tersesat, menyeleweng dan kalau ada kesempatan akan kuhajar dia!”
Yo Han terkejut.
“Li-moi, apa yang terjadi?”
“Hah, jahanam keparat itu, pengkhianat busuk itu, dia telah merendahkan diri menjadi antek mereka, dia terbujuk oleh perempuan-perempuan hina Pek-lian-kauw, dan dia malah menipuku, menangkapku ketika aku hendak menolongnya.”
Melihat gadis itu seperti akan menangis, Yo Han dapat menduga betapa sakit rasa hati gadis itu. Tentu Sian Li mencinta suhengnya dan kini amat kecewa melihat ulah suhengnya.
“Li-moi, bagaimana watak dan sikap suhengmu selama ini, sebelum dia tertawan gerombolan ini?”
Sian Li mengerutkan alisnya.
“Selama ini dia baik, setia dan membelaku. Akan tetapi agaknya dia telah tergila-gila kepada Pek-lian Sam-li, dan agaknya demi perempuan-perempuan itu, dia tidak segan untuk mengkhianatiku.” Muka Sian Li merah sekali dan jelas bahwa dia menahan diri agar tidak menangis karena ia memang merasa penasaran dan kecewa bukan main kalau mengenang sikap Sian Lun kepadanya.
Yo Han merasa kasihan kepada gadis itu.
“Li-moi, jangan khawatir, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan dia.”
Sepasang mata itu terbelalak.
“Apa maksudmu? Untuk apa bersusah payah memikirkan dia? Dia tidak minta dibebaskan.... hemmm, aku hanya ingin menghajarnya, membunuhnya!”
“Li-moi, tenang dan bersabarlah. Ada sesuatu yang aneh dengan sikap suhengmu itu. Kalau biasanya dia berwatak baik, maka sikapnya sekarang ini tidak wajar. Aku menduga bahwa dia tentu berada di bawah pengaruh sihir. Ingat, para pendeta Lama, orang-orang Pek-lian-kauw dan orang-orang Nepal adalah ahli-ahli sihir yang pandai.”
Sian Li termenung dan menundukkan kepalanya. Ia pun sudah menduga akan hal itu, akan tetapi bagaimanapun hatinya tetap merasa panas dan tidak senang melihat sikap Sian Lun yang demikian akrab dan mesra terhadap tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu.
Wajahnya menjadi semakin merah karena sekarang ia teringat akan ucapan Cu Ki Bok bahwa sikapnya itu dapat disangka orang sebagai tanda bahwa ia cemburu. Cemburukah ia terhadap Pek-lian Sam-li yang demikian mesra dengan Sian Lun? Bagaimanapun juga, tentu saja ia merasa tidak enak, Sian Lun telah dianggapnya sebagai suhengnya yang baik dan setia, bahkan ia tahu bahwa suhengnya itu jatuh cinta kepadanya. Baik ia membalas cinta itu ataukah tidak, tetap saja hatinya tidak enak sekali melihat betapa suhengnya menjadi kekasih tiga orang Pek-lian-kauw dan telah mengkhianatinya.
“Ingatlah, Li-moi, engkau tadi menceritakan bahwa engkau juga terkena pengaruh sihir pangeran Nepal itu dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongmu. Nah, kuat dugaanku bahwa demikian pula halnya suhengmu itu. Karena pengaruh sihir, dia mau melakukan apa saja. Kita lihat saja nanti kalau dia sudah sadar dan tidak lagi terpengaruh sihir mereka.”
“Kapankah penyerbuan itu akan terjadi?” tanya Sian Li yang mulai ragu-ragu tentang keadaan suhengnya walaupun ia yakin bahwa setelah melihat sikap Siam Lun, kiranya tidak akan mungkin lagi baginya untuk membalas cinta pemuda itu.
“Menurut perhitungan, malam ini mereka akan datang mengepung tempat ini dan menyerbu. Kita harus membantu dari dalam untuk membebaskan suhengmu dari cengkeraman mereka, baru melarikan diri keluar ketika penyerbuan terjadi.”
Mereka menghentikan percakapan ketika nampak Cu Ki Bok datang menghampiri ke arah mereka. “Dia orang baik Han-ko. Kurasa hanya dialah yang mempunyai landasan bersih dalam perjuangan melawan orang-orang Mancu.”
“Akan tetapi bukankah dia murid Lulung Lama?”
“Benar, akan tetapi dia mengatakan bahwa andaikata aku tidak mau bekerja sama dengan mereka, dia tetap akan mencarikan jalan agar aku dapat lolos dari tempat ini.”
“Hemm, agaknya dia cinta padamu, Li-moi.”
Sian Li mengerutkan alisnya.
“Entahlah, akan tetapi aku yakin dia orang baik.” Percakapan terpaksa dihentikan karena Ki Bok yang berjalan santai menghampiri mereka telah tiba di situ. Dia tersenyum ramah.
“Bagaimana, Yo-toako. Sudah yakinkah engkau sekarang bahwa kami tidak menganggap adikmu sebagai tawanan melainkan sebagai tamu?”
Yo Han bangkit berdiri dan memandang marah.
“Biarpun diperlakukan dengan baik dan dianggap sebagai tamu, tetap saja adikku ini adalah tamu yang dipaksa dan ditahan di sini. Aku menuntut agar adikku dibebaskan sekarang juga dan ikut dengan aku pergi. Kalau tidak, terpaksa aku akan tinggal di sini menemaninya!”
Melihat sikap ini, Ki Bok lalu mendekati Yo Han dan berkata dengan suara perlahan.
“Yo-toako, apakah adikmu belum menceritakan semua? Sebaiknya engkau tidak membuat keributan karena kalau terjadi hal itu, aku sendiri tidak akan dapat melindungimu. Ketahuilah bahwa perkumpulan kami adalah pejuang-pejuang yang gigih dan kalau ada yang menentang akan dibunuh. Suhu sedang mengharapkan agar Sian Li suka bekerja sama membantu perjuangan, demikian pula Sin-ciang Taihiap. Andaikata Sian Li tidak maupun, tidak perlu menggunakan kekerasan dan percayalah, aku yang akan menjamin bahwa Sian Li akan dapat lolos dari sini dengan selamat.”
Yo Han memandang penuh selidik.
“Hemm, engkau adalah seorang tokoh di sini, bagaimana engkau hendak melindungi Li-moi? Apa maksudmu melindunginya mati-matian? Tanpa sebab yang jelas bagaimana kami berdua dapat mempercayaimu?”
“Han-ko, aku percaya padanya. Dia sudah membuktikannya!” kata Sian Li yang merasa tidak enak terhadap Ki Bok.
“Justeru perlindungannya itu patut dicurigai, Li-moi. Bukankah dia seorang di antara mereka yang memusuhi engkau dan suhengmu? Tanpa alasan yang kuat, bagaimana mungkin dia melindungimu tanpa pamrih yang buruk?”
Mendengar ucapan Yo Han itu, Ki Bok segera berkata dengan terus terang,
“Baiklah, Yo-toako, aku membuat pengakuan. Aku bersedia melakukan apa pun untuk Sian Li dengan taruhan nyawaku karena aku jatuh cinta padanya.”
“Ki Bok....!” Sian Li berseru kaget dan memandang wajah pemuda peranakan Tibet itu.
Tadinya ia hanya menganggap Ki Bok seorang yang baik sekali kepadanya, sama sekali tidak pernah menyangka bahwa pemuda itu jatuh cinta padanya. Dan kini pemuda itu membuat pengakuan sedemikian jujurnya di depan Yo Han!
Cu Ki Bok menghela napas panjang sambil memandang kepada gadis itu.
“Maafkan aku, Sian Li. Terpaksa aku harus berterus terang. Aku merasa kagum dan jatuh cinta padamu, dan tidak peduli apakah engkau akan membalas cintaku, tidak peduli apakah akan menerima atau menolak ajakan kerja sama, tetap saja aku harus membebaskanmu. Karena itu, kuharap kalian berdua bersabar dan tidak membuat keributan. Aku akan mencarikan kesempatan sebaik dan seamannya untuk kalian.”
Yo Han mengangguk-angguk.
“Kalau begitu, aku akan tinggal di sini menemani Li-moi, harap saudara Cu Ki Bok menyampaikan kepada pimpinan di sini.”
“Baik, Yo-toako, aku akan melaporkan kepada Suhu,” kata Ki Bok yang segera meninggalkan mereka. Ketika melihat para penjaga mendekat, dia berbisik kepada mereka agar melakukan penjagaan yang ketat, dan juga memberitahu bahwa Yo Han adalah kakak misan Sian Li yang tinggal di situ pula untuk menemani adiknya.
Di pondok itu memang terdapat dua buah kamar, maka Yo Han dapat menempati kamar yang ke dua. Akan tetapi setelah Ki Bok pergi, Yo Han dan Sian Li yang sejak tadi diam termenung, masih bercakap-cakap di ruangan depan.
“Kiranya dia jatuh cinta padamu, Li-moi,” kata Yo Han melihat gadis itu termenung saja.
Sian Li menarik napas panjang.
“Sungguh sama sekali tidak pernah aku memikirkan hal itu, tak pernah menduganya. Begitu beraninya mengaku cinta!” Wajah gadis itu berubah kemerahan.
“Jangan marah kepadanya, Li-moi. Aku bahkan kagum, karena dia seorang laki-laki yang jantan, gagah dan jujur. Sekarang yang penting kita harus mencari di mana adanya suhengmu. Aku ingin bertemu dengannya dan kalau mungkin akan kusadarkan dia dari pengaruh sihir.”
“Bagaimana kalau dia tidak terpengaruh sihir, melainkan kalau dia memang menyeleweng dan tersesat, Han-ko? Menurut keterangan Ki Bok, Suheng memang telah terpikat oleh Pek-lian Sam-li.” Di dalam suara gadis itu masih terkandung kemarahan terhadap Sian Lun.
“Kalau memang demikian, aku akan berusaha untuk menyadarkan dan mengingatkannya agar kembali ke jalan benar. Bagaimanapun juga dia adalah suhengmu dan perlu diingatkan kalau dia tergoda, Li-moi.”
“Terserah kepadamu, Han-ko. Akan tetapi, kita harus berhati-hati sekali karena biarpun aku kelihatan bebas namun setiap gerak-gerikku diamati dan sedikit saja mereka itu curiga, tentu mereka akan mengepung dan mengeroyok kita. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Han-ko, karena kalau mereka tahu bahwa engkau adalah Sin-ciang Tai-hiap, tentu mereka tidak akan memberi ampun. Engkau telah membunuh Dobhin Lama.”
Yo Han menggeleng kepala.
“Aku tidak membunuhnya. Ketika kami bertanding, biarpun aku dapat mematahkan tongkatnya, akan tetapi aku tidak melukainya. Dia tewas karena usianya yang sudah tua, dan agaknya dia telah terlalu memaksa diri sehingga kehabisan tenaga. Tentu saja aku akan berlaku hati-hati sekali untuk menyelidiki suhengmu. Sebaiknya engkau gambarkan keadaan perkampungan ini dan di mana aku dapat mencari Sian Lun.”
Mereka berbisik-bisik dan Sian Li memberi gambaran tentang perkampungan di situ.
Setelah mendapat keterangan jelas, mereka lalu memasuki pondok.
Perkampungan di dalam rimba itu terdiri dari beberapa buah bangunan yang cukup besar dan perkampungan itu dikelilingi pagar bambu runcing dan dijaga ketat. Yo Han termenung di dalam kamarnya, memikirkan jalan baik untuk dapat menyelamatkan Sian Li dan Sian Lun.
Pemuda ini merasa prihatin sekali. Dia maklum bahwa serbuan orang-orang kang-ouw dan terutama sekali para pendeta Lama dan pasukan Tibet akan menimbulkan perang atau pertempuran mati-matian di tempat itu. Dia membayangkan dengan hati sedih bahwa pertempuran itu tentu akan mengakibatkan tewasnya banyak orang. Dia sendiri tidak pernah mau menggunakan ilmu kepandaiannya untuk membunuh orang lain. Dia tidak pernah menilai jahat kepada orang lain karena dia maklum bahwa seorang yang dianggap jahat dan melakukan perbuatan yang jahat, sebetulnya hanya orang yang sedang menderita penyakit saja. Orang yang menyeleweng daripada kebenaran adalah orang sakit. Bukan badannya yang sakit, melainkan batinnya. Akan tetapi, seperti juga penyakit badan, penyakit batin ini suatu waktu akan dapat sembuh. Sedangkan orang yang sehat batinnya, sekali waktu mungkin saja jatuh sakit.
Setiap orang mengakui bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna. Yang sempurna hanyalah Tuhan. Setiap orang manusia sudah pasti mempunyai kesalahan, setiap orang manusia berdosa. Dan kita sendiri, setiap orang dari kita, juga seorang manusia, karenanya kita masing-masing ini adalah orang berdosa dan bersalah. Oleh karena itu, pantaskah kita mencela orang lain yang bersalah? Orang itu sama saja dengan kita, hanya macam kesalahan atau meacam dosanya saja yang berbeda, ada yang kadarnya besar ada yang kecil. Akan tetapi, kita ini senasib sependeritaan, takkan dapat lepas daripada kesalahan, daripada dosa. Seyogianya kalau melihat orang lain berdosa, kita membantunya dengan petunjuk dan peringatan, seperti melihat orang lain sakit, sepatutnya kita memberi obat dan hiburan. Jangan melihat orang lain terperosok ke dalam lumpur, malah kita injak kepalanya! Uluran tangan untuk menariknya keluar dari lumpur merupakan kewajiban luhur.
Yo Han teringat kembali akan ancaman pertempuran. Dia menghela napas panjang. Apa yang dapat dia lakukan? Di dunia ini penuh dengan perang. Perang merupakan korban api besar yang timbul dari percikan api kecil. Dimulai dari konflik atau pertentangan dalam batin setiap orang manusia sendiri. Konflik yang timbul karena adanya keinginan-keinginan yang tak ada habisnya. Konflik dalam batin sendiri ini mencuat keluar menimbulkan konflik antar pribadi, karena bentrokan kepentingan, bentrokan keinginan, saling berebut kebenaran, berebut keenakan sendiri. Konflik-konflik antar pribadi ini dapat membengkak menjadi konflik antar keluarga, antar golongan, kemudian berkobar menjadi konflik antar bangsa dan antar negara yang menimbulkan perang.
Yo Han sudah memesan kepada para orang kang-ouw untuk membantunya membebaskan Sian Lun dan Sian Li, dan dia sudah minta kepada mereka agar jangan membunuh dan setelah kedua orang muda itu dapat diselamatkan, agar para orang kang-ouw tidak mencampuri perang yang terjadi antara pasukan Tibet dan para pemberontak. Dia sendiri pun tidak akan ikut campur dengan pertempuran itu. Dia hanya ingin melindungi Sian Li dan Sian Lun agar dapat lolos dari tempat itu dengan selamat.
Setelah Ki Bok melaporkan tentang Yo Han yang berkunjung sebagai utusan Sin-ciang Tai-hiap dan sekarang pemuda itu tidak mau pergi karena menuntut di bebaskannya Sian Li, Lulung Lama segera memanggil semua pimpinan dan pembantunya untuk mengadakan perundingan. Mereka semua berkumpul di bangunan induk, di ruangan yang luas di mana selalu dipergunakan untuk mengadakan pertemuan. Mereka semua berkumpul dan karena waktu itu sedang terjadi perkabungan kematian Dobhin Lama, maka seluruh pimpinan dan pembantu yang tadinya bertugas di luar, sudah berkumpul pula untuk berkabung. Lengkaplah mereka yang kini berada di ruangan itu. Lulung Lama yang ditemani muridnya, Cu Ki Bok, duduk di kursi pimpinan. Belasan orang pendeta Lama jubah hitam yang menjadi pembantu-pembantunya hadir pula. Gulam Sing Pangeran dari Nepal itu pun hadir bersama para pembantunya, termasuk Badhu dan Sagha. Dari pihak Pek-lian-kauw, hadir selain Pek-lian Sam-li, juga tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang datang melayat. Hek-pang Sin-kai juga hadir bersama empat orang rekannya. Jumlah mereka yang berada di ruangan itu tidak kurang dari empat puluh orang. Di dekat Pek-lian Sam-li duduk pula Liem Sian Lun.
Wajah tampan Sian Lun yang biasanya cerah itu kini nampak agak muram. Kerut merut di antara kedua alisnya, pandang matanya yang sayu, mulutnya yang agak cemberut itu menggambarkan betapa dia tidak tenang dan tidak senang.
Pek-lian Sam-li agaknya salah perhitungan terhadap pemuda ini. Memang dalam kesempatan pertama, Sian Lun yang masih hijau dalam hal pengalaman itu mudah mereka rayu dan mereka jatuhkan. Sian Lun dibakar nafsunya sendiri. Apalagi tiga orang wanita Pek-lian-auw itu menggunakan kekuatan sihir. Pemuda itu bertekuk lutut dan melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Bahkan dia mentaati ketika mereka menyuruh dia menawan sumoinya sendiri, wanita pertama yang pernah menjatuhkan hatinya! Dan dia bahkan menganggap perbuatan itu sebagai bagian dari perjuangan mereka, karena para pimpinan itu menghendaki agar dia menawan dan membujuk Sian Li sehingga gadis itu mau pula membantu perjuangan mereka.
Kesalahan perhitungan Pek-lian Sam-li adalah bahwa mereka mengira Sian Lun sudah benar-benar setia kepada mereka, mengira bahwa mereka telah dapat menundukkan pemuda itu dengan kecantikan mereka sehingga mereka menjadi lengah dan tidak lagi menggunakan kekuatan sihir untuk menguasai Sian Lun. Dan dalam keadaan sadar sepenuhnya inilah dia mulai merasa menyesal. Nafsu bagaikan gelembung sabun.
Kesenangan yang didatangkannya hanya selewat saja, disusul kebosanan karena nafsu mendorong kita mengejar yang baru, yang belum kita miliki. Kita dipermainkan nafsu seperti anak kecil dipermainkan mainan-mainan. Mainan lama yang dahulunya amat disenangi, mendatangkan bosan dan diganti mainan baru yang mengasyikkan.
Daya tarik tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu berkurang kekuatannya sehingga Sian Lun mulai dapat melihat betapa perbuatanaya selama ini amat memalukan. Dia telah membiarkan dirinya menjadi boneka, menjadi permainan tiga orang wanita itu. Bahkan dia begitu buta sehingga tidak melihat bahwa dia diperalat. Dia mau saja melakukan penipuan untuk menawan Sian Li secara amat curang. Padahal dia amat mencinta sumoinya itu. Dia merasa malu, malu kepada Sian Li, malu kepada diri sendiri dan kalau dia membayangkan betapa guru-gurunya akan mendengar tentang dirinya, betapa kedua orang gurunya yang sudah melepas budi besar kepadanya, yang menganggap dia seperti anak sendiri, akan merasa berduka, kecewa dan menyesal, ingin Sian Lun menjerit-jerit dan menangis. Namun, semua telah terlambat. Dia telah mengkhianati sumoinya.
Perjuangan menentang penjajah Mancu memang baik, dan setiap orang pendekar sepatutnya bangga kalau membantu perjuangan membebaskan rakyat dan tanah air dari cengkeraman penjajah Mancu. Akan tetapi, bagaimana mungkin perjuangan itu dapat melalui jalan yang benar kalau dipimpin orang-orang sesat seperti Pek-lian Sam-li dari Pek-lian-kauw, para pemberontak Nepal dan pemberontak Tibet?
Malam tadi, biarpun ada Pek-lian Sam-li yang menemaninya, dia tidak dapat tidur memikirkan Sian Li. Dia merasa bersalah kepada sumoinya itu dan merasa menyesal sekali. Dia harus dapat membebaskan sumoinya, dan sudah mengambil keputusan untuk minta kepada Lulung Lama agar Sian Li dibiarkan bebas. Kalau permintaannya ditolak, dia pun akan menyatakan tidak mau lagi membantu mereka! Dan sore hari ini, Lulung Lama memanggil semua sekutunya untuk mengadakan pertemuan di ruangan luas itu.
Setelah memberi salam kepada semua orang, Lulung Lama berkata dengan suara lantang,
“Kita sudah mengadakan persiapan dan penjagaan untuk menyambut datangnya Sin-ciang Tai-hiap yang pasti akan datang ke sini untuk membebaskan Nona Tan Sian Li. Akan tetapi sampai hari ini, dia tidak muncul dan mengirim utusan untuk menuntut agar nona itu kita bebaskan. Padahal, seperti kalian ketahui, kita menghendaki agar Nona Tan Sian Li dan juga kalau mungkin Sin-ciang Tai-hiap sendiri, suka bekerja sama dengan kita menentang penjajah Mancu. Kalau dia tidak mau kita tidak dapat membebaskan Nona Tan Sian Li karena ia sudah mengetahui semua rahasia pergerakan kita. Bagaimana pendapat anda sekalian?”
Pangeran Gulam Sing, melalui penterjemahnya, berkata,
“Siapakah utusan Sinciang Tai-hiap itu? Di mana dia sekarang? Seharusnya dia itu ditangkap ketika datang ke sini.”
“Suhu, biar teecu (saya) yang menjelaskan, karena teecu mengetahui dengan jelas,” kata Cu Ki Bok kepada Lulung Lama yang mengangguk setuju. Setelah mendapatkan persetujuan gurunya. Ki Bok memberi keterangan. “Utusan itu bernama Yo Han dan dia adalah kakak misan Nona Tan Sian Li. Dia pula yang menjadi perantara ketika aku mengajukan tantangan kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bertanding melawan ketua kita mendiang Dobhin Lama. Ketika dia mendengar bahwa kita tidak akan membebaskan Nona Tan Sian Li, Yo Han berkeras tidak mau pergi dan hendak menemani Nona Tan Sian Li di sini. Sekarang, dia masih berada di sini, di pondok yang menjadi tempat tinggal nona itu. Aku sudah memesan kepada para penjaga agar melakukan pengawasan yang ketat.”
Gulam Sing yang masih merasa penasaran karena dia gagal memperkosa Sian Li, berkata,
“Kalau begitu, Yo Han itu dan juga gadis itu harus dihadapkan ke sini sekarang juga! Kita paksa nona itu bekerja sama, dan kita paksa utusan itu untuk membujuk Sin-ciang Tai-hiap agar mau datang ke sini dan bekerja sama pula. Kalau mereka tidak mau, kita bunuh saja mereka!”
Karena pendapat ini dianggap benar, demi keselamatan dan kepentingan mereka agar rahasia persekutuan mereka tidak sampai terbongkar, semua orang mengangguk setuju.
Juga Lulung Lama mengangguk-angguk. Tentu saja Cu Ki Bok menjadi khawatir sekali.
Dia tahu bahwa akan sukar bahkan hampir tidak mungkin membujuk Sian Li agar mau bekerja sama. Nasib gadis itu terancam bahaya maut. Dan mungkin saja untuk menyenangkan hati Pangeran Gulam Sing, sekutu yang dianggap kuat dan dapat diandalkan itu, gurunya akan menyerahkan Tan Sian Li kepadanya. Dapat dia membayangkan betapa ngerinya nasib gadis yang dicintanya itu kalau terjatuh ke tangan Gulam Sing. Akan tetapi sebelum dia sempat menemukan kata-kata untuk membantah dan membela Sian Li, tiba-tiba Sian Lun sudah bangkit berdiri.
“Losuhu, biar aku yang memanggil mereka ke sini!” tanpa menanti jawaban, Sian Lun sudah melangkah cepat, keluar dari ruangan itu.
Cu Ki Bok sudah tahu bahwa Sian Lun telah mengkhianati Sian Li dia amat dibenci gadis itu. Kalau Sian Lun yang memanggil Sian Li dan Yo Han, tentu akan terjadi keributan, apalagi dia tidak suka dan tidak percaya kepada pemuda yang mudah begitu saja terjatuh ke dalam bujuk rayu tiga orang wanita seperti Pek-lian Sam-li.
“Dia tidak semestinya pergi. Dia belum dapat dipercaya benar!” serunya.
“Ha-ha-ha, biarlah aku yang memanggil mereka!” kata Pangeran Gulam Sing yang segera berlari keluar, diikuti oleh Badhu, Sagha dan beberapa orang pembantunya.
Pek-lian Sam-li yang juga mengkhawatirkan Sian Lun yang kini tidak lagi mereka pengaruhi dengan sihir, bangkit dan berdiri keluar pula. Setelah mereka semua tiba di luar, ternyata Sian Lun telah tidak nampak. Agaknya pemuda itu berlari cepat meninggalkan tempat itu. Segera mereka semua melakukan pengejaran ke tempat pemondokan Sian Li. Melihat para pimpinan yang tadi mengadakan pertemuan rapat itu kini berlarian ke arah pondok tawanan, para petugas yang melakukan penjagaan menjadi terkejut dan mereka pun mengikuti dari belakang.
Sian Lun memang berlari secepatnya ke pondok di mana Sian Li berada. Dia sudah mengambil keputusan nekat. Dia harus membebaskan Sian Li. Kalau dia berterus terang kepada Lulung Lama, tak mungkin permintaannya akan dikabulkan. Tadi dia sudah mendengar sendiri rencana mereka. Kalau Sian Li tidak mau menyerah dan bekerja sama, mereka akan membunuhnya agar gadis itu tidak membocorkan rahasia persekutuan mereka. Tidak ada jalan lain. Dia harus segera membebaskan Sian Li atau memberi kesempatan kepada Sian Li untuk melarikan diri selagi ada kesempatan, selagi para pimpinan yang lihai mengadakan pertemuan di ruangan itu. Dia akan melindunginya, menjadi perisai, kalau perlu mempertaruhkan nyawa menghadapi para penjaga yang mengejar agar Sian Li dapat lari. Dia sudah melakukan dosa besar dan dia harus menebusnya sekarang juga selagi masih ada kesempatan.
Sian Li dan Yo Han terkejut ketika mereka mendengar orang mendorong pintu pondok terbuka dan ketika mereka berdua keluar dari dalam kamar masing-masing, mereka melihat Sian Lun dengan wajah pucat telah berada di situ.
“Hemm, jahanam busuk, mau apa engkau ke sini!” bentak Sian Li, seketika kemarahannya berkobar begitu ia melihat Sian Lun. Bahkan ia sudah bergerak maju hendak menyerang pemuda itu.
“Li-moi, jangan terburu nafsu, dengarkan dulu apa kehendaknya,” Yo Han mencegah dan menghampiri mereka. Sian Lun memandang Yo Han, tidak mengenal pemuda itu akan tetapi dia dapat menduga bahwa tentu pemuda ini yang tadi dibicarakan sebagai utusan Sin-ciang Tai-hiap. Dia tidak peduli dan memandang kembali kepada Sian Li.
“Sumoi, cepat. Engkau larilah sekarang juga, biar aku yang akan menghadapi para pengejar. Cepat, selagi para pimpinan sedang mengadakan rapat pertemuan di bangunan induk. Cepat, mereka akan membunuhmu kalau engkau tidak mau membantu mereka. Aku telah bersalah Sumoi, akan tetapi biarlah kesempatan terakhir ini kupergunakan untuk menebus dosa. Cepat larilah engkau dari tempat ini, Sumoi.”
Melihat sikap dan mendengar ucapan suhengnya itu, Sian Li tertegun. Ia masih sangsi.
Benarkah suhengnya itu telah sadar dan hendak menolongnya? Ataukah ini pun hanya siasat busuk belaka? Agaknya Sian Lun maklum pula akan kesangsian sumoinya.
“Lihat, Sumoi. Aku telah membunuh empat orang penjaga di depan. Engkau larilah melalui pintu belakang, langsung ke pagar bambu sebelah selatan dan lolos dari sana. Kalau ada yang mengejar, biar aku yang akan menghadapi mereka.”
Sian Li berlari ke depan dan ia melihat betapa empat orang penjaga di situ telah menggeletak mandi darah. Diam-diam ia terkejut. Kiranya Sian Lun benar-benar tidak membual. Ia menoleh kepada Yo Han untuk minta pendapatnya. Yo Han juga sejenak tertegun melihat perubahan tiba-tiba pada diri Sian Lun itu. Akan tetapi, Yo Han segera dapat menduga bahwa tentu kini Sian Lun telah sadar, menyesal dan ingin menebus dosanya! Maka dia pun diam-diam merasa girang sekali.
“Kalau memang hendak meloloskan diri, marilah kita bertiga lari bersama selagi ada kesempatan!” kata Yo Han. Akan tetapi pada saat itu, rombongan para pimpinan yang tadi melakukan pengejaran telah tiba pula di depan pondok, dipimpin oleh Pangeran Gulam Sing dan tiga orang Pek-lian Sam-li. Melihat ini, Sian Lun terkejut dan dia pun cepat berkata,
“Sumoi, pergilah ke belakang. Cepat!” Dan dia sendiri sudah melompat keluar untuk menyambut para pengejar. Dia tahu bahwa bicara dengan mereka tidak ada gunanya lagi. Dia telah membunuh empat orang penjaga. Tentu mereka tidak akan mengampuninya, apalagi melihat dia berusaha membantu Sian Li melarikan diri. Dengan pedang di tangan dia pun menyerbu ke arah Pangeran Gulam Sing yang berada paling depan.
“Kalian hendak memberontak?” Pek-lian Sam-li membiarkan pemuda bekas kekasihnya itu dihadapi Gulam Sing yang mereka yakin akan mampu menundukkan pemuda itu.
Mereka sudah meloncat ke depan Sian Li dan Yo Han, diikuti oleh para pimpinan lain.
Sian Li sudah siap untuk melawan walaupun ia tidak memegang senjata. Akan tetapi Yo Han maklum behwa keadaan mereka tidak menguntungkan. Kini agaknya terpaksa dia harus membuka rahasianya. Dia harus melindungi Sian Li walaupun agaknya sudah terlambat untuk melindungi Sian Lun. Jarak di antara mereka terlalu jauh dan kalau dia meloncat untuk melindungi pemuda itu, berarti dia harus meninggalkan Sian Li dan hal ini berbahaya sekali. Karena mereka berpisah, maka dia tidak mungkin dapat melindungi keduanya dan tentu saja dia lebih memberatkan Sian Li daripada pemuda itu. Dia pun sudah siap membela Sian Li dan dia sudah melangkah maju untuk menghadapi pengeroyokan orang-orang lihai dari persekutuan pemberontak itu.
Sementara itu, tanpa mengeluarkan kata apa pun. Sian Lun sudah menyerang Gulam Sing dengan pedangnya. Kalau tadinya dia memandang Gulam Sing sebagai rekan, keduanya menjadi kekasih Pek-lian Sam-li, kini dia memandangnya sebagai musuh dan serangan-serangan yang dilancarkan Sian Lun adalah serangan maut yang dimaksudkan untuk membunuh. Namun, Gulam Sing ternyata lihai sekali. Tingkat kepandaian pangeran Nepal ini memang lebih tinggi dibandingkan Sian Lun. Dia menggunakan golok melengkung untuk membendung gelombang serangan pedang Sian Lun dan setiap kali golok bertemu pedang, Sian Lun merasakan tangannya tergetar dan pedangnya terpental.
Dia kalah tenaga dan sebentar saja dia mulai terdesak hebat.
“Kalian hendak melarikan diri? Jangan harap dapat keluar dari sini dalam keadaan bernyawa!” kata Ji Kui sambil tersenyum mengejek, kemudian, setelah memberi isarat kepada dua orang adiknya Ji Kui yang sudah mengerahkan kekuatan sihir dibantu dua orang adiknya, membentak nyaring. “Tan Sian Li dan Yo Han pandanglah kami dan kalian berdua harus mentaati perintah kami! Berlututlah kalian! Hayo, berlutut!”
Sian Li merasa ada kekuatan aneh yang seperti hendak menariknya untuk menjatuhkan diri berlutut. Akan tetapi karena ia sudah siap siaga sebelumnya, ia dapat mengerahkan sin-kang dan melawan. Tiba-tiba saja kekuatan aneh yang menariknya itu lenyap seperti disapu angin dan tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu mengeluarkan suara terkejut dan heran. Mereka agak terhuyung ke belakang dan terengah-engah. Pengerahan tenaga sihir mereka membalik dan menghantam isi dada mereka sendiri! Kini mereka siap untuk menyerang, dan ketiganya sudah mencabut pedang. Gerakan itu diikuti oleh kawan-kawannya yang sudah mengepung Yo Han dan Sian Li, akan tetapi sebelum para pengepung itu bergerak menyerang, tiba-tiba terdengar bentakan,
“Tahan semua senjata!”
Pek-lian Sam-li menengok dan mereka melihat bahwa yang membentak itu adalah Cu Ki Bok. Tiga orang wanita ini diam-diam merasa tidak suka kepada pemuda ini. Pertama mereka tidak mampu mempermainkan Ki Bok, dan ke dua mereka tidak berani menentangnya mengingat bahwa Ki Bok adalah murid dan kepercayaan Lulung Lama.
“Cu-enghiong (Orang Gagah Cu), dua orang ini jelas hendak melarikan diri, kenapa engkau melarang kami membunuhnya? Mereka hendak memberontak!” kata Ji Kim.
“Itu fitnah belaka,” kata Ki Bok. “Suhu membutuhkan bantuan mereka, juga bantuan Sin-ciang Tai-hiap. Bagaimana kalian dapat lancang membunuh mereka? Pula, mereka sama sekali tidak melarikan diri. Liem Sian Lun itu yang hendak berkhianat.”
“Empat orang penjaga telah mereka bunuh!” kata Ji Kui.
“Tidak mungkin. Lihat, Nona Tan Sian Li dan saudara Yo Han ini sama sekali tidak memegang senjata, dan empat orang penjaga itu jelas tewas karena bacokan dan tusukan pedang. Yang memegang pedang hanyalah Sian Lun, jadi dialah yang membunuh para penjaga, bukan dua orang tamu ini. Atas nama Suhu, aku melarang kalian mengganggunya. Suhu perlu bicara dengan mereka.” Sikap Cu Ki Bok keras dan tegas sehingga para anak buah Hek I Lama tidak berani melanggar, juga para tamu tentu saja tidak berani menentang tuan rumah. Apalagi karena apa yang dikemukakan pemuda itu memang benar. Empat orang penjaga itu tewas karena terluka pedang, sedangkan dua orang itu sama sekali tidak memegang senjata.
“Suheng....!” tiba-tiba Sian Li berseru, terbelalak dan ia pun meloncat dari situ. Ternyata Sian Lun telah terkena tendangan Gulam Sing yang disusul bacokan golok melengkung.
Bacokan itu merobek perutnya dan pemuda itu roboh sambil kedua tangan menekan perutnya yang terluka parah untuk menahan agar isi perutnya tidak terburai keluar!
Pangeran Gulam Sing tertawa bergelak dengan bangga sambil membersihkan goloknya, dan Sian Li sudah berlutut di dekat tubuh suhengnya.
Sian Lun mendekap perut dan darah membasahi seluruh tubuhnya. Akan tetapi dia masih sempat memandang Sian Li dan berkata lemah,
“Sumoi, kau maafkanlah.... aku.... dan mintakan ampun untukku.... dari Suhu dan Subo.... aku.... aku berdosa....” kepala itu terkulai, kedua tangan terlepas dari perut dan ususnya terburai.
“Suheng....!” Sian Li menjerit ngeri melihat keadaan suhengnya, dan ia pun melompat berdiri, membalik dan menghadapi Pangeran Gulam Sing dengan mata melotot dan muka merah.
“Kau.... kau.... jahanam busuk.... kau telah membunuhnya!” Lian ia pun menerjang dengan nekat, menggunakan tangan kosong sambil mengerahkan sin-kang dingin dari Pulau Es. Sambil tertawa dan memandang ringan, pangeran Nepal itu menangkis dan hendak menangkap kedua tangan gadis itu. Dia terlalu memandang rendah, tidak tahu bahwa dalam serangan itu, Sian Li mengerahkan seluruh tenaga Swat-im Sin-kang dari Pulau Es. Maka, begitu dua pasang tangan bertemu, Pangeran Gulam Sing terdorong ke belakang dan dia pun menggigil kedinginan! Dia terkejut setengah mati dan terpaksa dia melempar tubuh ke belakang dan bergulingan agar tidak menerima serangan susulan lawan. Akan tetapi hal itu tidak perlu karena Yo Han sudah berada di dekat Sian Li, menyabarkan gadis itu.
“Hentikan seranganmu, Li-moi. Serahkan saja urusan ini kepada Sin-ciang Tai-hiap.”
Ucapan itu selain dapat menyabarkan Sian Li, juga membuat para pengepung menjadi gentar karena Yo Han menyebut-nyebut nama Sin-ciang Tai-hiap yang tentu akan marah sekali karena Sian Lun telah dibunuh. Sian Li kembali menghampiri mayat suhengnya dan menangis.
Ki Bok cepat mendekatinya.
“Sudahlah Sian Li, tidak ada gunanya lagi ditangisi. Aku akan menyuruh orang-orangku untuk mengurus jenazah suhengmu baik-baik dan memperabukan jenazah itu agar abunya dapat kaubawa kalau kau menghendakinya. Sebaiknya engkau dan Yo-toako berdiam saja di pondokmu malam ini dan jangan keluar.”
Sian Li mengangguk dan merasa berterima kasih sekali. Kalau tidak ada Ki Bok, mungkin ia dan Yo Han juga sudah dikeroyok banyak orang dan entah bagaimana akibatnya. Agaknya, murid Lulung Lama ini memang benar-benar jujur dan hendak menolongnya, tentu saja tidak berani berterang karena kalau hal itu diketahui Lulung Lama, tentu dia sendiri aken celaka dan dianggap sebagai seorang pengkhianat. Yo Han agaknya mengerti akan keadaan Ki Bok, maka dia pun mengajak Sian Li memasuki kembali pondok mereka.
Peristiwa kematian Sian Lun itu tentu saja. menimbulkan perubahan pada rencana yang tadi telah diputuskan, yaitu untuk menghadapkan Sian Li dan Yo Han dan minta mereka menentukan sikap. Bagaimanapun juga, Sin-ciang Tai-hiap yang pernah mengadu ilmu melawan Dobhin Lama menuntut dibebaskannya Sian Lun dan kini pemuda itu telah tewas. Tentu akan terjadi hal yang lebih gawat, maka atas permintaan Ki Bok, Lulung Lama menunda keputusan itu. Penjagaan diperkuat karena mereka khawatir kalau Sin-ciang Tai-hiap telah mendengar akan kematian Sian Lun itu dan akan datang menyerbu malam itu.
Sementara itu, di dalam pondok Sian Li masih duduk termenung, wajahnya agak pucat dan kedua matanya berlinang air mata. Biar pun tadinya ia marah dan membenci Sian Lun yang mengkhianatinya dan melihat suhengnya itu bermain gila dengan tiga orang wanita Pek-lian-kauw, namun pada akhir hidupnya suhengnya itu telah bersikap gagah, bahkan telah mengorbankan nyawa sendiri demi membelanya. Sian Lun telah bertekad untuk membebaskannya dengan pengorbanan nyawanya. Walaupun usaha membebaskannya itu gagal karena keburu ketahuan para tokoh persekutuan itu, namun tidak urung nyawanya menjadi korban. Pada akhir hidupnya, Sian Lun telah menebus kesalahannya dengan perbuatan gagah dan membuktikan cintanya kepadanya.
Terkenanglah ia akan masa lalunya, ketika ia dan Sian Lun masih sama-sama belajar ilmu di bawah pimpinan Kakek Suma Ceng Liong dan isterinya, selama lima tahun lebih.
Teringatlah ia betapa Sian Lun selalu bersikap manis dan baik kepadanya, betapa Sian Lun selalu menyayangnya dan teringat akan semua ini, air matanya runtuh kembali.
lanjut--->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar